Chapter (47)

131 16 24
                                    

Gadis bertubuh tinggi sekitar 165 cm tersebut berjalan santai diantara kerumunan orang ramai, rambut panjang yang dipakaikan penutup kepala menyatu dengan mantel berbahan lembut itu mengedarkan matanya mencari tempat yang dimaksud oleh sang kekasih. Anggap saja hanya dia yang mengklaim jika Betran adalah pacarnya, karena sejak mereka berkenalan Loren selalu melakukan apa yang dia inginkan dari pria itu. Seperti menawarkan diri jadi kekasih, mengajak menikah atau rencana pertunangan ini adalah ajakan dari nya saja. Pertama kali melihat lelaki tampan yang kesepian duduk direstoran mahal berbintang, dia langsung tergerak untuk menegur dan mengajak nya bicara. Sikap jual mahal Betran membuat Loren semakin semangat mengetahui segala hal tentang nya, pria itu tidak pernah tertarik dengannya tapi jangan panggil namanya Lorena Clowie jika seorang Betran saja tidak dapat luluh. Lima tahun cukup berjuang bagi Loren menyusup hati pemuda itu, kini saat nya dia membuka langkah baru bersama orang tercinta.

Dia meletakkan kacamata berwarna coklat yang bertuliskan merk terkenal dengan harga yang lumayan menguras kantong, terbiasa hidup glamour menjadikan Loren tidak hanya duduk manis. Dia bekerja keras untuk bisa mendapatkan yang dia mau, tidak ada yang instan bahkan pop mie sekali pun. Selama menunggu kedatangan Betran dia menghidupkan ponsel, membuka aplikasi sosial media mencari hal baru yang mungkin bisa menghibur otak kecilnya dari kepenatan kerja. Perempuan itu memesan segelas es jeruk peras, ayolah walaupun dia lama tinggal diluar negeri tapi jangan heran pada selera makannya yang sangat Indonesia sekali. Di Hamilton tidak menyediakan nasi liwet, es teh manis apalagi sambal durian matah jadi Loren ingin memanjakan lidah sepuasnya sekarang. Meski belum bisa melakukan itu semua, dia membutuhkan istirahat lebih dulu mungkin juga bermain-main dengan Betran melepas rindu kemudian tidur.

Sudah lewat setengah jam dia menunggu tapi belum ada tanda-tanda kekasihnya akan muncul, menyimpan benda elektronik itu kedalam tas kecil yang dikalungkan ditubuhnya Loren melihat kesana-kemari, juga tak menemukan Betran dimana pun. Mencoba mengalihkan perhatian dengan meminum es nya, Loren merasakan seseorang menyentuh pundaknya.

"Kamu pakai mantel dicuaca panas? Ini Jakarta, Lorena."

Gadis itu bersorak senang melihat wajah merengut Betran, berdiri hanya agar bisa memeluk pria itu kemudian dengan tidak sadar dirinya mencium bibir Betran. Sadar mereka jadi pusat perhatian, Betran mendorong kening Loren menatap sengit gadis itu. Sedangkan Lorena hanya bisa meringis merasakan keningnya disentil oleh jari besar kekasihnya.

"Sakit! Kamu kenapa sih? Aku kan Cuma cium sebentar, kangen banget tahu". Tingkahnya yang selalu berlebihan dari orang normal kadang membuat Betran malu sendiri. Gadis aneh yang berhasil membuatnya peduli selain Rani.

"Kamu mau dituntut karena melakukan tindakan asusila didepan umum? Ini Indonesia, Loren. Bisa gak jangan main nyosor kayak bebek?" Lorena mengerucutkan bibir mendengar kemarahan Betran, tapi dia memang sudah kebiasaan. Memeluk lengan pria itu bersandar dibahu nya, siapapun yang melihat nya pasti akan setuju jika mereka berdua sangat serasi. Penampilan mereka benar-benar membuat beberapa pasang mata iri dengan Lorena, apalagi mata tajam yang Betran punya sungguh melelehkan hati para gadis.

"Aku gak tahu kalo kamu berisik banget, pulang yuk! Aku masih belum puas tidur, capek banget duduk selama berjam-jam."

Betran tidak menyahuti tapi tangannya membawa koper berwarna hitam milik Loren, membiarkan gadis itu tetap bergelayut manja dilengannya berjalan keluar menuju parkiran. Membukakan pintu untuk pacarnya, kemudian setengah berlari masuk dari arah lain. Lelaki itu belum bisa sepenuhnya menerima Lorena Clowie dalam hati nya, tapi sikap manis yang dia tujukan sangat tulus atas dasar kemauannya sendiri. Betran selalu manis dan peduli dengan hal-hal kecil yang dibutuhkan Lorena, sampai memasang sabuk pengaman pun dia lakukan karena perempuan itu sudah memejamkan mata tidak peduli jika mereka bisa saja ditilang polisi akibat tak mematuhi aturan berkendara.

"Kebiasaan." Gumamnya pelan, membenarkan posisi kepala Loren lalu sedikit menurunkan tempat duduk agar wanitanya bisa beristirahat santai. Loren membuka mata menahan dagu Betran tepat didepannya, merasakan hembusan nafas yang mengenai wajahnya.

"Loren, jangan aneh-aneh". Peringatan Betran sama sekali tidak berpengaruh pada kehendak Lorena yang sejak tadi ingin menikmati kehangatan bibir pria itu.

Dia mendekatkan wajah lebih dulu, mencium bibir Betran menghisap bibir lelaki itu sensual. Lelaki seperti korek api yang jika dipantik pasti akan menyala, dia menekan kepala Lorena agar lebih leluasa merasakan manis dari es jeruk yang diminum perempuan itu tadi. Saling menyesap membelit lidah hingga ketukan di jendela menyadarkan Betran agar menjauh, Lorena mengumpat kesal.

"Fuck!"

"Hati-hati dengan bibir mu, Lorena. Aku tidak suka kamu mengumpat seperti itu."

Ia memutar mata malas kemudian melihat seorang penjaga keamanan yang tidak henti mengetuk jendela. Betran menurunkan kaca mobil lalu bertanya pada penjaga tersebut.

"Maaf pak, kendaraan anda menghalangi mobil lain yang ingin keluar". Ujarnya menunjuk kebelakang kendaraan Betran dan benar saja, sudah ada tiga mobil yang menunggu mereka bergerak. Sial

"Astaga. Maaf ya pak, jadi kacau gini", sahut Betran ramah kemudian menyalakan mobil dan meninggalkan area parkir. Lorena masih belum puas melepaskan kerinduannya, nekad adalah ciri khas yang dimiliki nya. Tangan lentik milik perempuan itu meraba paha Betran yang fokus menyetir.

"Lorena".

"Apa sih? Berisik deh, biasanya juga diem aja".

Betran tidak percaya kenapa lima tahun ini betah bersama gadis mesum seperti Loren, bukan karena dia tidak suka tapi ayolah! Mereka sedang dijalan, Betran tidak fokus mengemudi jika jemari milik Loren tidak berhenti mengusap pusat tubuhnya dari tadi.

"Sialan, kamu mau kita berhenti di hotel dulu atau bercinta di mobil tidak terlalu buruk. Lorena!" Geraman Betran memancing gelak tawa Loren yang akhirnya menjauhkan tangan, brengsek. Dia dikerjai oleh gadis tengil ini, astaga Betran sudah sangat mengeras. Shit

"Pulang kerumah dulu, aku gak mau jadi tontonan heboh dan masuk ke Lambe turah karena melakukan hal tak senonoh. Sial, lihat muka kamu sayang! Memerah karena nafsu". Brengsek

Jangan salahkan Betran jika dia membanting setir ke kiri mencari hotel terdekat demi menuntaskan hasrat, Lorena harus menerima balasan karena sudah membangunkan adik kecil nya. Oh jerk!

"Wow wow, slow down baby. Aku gak mau mati muda, kita bahkan belum menikah!"

"Fuck!"

Lorena sekali lagi tertawa melihat raut kesal kekasihnya, dia sangat merindukan lelaki itu dan menggodanya adalah sesuatu yang menyenangkan. Lorena tahu, dia belum sepenuhnya memenangkan hati Betran tapi setidaknya dia sudah memiliki lelaki itu meski hanya tubuhnya. Gadis itu tersenyum memalingkan wajah keluar, berharap jika suatu saat, atau setelah mereka menikah Betran akan mencintainya seperti yang Lorena lakukan kepadanya.

"I Love You, Jerk!" Bisik nya lirih.

Betran menoleh kesamping mendengar lirihan Lorena yang mengucapkan kata cinta.

"I know, baby". Loren tersenyum mendengar balasan cinta nya dari Betran, masih belum mendapatkan yang setimpal meski sudah melewati waktu yang lama. Tidak apa-apa Lorena, tidak apa-apa.

Siapapun gadis itu, dia yang menjadi cinta pertama kekasihnya. Semoga Lorena tidak pernah bertemu, karena dia tidak sanggup melihat betapa sempurna nya orang yang telah membuat Betran tidak bisa berpaling. Dia tidak ingin menjadi kecil setelah tahu siapa gadis, sang cinta pertama calon tunangan nya.

Rega & Rani ( Book - 2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang