PART 22

2.3K 249 2
                                    


Sebenarnya ini bukanlah hal yang aku ingin. Tapi demi menjaga kelangsungan hidup sehat jantungku dan tentu ocehan nyinyir para pemuja gosip, aku lebih memilih menjauh dari Rafael sejenak.

Sebisa mungkin aku menghindari kontak mata dengannya. Tidak hanya itu, aku juga menghindari pertemuan yang tidak terduga. Ketika briefing pagi, aku sering izin, tidak ikut dengan alasan perut sakit dan harus ke toilet. Bahkan aku terus berpura-pura sibuk manakala Rafael melewati lantai berkumpulnya para staf.

Ponsel aku buat mode silent agar tidak ada gangguan dari siapa pun. Dan, saat makan siang aku lebih memilih kabur lebih dulu ke kafe milik Ersa. Berhaha-hihi seperti biasa di ruangannya.

“Gue takut, Sa.” Aku berujar menatap nyalang pada dinding kaca di ruangan Ersa. Melihat pemandangan luar dari atas sini. Aku tadi sudah menghabiskan sepiring spagheti.

“Takut kenapa?” tanya Ersa yang masih sibuk dengan pekerjaannya di balik meja.

“Takut jatuh cinta sama dia.”

Aku memang tidak melihat reaksi Ersa karena posisiku memunggunginya. Tapi aku merasa dia sempat menghentikan pekerjaannya sejenak.

“Lo tau dari kemarin gue ngindarin dia. Semoga dia nggak sadar.”

Aku dengar desahan napas Ersa dari belakang.

“Jadi, karena lo takut jatuh cinta lo ngindarin dia begitu?”

“Nggak juga, sih. Sekarang temen-temen kantor pada curiga gue punya hubungan khusus sama dia.”

“Kok bisa? Makanya lo jangan kelewat centil.”

Aku memutar badan menghadap ke arah Ersa, menatapnya sebal.

“Sembarangan! Gue nggak harus centil buat bikin Rafael deketin gue.”

“Pede banget lo.”

Aku meringis. “Yang jelas, gue nggak beranilah centil di depan dia. Lo lupa dia itu siapa?”

“Udah deh, percuma juga lo menghindar. Kalian itu sekantor ya mana mungkin bisa dihindari. Kecuali lo resign dari sana.”

“Enak aja. Cari kerja sekarang tuh susah.”

“Lo cuma perlu jaga hati lo aja cukup.”

Gimana bisa jaga hati kalau kelakuan Rafael semanis itu?

“Gue tau itu sulit. Tapi, ingat, Lil. Lo masih ada Wishnu. Jangan sia-siakan orang sebaik dia. Kalau memang perasaan itu nggak tumbuh seperti yang lo harapkan, seharusnya dulu lo nggak perlu menerima ajakannya untuk pacaran," papar Ersa. Aku tahu apa yang dia katakan itu benar.

Aku menghela napas. “Gue pikir seiring berjalannya waktu, gue akan bisa menyukai Wishnu.”

“Jadi, sekarang mau lo apa? Lo mau putus dari Wishnu?” tanya Ersa menatapku.

“Nggak semudah itu. Biar pun gue ingin.” Aku membalas tatapan Ersa.

“Apa? Jangan gila deh, Lil.”

Aku nyengir. “Kalaupun iya gue jatuh cinta sama Rafael, gue nggak akan mutusin Wishnu kok. Lo tenang aja.”

“Lo sih suka banget nyinyir novel kesukaan gue. Jadi kan lo kena karmanya.”

In Between 1 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang