Chapter (14)

175 22 27
                                    

Mereka pergi dari butik milik Rani untuk makan malam bersama, tidak ada yang memulai semua terjadi begitu saja mengikuti naluri sebagai dua orang yang saling merindukan. Tidak ada perbincangan yang membahas perasaan, hanya keheningan menemani mereka duduk disebuah tempat makan sederhana berlokasi cukup jauh dari keramaian.
Rega terus memandangi wajah pucat milik Rani, gadis itu menghabiskan hampir satu jam menangis didalam pelukannya. Namun itu tak akan cukup menggambarkan bagaimana hati Rani yang sesungguhnya, satu jam tidak akan cukup menggantikan enam tahun yang sia-sia karena meratapi betapa ia sangat bodoh mencintai pria seperti Rega.

Pelayan datang membawakan mereka makanan, mengeluarkan airmata juga membutuhkan tenaga jadi ketika aroma kuah soto menguar perut Rani langsung berbunyi. Membuat pria dihadapannya tersenyum, gadis-nya kelaparan.

"Masih suka soto kan?" Rega menambahkan sedikit perasan jeruk, kecap dan cabe lalu mendorong mangkuk penuh itu kearah Rani. Wanita itu akan senang jika saja Rega bukan suami orang, diperlakukan seperti ini sangatlah membahagiakan tapi ini semua semu.

"Kamu makan apa?" Rani memberanikan diri bersuara, terlalu lama bungkam membuat wanita itu segan berbicara.

"Kamu dulu yang makan, aku masih kenyang". Dia menatap asap yang berasal dari soto dengan nafas sesak, antara lapar dan malu ia ingin sekali melahap habis makanan itu tapi dengan Rega yang terus menatapnya, Rani enggan terlihat konyol. Menyadari Rani hanya memandang hidangan tanpa menyentuhnya, Rega tahu perempuan itu masih belum bisa menerima keberadaan nya. Dia memalingkan wajah kesamping melihat kesembarang arah.

"Aku tahu kamu malu. Jadi, makan selagi aku gak ngelihat ke kamu. Habisin ya".

Rani tak bisa menyembunyikan rona merah dipipi karena perkataan Rega, ia merasa kulit wajahnya terbakar. Pria itu, dia selalu bisa mengetahui sekecil apapun masalah dalam diri nya. Tanpa menunggu Rega mengatakan apa-apa lagi, Rani mulai menyuapkan soto kedalam mulutnya. Asin dan gurih yang menyatu membuat gadis itu merasa menemukan kehidupan, sungguh bersedih itu melelahkan. Kalau saja dia bisa bahagia tanpa beban, Rani ingin sekali terbang mengelilingi hamparan langit yang tiada batas. Membawa semua harapan barunya pada hidup yang penuh misteri.

Rega melihat pantulan bayangan wanita itu dari cermin, diam-diam menyunggingkan senyum. Dia tak pernah seperti ini, sudah sangat lama tidak merasakan perasaan jatuh cinta seperti anak remaja ingusan yang baru pertama kali mengenal wanita. Rega bersumpah kalau Rani sangat menggemaskan saat makan, kacamata yang selalu dia pakai entah kenapa sangat cocok diwajah itu. Ciri khas yang sangat dicintainya dalam diri Rani. Ditengah pengamatan nya memandang Rani makan, dia merasakan ponsel didalam saku bergetar. Hal itu membuat Rani menghentikan gerakan tangannya menyendok, menatap wajah Rega yang berubah dingin. Ada apa?

Belum sempat Rani mengatakan apapun, Rega sudah beranjak dari kursinya. Lelaki itu keluar kafe dan menempelkan ponselnya ketelinga, Rani tidak tahu siapa yang menelpon tapi sangat jelas kalau wajahnya menampilkan kecewa.

Dengan cepat dia menyudahi makan, melihat Rega tertawa sambil berbicara. Kalau boleh menebak, dia yakin itu Aisyah. Lagi-lagi jantungnya seperti diremas karena tersadar jika semua yang tadi mereka lakukan adalah kesalahan. Bukan Rani tidak tahu atau tak mengerti kalau Rega sudah memiliki istri, dia juga manusia yang memiliki keterbatasan dalam mengendalikan hasrat untuk mendekap pria itu.

Apa dia menjadi egois jika ingin terus berdekatan dengan Rega? Setidaknya sampai ia menemukan tempat yang tepat untuk dijadikan rumah baru. Dia hanya mau melihat wajah tampan itu lebih lama sebelum akhirnya berpisah lagi, Rani ingin sekali saja melakukan apa yang tidak sempat ia lakukan ketika mereka bersama dulu.

Rani membayar tagihan makan dan menyusul pria itu keluar, langkahnya sangat pelan dan berat.

"Kamu makan yang banyak, biar nanti kalo aku pulang kita bisa bercinta sampai pagi".

Rega & Rani ( Book - 2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang