Vote and comment please
***Mobil yang dikendarai supir Nathaniel masuk ke dalam perumahan kediaman Sera.
Nathaniel setuju untuk mengantarnya pulang, sesuai yang dia inginkan. Namun disepanjang perjalanan jantungnya yang berdenyut berisik membuatnya tidak mampu membuka satupun suara untuk berbasa-basi, sama seperti Sera yang bungkam, dan terus menunduk dengan ekspresi kaku di sebelahnya.
Suasana di dalam mobil itu sangat tidak nyaman. Seolah ada dinding api tidak kasat mata yang hendak bergejolak, namun ditahan setengah mati oleh ke dua orang yang bungkam itu.
Membuat supir dan sekretaris yang duduk di bangku depan merasa sedikit bersalah atas eksistensi mereka di tengah-tengah situasi canggung tuannya.
Ketika akhirnya sampai dan mobil berhenti di halaman rumah Sera, sekretaris serta supir Nathaniel saling melirik, tidak berani memberi pemberitahuan. Nathaniel yang seperti mengerti, segera keluar dari mobil, membukakan pintu untuk Sera, lalu menuntunya keluar.
"Ayo."
Sera tidak menjawab. Raut wajahnya tidak tenang, meski begitu dia tetap meraih tangan Nathaniel, setuju untuk keluar dari mobil, dan berjalan menuju pintu masuk rumahnya.
"Aku akan memberitahu Dryas kalau kau tidak enak badan." Kata Nathaniel, berhenti di teras rumah Sera.
Berusaha mengendalikan debaran di dalam rongga dadanya. Dia kemudian melepaskan pegangan tangannya pada Sera, lalu tersenyum tipis.
Sudah lama sekali, jadi Nathaniel tidak tahu bagaimana urutan yang tepat untuk memberikan afeksi secara wajar pada Sera... karena setelah satu bulan pelarian untuk menggoyahkan ego Sera, Nathaniel benar-benar berpikir bahwa kesabarannya hampir habis.
Seakan jika wanita itu maju lebih dekat saja, Nathaniel mungkin tidak bisa mengendalikan diri lagi.
"Aku pulang dulu." Nathaniel kuat-kuat mengepalkan tangan yang dia sembunyikan dalam saku celana untuk menahan diri. "Istirahatlah."
Hampir saja berbalik, tapi Sera tiba-tiba menarik tangannya. Membawanya masuk ke dalam rumah, lalu mendorong tubuh Nathaniel ke balik pintu, dan meraih wajahnya.
Dia memberikan Nathaniel ciuman tergesa-gesa.
Saat lidahnya menggoda bibir atas Nathaniel, sementara mulutnya membuka kecil untuk mengulum penuh bibir Nathaniel. Dia tidak menahan-nahan keinginan besarnya untuk menunjukan rasa hausnya akan rasa Nathaniel, pada saat ini juga.
"Nathaniel..."
Desahan rendah Sera menyulut antusiasme Nathaniel, membuatnya menggeram penuh emosi, langsung menghimpit tubuh Sera pada tubuhnya. Meniadakan jarak di antara mereka, dan berbalik mendorong lidahnya ke dalam mulut wanita itu, berusaha mengimbangi keserakaannya.
Nathaniel membalas ke mana bibir Sera pergi, melampiaskan segala yang dia rasakan dalam sentuhan kedua bibir mereka yang terpangut rapat.
Sementara tangan Sera mengusap bahu Nathaniel. Turun menuju dada bidangnya, berusaha melepas dasi serta kancing kemeja yang dia kenakan, sampai Nathaniel yang berhasil mendorong habis akal sehatnya, menahan tangan Sera.
Menghentikan luapan gairah yang wanita itu ciptakan padanya semakin menjadi-jadi.
"Don't..."
Nathaniel menjauhkan bibirnya, menumpuhkan dahinya pada Sera untuk memberi batas. "Kita tidak bisa melakukannya hal ini."
"Kenapa tidak?" Sera bertanya dengan napas menggebuh kesal.
"Karena jika kita melakukannya..." Nathaniel membuka matanya, menatap Sera frustasi. "Aku tidak akan bisa berhenti. Aku akan menyakitimu."
"Memangnya siapa yang menyuruhmu berhenti?" Sera menuntut, marah. "Kau bisa melakukan apapun. Aku mengizinkannya."
Hah sialan! Nathaniel mengumpat dalam hati. Wanita di depannya ini benar-benar tahu bagaimana membuat orang lain merasa akan gila karena tidak bisa mengendalikan diri.
"Kau akan menyesalinya." Nathaniel memperingatkan, dia mengarahkan wajahnya pada cekungan leher wanita itu, mengecupnya tanpa meminta izin, dan mencari-cari oksigen yang selama ini terus dia inginkan.
"Kau akan menyesalinya jika tahu seberapa besar aku ingin memaksamu tunduk dalam pelukanku dan membuatmu berteriak; kau adalah milikku, selagi penisku menyetubuhimu."
Ciuman Nathaniel menurun, menyentuh dada atas Sera yang tidak tertutupi dress penuh godaan. Membuat tubuh wanita itu meremang hebat, dengan wajah yang tanpa bisa dia cegah, memanas.
"Kau akan menyesalinya jika tahu seberapa besar aku menginginkan bibirmu memohon untuk diberikan kepuasan saat aku menjilati puting dadamu."
Tangan pria itu merambat, masuk ke balik dress bawah Sera. Menggoda pusat gairahnya yang tanpa sadar sudah berkedut-kedut tidak sabaran dari luar pakaian dalam.
"Kau akan menyesalinya jika tahu seberapa besar aku ingin melihatmu putus asa pada kenikmatan yang ku berikan saat aku mempermainkan klitorismu."
Mulut Nathaniel menunggang naik, tepat di sebelah telinga Sera. Menggigitnya dengan gemas saat tiba-tiba mengesampingkan celana dalam Sera, lalu menggesekan jarinya secara langsung pada kewanitaan wanita itu.
"Na-Nathaniel..." Sera mendesah terkejut, lututnya menjadi lemas. Tangannya kembali meremas jas Nathaniel kuat-kuat.
"Kau akan menyesalinya jika tahu seberapa besar aku ingin membuatmu kehilangan akal sehat saat aku tidak berhenti menjamah tubuhmu setelah kau orgasme karena aku belum puas."
Nathaniel mendesis penuh ancaman. Dia mengangkat wajahnya, hampir kehilangan rasionalitas, lantas menggertakan rahangnya kuat saat merasakan napas panjang pendek Sera menghantam lehernya.
"Kau akan menyesalinya Sera, jadi putuskan sekarang..." bisik Nathaniel, yang lebih terdengar seperti permohonan putus ada karena insting primal-nya tidak bisa dia tahan lebih lama lagi.
"Biarkan aku pergi, atau biarkan aku memilikimu."
Sera tidak berpikir langsung berjinjit, meraih pipi Nathaniel, dan mempertemukan bibirnya pada bibir pria itu dalam ciuman pelan namun sangat menginginkan.
"Lakukan apapun." Sera mengalungkan kedua lengannya di leher Nathaniel. "Sentuh, cium, apapun... inginkan aku sampai kau tidak bisa berpikir dengan benar lagi, Nathaniel. Aku juga menginginkanmu."
Nathaniel merengut. "Kau akan menyesalinya."
"Aku tidak yakin."
"Such a stubborn flirt."
***
(KaryaKarsa full 🔞)With love,
Nambyull
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's test all the Borderlines
RomanceArvino #01 [full 18+ chap on my KaryaKarsa] 𝐍𝐚𝐭𝐡𝐚𝐧𝐢𝐞𝐥 𝐀𝐫𝐯𝐢𝐧𝐨. Dia putri sahabat ayahku. Wanita keras kepala yang terus berkata bahwa dia membenciku. Dokter bedah umum yang angkuh, dingin dan sama sekali tidak mempunyai hati. Siapa dia...