Chapter (28)

133 18 7
                                    

Embun yang menempel dikaca berhasil menciptakan bayangan kedua insan itu, tubuh Rani bersandar pada dinding dengan Rega yang tak berhenti menekan miliknya kedalam tubuh perempuan itu, mereka mendesah dibawah guyuran air sembari menikmati indahnya ciptaan Tuhan yang menggoda didepan mata. Rega kagum pada punggung polos nan mulus milik Rani, dia tahu jika mawar merah itu masih berada disana, dia memberikan sentuhan yang membangkit sisi liar Rani sampai kedua kakinya mengejang hebat. Dorongan yang berirama, membuat Rani melupakan segala kesusahan hatinya karena diperlakukan tidak adil oleh sahabatnya. Kedua tangannya berpegang pada kaca, menopang badannya sendiri, merasakan sensasi dingin yang membuat bagian dada nya menjadi tegang.

Lelaki itu menggeram, miliknya akan meledak sebentar lagi dan dia tak mau menyia-nyiakan benih itu begitu saja, dia membalik tubuh Rani agar menghadapnya. Menaikkan gadis itu mereka berpelukan dengan kedua kaki Rani yang melingkar dipinggang Rega, tanpa menunggu lagi ia kembali menyatukan diri dibawah sana, tanpa kehilangan kesadaran Rani mengeluarkan suara-suara merdu yang menjadi pengiring gerakan suaminya, memanjakan kedua buah didepan mata memilin puting mengeras itu, menghisap dan meremasnya tanpa henti. Bagian favoritnya yang tersimpan dalam diri Rani, ukurannya begitu pas ditangan Rega, kenyal dan menggoda.

Rani berpegang dibahu Rega, menahan gejolak dalam dirinya yang juga mendekati puncak. Mereka bersama-sama melenguh, memacu adrenalin masing-masing agar meraih klimaks dari sesi bercinta yang basah dan bergelora malam ini. Rega menghentaknya sangat keras, kasar dan bernafsu, Rani tidak bisa lagi mengeluarkan suara lain kecuali desahan dan rintihan atas perlakuan Rega, sampai titik itu berhasil mereka jejaki barulah Rani mendesah panjang begitu juga suaminya yang kini bersandar didada perempuan itu. Kulit putih Rani begitu kontras dengan Rega yang eksotis, meski dia memiliki ibu seorang chinese, gen ayah nya lebih kuat. Hanya mata dan hidung yang dia ambil dari ibunya, selebihnya Rega mengikuti ayah.

"Aku berharap, dia gak terbuang sia-sia. Kamu tau gak kalo salah satu dari mereka bisa jadi calon presiden". Rani belum sanggup bersuara, tubuhnya masih bergetar hebat akibat pelepasan yang sangat memuaskan itu. Dia hanya menggeleng sambil menahan tawa, pria ini sangat tidak romantis. Ada saja pembahasan yang tidak masuk akal dia bicarakan pada Rani.

"Jadi, kamu baru aja buang calon presiden kedalam rahim aku? Ngaco! Gak gitu juga kali konsep nya". Rega tertawa menambah volume shower agar lebih besar air yang turun, pria itu tidak menurunkan Rani, dia bahkan membiarkan istrinya bersandar dibahu sambil mengatur nafas.

"Kita baru satu ronde, masa udah capek aja? Gak ada istirahat ya kalo besok kamu udah mau pulang". Rega tidak serius dengan ucapannya, namun Rani menanggapi hal itu dengan cubitan dilengan. Kenapa para perempuan sangat suka mencubit?

"Aku belum istirahat, Winda benar-benar bikin aku gak bisa tidur nyenyak." Mendengar hal itu, akhirnya Rega mengerti bahwa wanita yang kini sudah menatapnyan itu memang sangat lelah. lingkaran gelap disekitar mata menunjukkan semuanya, dia memegang pipi Rani kemudian mengusapkan ibu jarinya.

"Itu teman kamu kan? Winda gak pernah berubah."

Tidak mau membiarkan tubuh mereka mengkerut karena dingin, akhirnya Rega membiarkan Rani selesai duluan, dia membuang air dalam bath-up padahal masih bersih. Ia pikir berendam beberapa menit akan menyenangkan tadi, namun melihat tubuh telanjang Rani membuatnya tak bisa menahan hasrat jadilah bercinta jalan ninjanya. Mereka keluar dari kamar mandi bersamaan, bergegas ganti pakaian kemudian naik keatas kasur, mereka masih memiliki beberapa hal yang harus dijelaskan agar tidak jadi salah paham. Termasuk terbongkarnya rahasia pernikahan mereka kepada Aisyah dan keluarga nya, Rega mematikan lampu kamar membiarkan tirai jendela terbuka, angin bertiup kencang karena lantai ini berada ditingkat sepuluh jadi pemandangan diluar sana sangat indah. Beruntung karena Winda memesan presiden suite room, pelayanan kamar dan seluruh yang ada disini persis menggambarkan rumah impian kedua anak manusia tersebut.
Rani membiarkan Rega memeluknya dari belakang, menindih badan mungil itu dengan sebelah kakinya yang besar. Selimut yang sengaja dibiarkan menutupi setengah bagian, lengan pria itu dia jadikan bantal.

"Waktu kita pisah, aku selalu mimpi kamu. Hidup bahagia sampai akhir, gak nyangka butuh selama itu buat bisa ketemu kamu lagi". Rani mulai bicara disaat semua telah tenang, nafasnya, detak jantung nya bahkan keheningan yang pecah karena suaranya yang begitu pelan.

"Aku tahu ini terlambat, tapi aku menyesali semuanya, apa yang terjadi sama kamu. Aku minta maaf karena udah jadi sumber penderitaan kamu." Rani tersenyum, dia mengenal lelaki itu bukan satu hari, melainkan hampir separuh umurnya. Dari mulai jaman sekolah, bekerja hingga mereka berpisah. Rani jauh lebih memahami Rega dibandingkan siapapun, mereka memiliki ikatan yang sangat erat dalam jalinan kasih.

"Tadinya aku gak mau maafin kamu dengan mudah, setelah apa yang aku rasain, rasanya gak adil buat aku kalo kita masih bersama apalagi sampai nikah. Tapi, hati aku emang gak mau sama orang lain, kamu pertama dan satu-satu nya orang yang ku minta sama Tuhan". Rega menyembunyikan wajahnya diceruk leher Rani, mencium di beberapa bagian demi menghilangkan nyeri dihatinya.

"Aku bajingan yang beruntung karena bisa dapetin kamu lagi. Sayang, aku mau bilang sesuatu sama kamu tapi tolong jangan marah apalagi menjauh dari aku."

Rani hendak mengubah posisi tapi ditahan oleh Rega, dia tidak sanggup melihat mata Rani bila mengatakan yang sebenarnya. Biarlah seperti ini.

"Aku ganteng, dan kamu gak mau melewatkan kesempatan ngelihat muka aku. Tapi coba lihat disana, indah kan". Wanita itu mengikuti arah telunjuk Rega, ia terkagum karena lingkaran itu sangat indah. Keadaan malam hari membuatnya tampak berkilauan memukau mata. Rega menelusupkan jari mereka menjadi satu, hatinya menghangat dengan hal kecil seperti ini.

"Aisyah hamil. Papi dan semuanya udah tahu tentang kita, kecuali mami".

Hening

Rani mengerti apa yang diucapkan suaminya, tapi dia tidak tahu harus memberi respon apa selain berpikir jika inilah alasan kenapa Susi tampak tak peduli dengannya di acara Winda tadi. Jadi mereka semua sudah tahu termasuk Aisyah.

"Sayang, aku bilang gini biar kamu gak perlu risau soal Aisyah atau pun bang Ari. Aku gak akan biarin mereka nyentuh kamu, kita sudah janji untuk hadapi sama-sama". Takut, itulah yang dirasakan oleh Rega ketika tak mendapat jawaban apapun dari Rani. Dia tidak bisa kehilangan wanita ini lagi, Rega bisa mati kalau Rani meninggalkannya untuk kedua kali. Pria itu akhirnya membalik badan Rani dan menatap lurus sepasang mata yang mulai menunjukkan kekhawatiran tersebut.

"Aku gak tahu harus apa. Sekarang semua keputusan ada sama kamu".

"Papi minta supaya aku milih salah satu dari kalian. Aku gak bisa ngelakuin itu sekarang". Rani masih tak memberikan reaksi yang menenangkan, tidak ada kata yang terucap dari bibirnya. Rega mau saja menghentikan pembahasan ini tapi semua akan semakin kacau bila Rani tidak tahu keadaan sebenarnya. Dia seperti sedang dilempar ke dasar laut, terombang-ambing dalam ketidak pastian apakah jalan yang mereka tempuh sudah benar.

"Aku benar-benar gak tahu harus apa. Ayang, aku percaya sama kamu sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, pria dewasa yang gak akan gegabah dalam mengambil keputusan. Aku gak akan kemana-mana selagi kamu masih menginginkan aku disamping kamu, urusan permintaan papi, kita bisa cari solusi lain yang mungkin lebih baik dari sekedar pilihan. Kamu harus kuat ya?"

Apa kalian merasakan ketulusan Rani dalam tutur katanya yang membuat Rega sekali lagi tak akan pernah melepaskan perempuan itu. Rani adalah permata yang sangat mahal harga nya.

"Kenapa kamu sangat percaya sama aku? Padahal kita sama-sama tahu, kalo dulu aku udah nyakitin kamu." Rani menyunggingkan senyum bahagia yang terselip luka, dia merapikan rambut pria itu dengan jari lentiknya.

"Karena kamu adalah laki-laki pilihan Tuhan, dan aku percaya pada sebuah proses bahwa meraih kebahagiaan gak cuma tentang perjuangan, melainkan bertahan didalam keadaan sulit sekali pun."

Ya, itu adalah keyakinan nya selama ini. Banyak orang yang mungkin lebih baik dari Rega, pintar, tampan dan kaya, sempurna menjadi suami tapi Rani tak bisa melihat itu semua. Aneh memang karena Tuhan menitipkan rasa cinta begitu besar untuk orang seperti Rega, dia hanya meyakini kalau seburuk apapun orang itu bila kita mampu menerimanya sepenuh hati maka Tuhan pun akan membantu merubah hitam menjadi putih. Rega bukan lelaki brengsek yang tidak mengenal aturan main, dia hanya buta arah ketika dirinya merasa dituntut oleh tanggung jawab. Rani belajar dari sekian banyak masalah yang pernah mereka lewati, dan ternyata benar adanya.

Rega memang kejam mengambil keputusan menikahi Rani tanpa peduli perasaan orang lain, tapi lelaki itu bukanlah orang jahat yang akan mencampakkan istri pertamanya meskipun sudah ada Rani. Dia lebih baik dari itu.

Rega & Rani ( Book - 2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang