Chapter (59)

146 17 22
                                    

Tiga orang yang sedang dilema secara bersamaan membuat mereka tampak seperti patung kesenian yang dikelilingi kabut gelap penuh kesunyian dan kesedihan, Rani mengurung diri dalam ruang kerja nya sambil menatap figura keluarga. Disana masih lengkap kedua orangtua dan ketiga adiknya, tertawa menghadap kamera seakan tak pernah tahu bahwa akan ada waktu mereka harus berpisah dan tak pernah bertemu lagi. Masa kecil yang menyenangkan, cinta yang dilimpahkan kedua orangtua nya membuat Rani tumbuh menjadi sosok yang penuh kasih sayang hingga tak pernah berpikir jika akan melukai orang lain semasa hidupnya, tapi perjalanan hidup membawa mereka ke muara yang dalam dan menghanyutkan. Airmata nya tak berhenti meleleh mengenang bagaimana ibu dan ayah memberikan nya semangat ketika mengikuti perlombaan cerdas cermat, meski akhirnya kalah Rani tetap senang karena orangtuanya hadir disana. Ketika dia lulus sekolah menengah akhir, Rani tahu bahwa jiwanya berada di bidang desain pakaian namun melihat kondisi keluarga mereka yang membutuhkan penopang lebih dari satu yaitu sang ayah, maka ia merelakan masa senang-senang nya untuk bekerja. Bertemu dengan Susi, Arifin juga Ari adalah suatu keberkahan. Ia membutuhkan uang saat itu demi membantu ayahnya mencukup kebutuhan keluarga, mengesampingkan keinginan untuk segera lulus kuliah. Ditempat kerja ia pun dikelilingi orang hebat, semangat dan dukungan ia dapat dari Susi yang memang pekerja keras juga tingkah lucu Arifin. Rani bekerja selama satu tahun diperusahaan Ari, lalu memutuskan untuk mengambil kuliah malam hingga menyandang gelar sarjana. Lalu datang sosok Winda yang menjadi pahlawan nya beberapa waktu lalu, dengan bertemu lagi orang baru ia juga semakin dipenuhi oleh kasih sayang. Rani sangat berterima kasih kepada Tuhan, persahabatan mereka sangat lengkap dan akan selalu abadi sampai kapanpun.

Perempuan itu menelungkupkan wajah diatas meja kerja, tidak kuasa menahan kerinduan pada masa lalu yang semakin menyesakkan dada. Ia menangis sendirian meratapi kepedihan ini, membayangkan kalau ia benar-benar sendirian didunia ini semakin menyakitkan hati. Rani memang sudah dilatih menjadi kuat, tapi melawan kenyataan hidup tanpa pendampingan dari siapapun juga bukan sesuatu yang mudah. Ia masih membutuhkan kedua orangtuanya, wanita itu menangis meluapkan segala kesakitan nya dalam kesunyian malam ia tak menutupi lagi betapa rapuh dirinya.

Wajah-wajah yang menghiasi hidupnya semua terbayang, Rani tahu ia telah melakukan kesalahan menghancurkan kebahagiaan orang lain namun ketika hatinya tidak sanggup berpaling dari Rega maka ia pun berusaha keras berjuang.

Rega, lelaki itu berdiri didepan pintu ruangan yang didalam nya ada Rani sedang menangis. Rintihan yang setiap kali memasuki indera pendengaran nya seperti bom, meledak menghancurkan segala yang keegoisan dan juga keprihatinan dalam diri pria itu. Ia memandang kaca tebal itu dengan hati yang sama sakitnya, Rega tidak perlu memperjelas seberapa gilanya ia mencintai Rani sampai ketakutan nya semakin menggunung. Ia tak akan bisa melepaskan wanita itu meski seluruh semesta memaksa mereka berpisah, Rani adalah tanah tempatnya berpijak, ia adalah langit dimana Rega bernaung dibawahnya. Rani adalah bulan di malam hari, matahari yang memberikan cahaya kehidupan.

Setiap aliran darah dalam tubuh Rega sudah terisi namanya, sulit melenyapkan nama Rani dari diri pemuda itu saat semua telah terukir dengan sempurna. Bersandar pada penghalang antara dirinya dan Rani, tubuh tegapnya terperosot kebawah menutup wajah meresapi setiap isakkan pilu yang berasal dari Rani.

Tuhan, aku percaya keputusan mu adalah sebijak-bijak nya hakim didunia ini.

Dilangit malam yang sepi tanpa kehadiran bulan atau pun bintang, Aisyah duduk diatas ranjang rumah sakit memandangnya penuh keheningan. Tanpa siapapun yang menemani, perempuan itu baru saja kehilangan calon bayi nya bersama Rega. Anak yang diharapkan nya sebagai alasan utuhnya rumah tangga mereka memutuskan untuk tak pernah wujud dalam bentuk bayi mungil yang lucu, mimpi itu perlahan memburam dalam ingatan Aisyah yang semakin tidak terkendali. Ia lelah menangisi semua kepedihan ini, egois yang meraja lela dalam dirinya berhasil membuat Aisyah menjadi perempuan angkuh dan jahat. Diatas kesadaran yang dia miliki, Aisyah melupakan bahwa selama ini dia telah merusak kebaikan hanya untuk mengikuti nafsu kemarahan dan kebencian. Ia menutup wajah menggunakan kedua telapak tangan, menangis bercampur malu pada apa yang telah ia lakukan. Menyesal adalah perasaan yang selalu datang ketika semua telah berakhir, kini ia hanya bisa menangis melihat dunia dengan pandangan yang tidak lagi sama.

Teringat pada setiap kata yang ditujukan Rega kepadanya, Aisyah sadar seratus persen kalau sekarang ia tak lebih dari seorang penjahat yang sudah kalah. Bukan seperti itu ungkapannya, dari awal ia juga sudah kalah. Melakukan tindakan rendah kepada Rani hanya karena ia tak mau ego nya terluka, apalagi selama ini dia merasa bahwa sudah melakukan yang terbaik untuk Rega tapi pria itu justru tak bisa mencintainya.

Ada banyak orang yang memihak kepada Rani tanpa melihat usaha kerasnya dalam membangun chemistry dalam rumah tangga yang hambar, semua orang hanya melihatnya sebagai orang ketiga dalam hubungan Rega Rani tanpa merasakan pedihnya menjadi istri bayangan selama bertahun-tahun. Saat Rega bersetubuh dengan nya namun justru mata lelaki itu tak melihat dirinya, betapa rusaknya jiwa Aisyah. Ia merasa sakit yang luar biasa, tapi tetap saja ia mampu menjaga sikap dihadapan semua orang menunjukkan kalau mereka baik-baik saja. Tiba hari dimana ia melihat masa lalu Rega berdiri didepan mata, Aisyah mulai goyah bersamaan kepercayaan nya terhadap Tuhan. Ia kira akan jadi pemenang dalam cerita ini tapi Aisyah salah, dia hanya menggantikan pemeran utama sementara waktu.

Menangisi untuk hal yang sama berkali-kali juga tak membuat Aisyah kembali dipandang baik oleh semua orang, buktinya kemarin karma datang secepat yang dia kira, berharap Rani mendapatkan rasa malu luar biasa atas tindakan nya, Aisyah dibungkam oleh seribu kata menyakitkan dari bibir orang lain yang tak lain adalah sahabat Rani, Winda. Kemunculan tiba-tiba perempuan itu membuka kenyataan yang lebih sadis lagi, namun semuanya kebenaran mutlak.

Sekarang, Aisyah sudah paham bahwa kadang hidup bertindak semaunya tanpa memikirkan hati yang menjalani, jelasnya Tuhan selalu memberikan rasa sakit sebelum kesenangan itu datang. Perempuan itu menangis menekuk kakinya, menyembunyikan wajah diantara menikmati rasa sakit yang mulai meremukkan seluruh tulang dan sarafnya.

Mereka yang berjuang akan selalu mendapatkan hasil yang pantas, dan mereka yang berusaha merebut hak milik orang lain hanya akan mendapatkan kekecewaan.

Lalu, siapa yang diambil dan mengambil? Tidak ada.

Ketiga orang yang memang sudah menjalani kehidupan sesuai takdir, sekarang telah siap membuka lembaran baru dalam hidup mereka. Mungkin saja hari ini adalah terakhir kesedihan itu datang, esok hari siapa yang tahu?

Seperti kotak pandora yang selalu menyimpan berbagai macam misteri, Tuhan memiliki rencana sendiri.

Rega dan Rani akan selalu menjadi sejarah, dalam ingatan semua orang.

Dan Aisyah

Tuhan mengirimkan hadiah lain yang bisa menyembuhkan lukanya, siklus kehidupan secara nyata memang akan selalu seperti itu. Tinggal menghitung hari, dan semua nya akan selesai. 

Rega & Rani ( Book - 2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang