Chapter (32)

153 20 8
                                    

Suasana di lorong rumah sakit mendadak hening ketika bunyi tamparan melayang di wajah Rani, kulit putih milik gadis itu meninggalkan bekas merah yang berasal dari jari Aisyah. Bukan hanya Rega, tapi Rani juga tidak mengantisipasi apa yang akan dia terima dari istri pertama suaminya. Orang-orang mulai menatap mereka sambil berbisik membicarakan apa yang tidak diketahui namun seolah membenarkan tindakan Aisyah.

"Aisyah! Apa yang kamu lakukan?!" Rega menghentak lengan perempuan itu ke belakang dan melihat wajah istrinya yang banjir airmata.

"Harusnya aku yang nanya sama kamu! Apa ini Rega? Apa kamu gak mikir kalo kalian udah keterlaluan sama aku, kamu masih berharap aku nerima semuanya dengan mudah? Aku berhak atas diri kamu, aku istri kamu didepan semua orang, hukum dan Tuhan! Aku berhak atas kamu, Rega. ." Aisyah tidak sanggup bicara dengan suara lantang lagi, dia merintih diujung kalimat yang terucap. Dadanya terbakar api cemburu yang meledak-ledak, disaat kepala nya terus berpikir hal baik untuk kehidupan selanjutnya lelaki itu justru membuatnya semakin merasa tidak berguna. Rani bergeming ditempatnya sambil menahan nyeri di pipi, belum hilang ketakutan nya setelah lepas dari maut dan sekarang dia menghadapi kemarahan Aisyah. Rani benar-benar harus kuat menerima semua ini. Rega tidak tega melihat istri pertamanya menangis, dia juga tidak mau membuat orang-orang semakin memperhatikan keributan, pria itu memeluk Aisyah dihadapan Rani menimbulkan luka baru dan dunia berhenti berputar beberapa detik.

Rani melihat itu semua dengan keluasan hati yang dia miliki, Aisyah menangis histeris didalam pelukan suaminya memukul dada lelaki itu dengan sisa tenaga yang dia miliki. Fisiknya melemah hingga tak kuasa menahan kelelahan yang berasal dari kenyataan hidup, Aisyah hampir terjatuh namun berhasil didekap erat oleh Rega.

"Kamu perempuan baik, Rani. Aku tahu kalian punya masa lalu yang belum selesai, tapi apakah harus dengan melakukan ini semua? Kenapa kamu gak membiarkan aku menjadi masa depan nya." Rega ingin bersuara tapi sungguh dia tak mampu mencela perkataan Aisyah, dia dilanda kebingungan dan rasa bersalah diwaktu yang sama.

"Bertahun-tahun aku berjuang sendirian menerima kenyataan bahwa suamiku masih mencintai mantan kekasihnya, dan sekarang disaat aku merasa bahagia atas buah perjuanganku hampir berhasil, kamu malah merusak semua itu. Sakit, hati aku sakit banget tapi aku gak bisa kehilangan suamiku, aku gak mau anakku kehilangan ayah nya. Kenapa Rani? Kenapa kamu tega melakukan nya?"

Rani menjatuhkan airmata nya mendengar kalimat yang dikatakan Aisyah, dia seperti menelan bara api yang sangat panas dan menyiksa. Aisyah memandangnya begitu lekat seolah ingin perempuan itu tahu bahwa dia memang menghancurkan usaha yang selama ini dia lakukan.

"Pria ini, orang yang memintaku menjadi istrinya. Hanya sebatas istri sah, aku gak pernah ada dalam hatinya. Aku menanggung kesepian dalam rumah ku sendiri selama bertahun-tahun, aku gak pernah melihat cinta didalam matanya, semua yang kudapat itu hanyalah bayangan semu. Dia mencintai kamu, dan sekarang kamu juga menyambut perasaan itu tanpa melihat usaha ku. Untuk apa aku hadir dalam hidup kalian? Untuk apa aku menghabiskan sisa hidup aku diantara dua orang yang saling mencintai, aku terlihat seperti orang jahat disini padahal kalian yang telah menyakiti ku!"

Aisyah meronta melepaskan pelukan Rega, pria itu berusaha menenangkan nya namun wanita itu sudah terlanjur sakit hati. Dia telah memakan buah simalakama, belati itu berhasil menancap di ulu hatinya.

"Aisyah. Maafkan aku". Rani mencoba menyentuh kedua tangan Aisyah namun dia menjauh, tidak ingin menerima permintaan maaf itu dengan mudah karena hatinya belum sepenuhnya menerima.

"Enggak, Rani. Aku gak bisa menerima perbuatan kalian semudah kamu mengambil keputusan menjadi istri kedua suamiku, aku gak sebaik itu".

Rega memandang sedih wajah kedua istrinya, kenapa Aisyah hanya menyalahkan Rani? Padahal disini dia juga ikut bersalah, dia yang tak bisa mengambil keputusan tapi Aisyah bahkan tak memandang nya seolah semua kejadian ini hanya Rani yang melakukan nya. Pria itu menarik tangan Aisyah dan memaksa  untuk melihat kearahnya, dia tidak bisa membiarkan Rani tersudut sendirian. Dia tidak ingin dunia menyalahkan Rani saja, cinta Rani telah menguatkan Rega hingga detik ini.

"Aisyah. Semua salah aku juga, kamu bisa marah sama aku karena kejadian ini tapi aku mohon jangan menyalahkan Rani aja. Aku juga berhak menanggung dosa nya". Bukannya senang mendengar kata-kata itu, Aisyah justru tertawa sumbang melirik Rani yang menunduk. Kekehan yang mengandung kesakitan luar biasa.

"Kamu dengar kan? Dia bahkan gak rela aku nyalahin kamu sendiri, aku membutuhkan tahun-tahun menyedihkan untuk bisa membuatnya nyaman tapi kamu? Kalian bahkan baru ketemu beberapa kali, dan semuanya kacau." Aisyah menjauh dari kedua orang itu, dia tidak tahan lagi menghadapi mereka yang tak ada rasa penyesalan sama sekali. Meski Rega mau pun Rani menampilkan raut bersalah, Aisyah tahu bila itu bukan tertuju untuk pengkhianatan melainkan perbuatan yang terlanjur selesai.

Dia ingin berbalik pergi dari sana membatalkan apa yang direncanakan diawal namun semua berlalu begitu cepat, Regina terlanjur melihat dan mendengar semua nya. Wanita tua itu entah sejak kapan dia ada disana dengan sorot terluka yang amat dalam menampilkan senyum melihat wajah putranya, Rani semakin membeku sadar kehadiran Regina dan Rendra.

Tuhan sedang menghukum mereka berdua karena telah lancang melanggar janji dalam sebuah rumah tangga, biar bagaimana pun restu Aisyah juga harus ada tapi kalau pun Rega mengutarakan niat hati mengambil Rani sebagai istri, Aisyah tidak mungkin menyetujui keinginan tersebut.

"Mami. ." Bisik Rega dengan suara tercekat, kalian ingat pepatah yang mengatakan sudah terjatuh tertimpa tangga pula.
Keadaan nya sekarang sama persis dengan kalimat malang itu.

Regina berjalan mendekat tanpa mengalihkan matanya dari dua wajah yang amat dia percayai bahwa tidak akan mengecewakannya, Rega dan Rani. Kenapa mereka berdua harus melukai Regina dengan cara yang paling menyedihkan seperti ini, dia kehilangan pijakan didepan anaknya sendiri. Perempuan itu ingin menampar Rega tapi terhenti karena dia tak sanggup melakukan nya. Rega terduduk didepan ibunya memeluk kedua kaki perempuan itu sambil mengatakan maaf. Tak ada suara yang keluar, bernafas pun jadi sulit bagi Regina. Dia tak memandang siapapun kecuali lorong yang sepi dan penuh kehampaan. Rendra tidak melakukan apa-apa selain melihat prihatin kepada sang istri yang syok, dua menantu yang sama-sama tersakiti, dan putranya yang kini meminta ampun.

Mereka belum selesai, hari-hari penuh sandiwara akan segera dimulai. Bersiaplah sayang karena kita akan mengencangkan pegangan, bila tak ingin terjatuh maka jangan pernah menantang takdir. Semua manusia memiliki pendirian nya, tapi tak akan pernah bisa melarikan diri pada hakikat yang Esa.

Rega & Rani ( Book - 2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang