Bab 1

15.9K 698 14
                                    

Selamat datang di karya baruku! Semoga pada suka ya guys !!!

Happy Reading!!!

***

“Berapa usia kamu tahun ini, Cha?” aku mendongak saat ibu bertanya perihal umur. Firasatku tak enak dan tiba-tiba saja aku di serang rasa mual juga pening. Ini bukan sekedar basa basi, aku tahu itu.

“Dua puluh delapan,” jawabku singkat lalu kembali fokus pada televisi di depan yang menampilkan tayangan kurang menarik, tapi terpaksa aku tonton karena tidak mungkin pergi begitu saja di saat ayah dan ibu berada di sampingku.

“Ibu tidak menyangka ternyata kamu sudah dewasa,” ucap ibu dengan senyum lembutnya. “Teman kamu, Mina, sudah punya anak dua loh, Cha,” lanjut ibu, membuatku diam-diam memutar bola mata. Memang apa urusannya denganku?  “Kamu tidak iri memangnya?”

Aku sudah bisa menebak sejak awal ke mana obrolan ini akan mengarah. Dan jujur saja ini yang selalu membuatku malas berada di rumah. Itu juga alasan yang membuatku memilih untuk bekerja cukup jauh dari rumah dan memilih kos walau aku harus menyisihkan uang gaji untuk membayar tempat tinggal kecil yang hanya berisi satu kamar tidur, dapur, serta toilet dan ruang tamu yang tidak seberapa luasnya. Setidaknya di tempat kos aku merasa damai meskipun kerap kali ibu menelepon menanyakan kabar juga calon mantu. Tapi setidaknya tidak seintens saat bertandang ke rumah. Seperti halnya sekarang.

Terkadang aku menyesali keputusan untuk pulang, tapi mana bisa, bagaimanapun aku masih memiliki keluarga, dan sebagai anak yang tidak mau di cap durhaka aku selalu menyempatkan pulang walaupun hanya sebentar, setidaknya aku bisa langsung melihat keadaan ibu dan ayah, memastikan bahwa mereka dalam keadaan sehat.

“Aku gak mau iri sama orang lain, Bu, lagi pula itu sifat yang di benci Tuhan.”

Ayah yang berada duduk di samping ibu memberikan acungan jempolnya ke arahku. Memang hanya pria paruh baya itu lah yang mengerti aku. Ayah tidak pernah memaksaku untuk menikah meski usiaku nyaris kepala tiga. Ayah tetap santai, tidak pernah peduli omongan orang yang mengatakan bahwa aku perawan tua. Berbeda dengan ibu.

“Ibu tenang aja, jodoh itu sudah Tuhan atur, kok, aku gak akan kehabisan,” tambahku saat Ibu akan kembali membuka suara. “Lagi pula kesendirian ini bukan keinginan pribadi, aku hanya menerima apa yang sudah Tuhan gariskan. Yang penting aku berniat untuk menikah. Soal jodoh, biar Tuhan yang mempertemukan di waktunya nanti. Jika bukan sekarang, mungkin nanti di usiaku yang lain, atau di akhirat kelak. Ibu tenang saja, jangan khawatirkan soal statusku yang belum menikah selama aku tidak mempermalukan keluarga dan mengecewakan kalian.” Jelasku panjang lebar, membuat ibu menghela napas dan tidak lagi membuka suara.

Aku tahu wanita paruh baya yang sudah melahirkanku dua puluh delapan tahun silam itu sudah lelah padaku yang terus saja membantah soal jodoh dan pernikahan. Tapi mau bagaimana lagi, toh memang seperti itu pada kenyataannya.

Aku bukannya tidak laku, banyak laki-laki di luar sana yang tertarik padaku tapi selalu tidak pernah tuntas karena selalu saja ada alasan yang membuatku tidak memiliki kesempatan untuk menjalin hubungan. Tak jarang pria yang semula dekat tiba-tiba menjauh tanpa aba-aba. Sampai aku berpikir mungkinkah ada sesuatu pada diriku yang membuat mereka takut? Padahal seingatku sejauh ini aku berlaku normal, tapi kemudian aku sadar bahwa mungkin saja mereka memang datang bukan untuk bersamaku tapi hanya sekedar memastikan bahwa aku bernyawa.

Meskipun itu membuatku tak jarang merasa pesimis aku tetap yakin bahwa akan ada saatnya nanti aku seperti mereka, memiliki pasangan dan hidup bahagia bersama keluarga tercinta. Sekarang waktuku hanya untuk menikmati kesendirian. Jadi, santai selagi percaya jodoh itu ada.

Terkadang aku heran pada orang-orang yang mempermasalahkan soal pernikahan dan usia yang tak lagi muda dengan kesendirian yang masih saja bertahan. Contohnya seperti aku. Di usiaku yang baru menginjak dua puluh delapan tahun ini banyak orang yang mengatakan bahwa aku perawan tua. Tidakkah mereka tahu bahwa dewasa itu tidak diukur dari banyaknya angka? Dan menikah tentu saja tidak memandang usia. Bahkan tak sedikit manusia yang meninggal sebelum melakukan pernikahan meskipun usianya sudah melebihiku. Semua itu soal jodoh, soal takdir Tuhan. Bukan usia seperti banyak orang permasalahkan.

Jodoh dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang