Bab 12

3.9K 350 4
                                    

Happy Reading !!!

***

Sampai hari ini aku masih begitu penasaran pada apa yang Pak Naren ucapkan malam itu.  Jujur aku tidak paham, tapi dari pertanyaannya yang tidak berlanjut aku menyimpulkan bahwa aku dan dia memang pernah saling mengenal walau aku tidak tahu kapan dan dimana tepatnya karena aku merasa bahwa tidak pernah ada sosok itu di masa lalu. Sebenarnya aku tidak ingin memikirkan itu, tapi tetap saja aku tidak bisa melupakannya meskipun sudah berusaha mencoba. Malah sakit kepala yang aku dapatkan dari semua pemikiran itu.

“Anak gadis gak boleh melamun siang-siang gini, nanti jodohnya gak datang-datang,” suara ibu menarikku dari lamunan.

“Dih, apa hubungannya,” delikku, menatap aneh ibu yang ternyata sudah mengambil duduk di sampingku. Aku memang memutuskan untuk pulang weekend ini untuk mengganti minggu kemarin, dan kepulanganku ini tentu saja diizinkan oleh Pak Naren yang sebelumnya aku beritahukan supaya pria itu tidak lagi cemas seperti beberapa hari lalu sampai harus menyusulku ke kos.

“Jelas ada, karena laki-laki mana mau menikahi perempuan yang suka melamun,” katanya tidak masuk akal, semakin membuatku memutar bola mata. Setiap pulang ke rumah jodoh adalah kata yang akan sering aku dengar dari ibu. Beruntung aku sudah cukup kebal akan hal itu.

“Ada, kok, Bu. Tenang aja, jika sudah waktunya nanti jodohku pasti akan datang.”

“Waktunya itu kapan, Cha, dari tahun-tahun kemarin itu terus yang kamu bilang,” cibirnya terdengar malas. Ya, sama malasnya dengan aku yang terus saja mendengar kalimat ‘kapan nikah?’ ‘mana jodohnya?’ dan kalimat lain yang menjurus pada satu hal. Pasangan. Ck.

“Nanti!” ujarku dengan sorot yakin, yang tidak biasanya aku berikan pada ibu jika sudah jodoh yang di bahas.

Helaan napas pelan dapat aku dengar dari samping kananku yang mana memang ibu duduk di sana. Aku meliriknya, menatap sosok paruh baya yang masih terlihat cantik itu dengan pandangan yang aku sendiri sulit artikan, tapi ada hal yang ingin aku tanyakan dan itu sesuatu yang akan membuat ibu sedih. Aku tidak tega, tapi rasa penasaranku tidak bisa terlalu lama kusimpan.

“Bu, apa ibu tahu kenapa aku dan Kak Sifi bisa kecelakaan?” pada akhirnya aku mengutarakannya juga. Membuat ibu tiba-tiba saja menegang dan refleks menoleh ke arahku, menatap dengan pandangan yang sulit aku artikan, hanya kesedihan yang terlihat jelas, selebihnya aku tidak tahu.

Sepuluh tahun lalu aku pernah terbangun di kamar rumah sakit dalam keadaan cukup mengkhawatirkan dan ingatan yang hilang tanpa ada satu pun yang tersisa. Saat itu orang tuaku hanya bilang bahwa aku kecelakaan dan kejadian itu merenggut nyawa kakak perempuanku satu-satunya. Tapi perlahan ingatan itu kembali aku dapatkan mesti tidak sepenuhnya.

Aku tidak berusaha keras mengingatnya, karena merasa bahwa masa lalu tidak begitu berarti sebab yang terpenting adalah masa depan yang akan aku jalani dan keluargaku pun tidak membahas apa-apa soal masa lalu. Mereka seolah paham bahwa hal itu malah akan menyakitiku. Karena setiap kali aku mencoba mengingat kilasan masa lalu dan mengingat akan alasan dari kecelakaan itu malah rasa sakit di kepala yang aku dapatkan, dan tidak jarang hal itu membuatku pingsan. Sampai akhirnya ibu menyingkirkan semua barang yang berhubungan dengan masa lalu. Membiarkan ingatanku terkubur dalam. Dan aku tidak sama sekali merasa keberatan dengan itu. Tapi entah mengapa kini aku ingin mengetahuinya. Aku merasa ada sesuatu yang patut aku ketahui dan itu berhubungan dengan seseorang. Seperti Pak Naren, mungkin.

Aku tidak tahu, hanya saja aku merasa aneh pada pria tampan yang menjadi kekasihku itu. Tanpa ada angin dan hujan tiba-tiba mengajakku pacaran, lalu kalimatnya beberapa hari lalu semakin membuatku yakin bahwa sosok itu memang ada di masa laluku terbukti dari pertanyaannya malam itu.

Jodoh dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang