Chapter (67)

186 24 12
                                    

Tidak ada yang pernah mengira kalau hidup seseorang bisa melewati begitu banyak cobaan, disaat orang-orang mungkin menilai tawanya tanpa tahu dibalik itu semua ada tangis yang tak bisa dihentikan hanya dengan satu usapan, memandang kehidupan dari sudut yang berbeda setiap kali ujian mendatangi kita, bukan sesuatu yang mudah untuk dilalui.

Langit membentang sangat cerah hari ini, semua orang tertawa, didalam hati doa-doa baik dipanjatkan kepada yang maha Esa. Harapan baru, mimpi dan juga keinginan agar takdir lebih ramah dari sebelumnya.

Rega, duduk dihadapan seorang wali yang akan mewakilkan ayah Rani untuk berjabat tangan kedua kalinya demi mengubah status mereka menjadi sah dihadapan semua orang. Dia belum pernah setakut ini berhadapan dengan siapapun, bahkan ketika dulu ia mengucapkan ijab kabul untuk Aisyah. Kali ini, dengan segenap hati dan jiwanya Rega telah siap menyerahkan seluruh nafas kepada satu-satu nya wanita yang akan menjadi teman hidup sampai akhir perjalanan. Rani tak melepaskan genggaman mereka, seakan itu adalah caranya memberik kekuatan kepada Rega untuk mengubah seluruh kisah ini menjadi lebih sakral dan abadi.

Keluarga, kerabat dekat serta adik-adik Rani turut menyaksikan dengan suka cita, sahabat yang selalu setia ada bersama mereka. Betran dan Lorena pun tak henti tersenyum, ikut merasakan kebahagiaan dua insan itu.

"Aku benar-benar gak punya mas kawin buat kamu, kalian melakukannya mendadak dan sama sekali gak terbaca sedikit pun". Pria itu sudah berubah penampilan, dari yang sedikit berantakan menjadi lebih rapi. Meski tetap memakai jas yang telah dipilihkan ibunya, semua orang merencanakan kejutan ini dan ia terharu. Rani tersenyum, menoleh sebentar kearah lelaki itu.

"Aku Cuma perlu kamu mengucapkan ikrar sekali lagi, dan mas kawin, aku udah punya semuanya."

Penghulu menatap mereka berdua bergantian, lalu mulai membaca tentang hukum pernikahan sebelum berumah tangga, ayat pembuka lalu bertanya kepada Rega apakah dia sudah siap melakukan prosesi ini, ia mengangguk mantap penuh keyakinan.

Semua orang senyap, khidmat dan benar-benar meresapi setiap hembusan angin yang membelai seluruh tubuh. Bahkan Winda yang sejak tadi tak berhenti mengelap airmata harus mendapatkan cubitan kecil dari suaminya. Benar-benar!

"Ananda Rega Setiawan binti Ridwan Setiawan, aku nikah dan kawinkan engkau dengan putriku yang bernama Rani Anggraini, dengan mas kawin seperangkat alat sholat, serta satu set perhiasan dibayar tunai".

Rega masih bergeming, seluruh tubuhnya mendadak kaku dan kesulitan bersuara. Cemas yang memenuhi dirinya membuat semua orang menunggu jawaban dari mempelai pria.

Menghirup oksigen sebanyak yang dia bisa, Rega meluruskan tulang punggungnya, yakin bahwa kali ini Tuhan menyatukan mereka diatas doa dan harapan yang nyata. Lelaki itu meneteskan airmata, yang mana belum pernah sebahagia ini.

"Saya terima nikah dan kawinnya Rani Anggraini, dengan mas kawin seperangkat alat sholat beserta satu set perhiasan dibayar tunai!"

"Bagaimana saksi? Sah."

"SAH!"

Rega segera menarik tangannya kemudian menutup wajah tidak percaya bahwa kekasih hati, pujaan yang selama ini dia mimpikan telah berhasil diikat dalam lingkaran suci yang direstui oleh semua orang. Pria itu tak kuasa menahan isakkan yang membuat Ari harus mendekat, memberikan sapu tangan tak lupa ia juga memeluk adik brengsek yang kini sudah dewasa.

"Lo mau diketawain sama semua orang? Brengsek kok nangis!" Kalimat menusuk itu nyata nya mampu menyadarkan Rega, perempuan yang sedari tadi menunggu untuk mencium tangan sang suami pun hanya bisa tersenyum. Rani juga menangis, tapi ia sudah lebih kuat karena beban dipundaknya telah diangkat semua.

Dia lebih dulu membuat janji pada diri sendiri, bahwa setelah ini tak akan ada lagi airmata kesedihan yang keluar melainkan hanya kebahagiaan semata.

Tidak tahu apa yang dikepala Rega, tapi saat Rani meminta tangannya untuk dicium lelaki itu justru menangkup kedua pipi istrinya kemudian mencium bibir wanita itu gemas, didepan penghulu dan wali hakim, jangan lupakan seluruh tamu undangan.

"DASAR BRENGSEK SIALAN! KENAPA HARUS LO JUGA YANG JADI JODOH SAHABAT GUE HAH?!"

Kalau ada yang nekad berteriak ditengah acara seperti ini, yakinlah bahwa hanya Winda yang mampu melakukannya. Dia menangis histeris tidak terima dengan keberuntungan Rega memiliki sahabat baiknya untuk menjadi pasangan seumur hidup. Entah kenapa dia sangat membenci Rega yang telah banyak menoreh luka dihati Rani.

"SAMA! GUE JUGA GAK SETUJU DOG SATU INI DAPET BINI BAIK KAYAK RANI".

Dan yang menimpali sudah pasti memiliki nyawa lebih dari satu, Betran berdiri dengan Lorena yang hanya menatap dirinya tercengang. Calon suaminya sudah gila!

Arifin memijit kepalanya yang berdenyut, dia ingin sekali unjuk rasa tapi tidak sanggup melihat tatapan aneh orang-orang disekitar mereka.

"IZINKAN ACHAZIA PACARAN! TITIK".

Baiklah, sebenarnya ini adalah acara pernikahan tapi kenapa semua orang justru mulai menunjukkan ketidak sukaan mereka. Apa sekarang semuanya sedang membuat Rega terpojokkan? Brengsek

Rani tertawa melihat wajah bodoh suaminya, belum lagi saat Winda mendekat kemudian menempelkan sepotong kue tepat kewajah Rega.

"Harusnya gue lakuin ini dari lama, berhubung baru sekarang ada kesempatan jadi gak apa-apa lah ya beb. Laki bikin gue kesel, gak ngapa-ngapain aja gue engeb lihat muka dia. Nafas aja salah dia tuh, ya kan?"
Tanpa rasa bersalah, tanpa memikirkan bahwa baju yang Rega pakai sangat mahal harganya, perempuan itu mengangkat gelas mengajak semua orang bersulang.

Regina pun ikut tertawa bersama suaminya, Ridwan pun tak habis pikir sebenarnya mereka sedang melakukan apa disini, tapi yang jelas ia tahu bahwa putranya sudah mulai tahu apa itu bertanggung jawab.

Susi pun tak mau kalah, membawa gelas berisi minuman manis ia menuangkan cairan pekat itu keatas rambut Rega.

"BANGSAT! KENAPA GUE DINISTAKAN BEGINI WOI!"

Arifin menambah dengan satu tendangan dilutut lelaki itu, Lorena yang tidak tahu harus melakukan apa hanya meniupkan sepiring bulu-bulu yang tadinya disiapkan untuk memeriahkan suasana.

Semuanya jadi kacau, bahkan penghulu yang belum sempat berdoa hanya bisa menghela nafas kebingungan.

"Doanya gimana pak?" Tanya beliau kepada Rendra yang duduk tak jauh darinya.

"Doa nya dalam hati aja pak". Lugas dan ringkas lelaki itu menjawab, penghulu semakin pusing dan akhirnya memilih menjauh dari sana.

Sekumpulan orang-orang kaya yang aneh, berdoa pun minta dalam hati. Geblek!

"Woiii. Ya allah setan anjing! Berenti siram gue brengsek!"

Ya begitulah mulut Rega yang sebenarnya, sebaik apapun kepribadiannya sekarang tetap saja tak menjamin kalau bibir itu akan berhenti mengumpat kotor.

"Mulut lo bau bangke anjing!"

Kacau, benar-benar kacau!

Rega & Rani ( Book - 2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang