Bab 4

5.7K 493 7
                                    

Happy Reading !!!

***

Bunga?

Itu yang aku lihat ketika tiba di meja kerjaku. Membuat keningku mengernyit, bingung. Namun tak urung aku mengambilnya dan mencium bau harum dari tulip merah muda yang begitu cantik itu, lalu mengambil kartu ucapan yang terselip di sana. Ada sebaris kata dengan inisial si pengirim yang aku tebak sebagai seseorang yang dua hari lalu mengutarakan ketertarikannya.

Woahh, Bunga!” seru heboh seseorang di belakang cukup mengejutkanku yang sedang memikirkan apa maksud dari si pengirim bunga ini. “Pagi-pagi udah dapat bunga aja. Sweet banget sih,” lanjut suara itu lagi yang tidak lama kemudian menarik paksa kartu ucapan yang tadi tengah aku pandangi.

Ish, Nara, gak sopan banget!” protesku kesal, tapi perempuan cantik nan imut itu hanya memberikan cengiran tak berdosanya, memilih membaca apa yang ada di kartu ucapan tersebut hingga kemudian melirik kepadaku.

“N? Siapa Cha?” tanyanya ingin tahu. Aku hanya mengedikkan bahu, pura-pura tidak mengenal seseorang dengan inisial itu. Lagi pula aku belum bisa memastikannya. Bisa saja ‘kan ‘N’ itu bukan inisial dari pria yang aku pikirkan? Meskipun tidak ada bayangan lain yang menjurus pada nama lain selain dia.

Ya, siapa lagi jika bukan bos-ku sendiri. Hanya dia satu-satunya orang yang blak-blakan mengutarakan ketertarikannya beberapa hari lalu, bahkan ketika kami belum saling mengenal. Oke, kenal, tapi hanya sebatas nama tidak lebih.

“Serius kamu gak tahu siapa orangnya?” Nara mencoba memastikan dan aku memilih untuk menggelengkan kepala sebelum kemudian menjatuhkan diri di kursi tanpa melepas pandangan dari bunga yang ada di tanganku. Jujur ini adalah kali pertama aku mendapatkan bunga dari seseorang.

Meskipun tidak terlalu suka dengan bunga tapi ada letupan bahagia yang tidak bisa aku jabarkan dalam hati ini. Entahlah ini karena bunganya atau karena si pemberi, yang jelas dadaku berdebar tidak pada ritme biasanya.

“Kamu punya pengagum rahasia, Cha?” masih saja Nara penasaran dengan si pengirim bunga berinisial ‘N’ itu, membuatku mendengus kecil dan mengambil alih kartu nama yang tadi direbutnya

“Mana aku tahu,” jawabku sedikit ketus lalu menyimpan bunga tersebut di samping komputer yang belum aku nyalakan. Bersikap seolah masa bodo dengan benda cantik itu. Karena aku tidak ingin Nara semakin kepo jika aku menunjukkan ekspresi yang sebenarnya.

Nara berdecak dengan jawabanku dan menjatuhkan diri di kursinya dengan wajah cemberut tanda tak puas. Dan aku tidak sama sekali menghiraukan itu, memilih untuk menyalakan komputer dan memulai kerjaku agar cepat selesai dan aku bisa segera pulang ke kos, membawa serta bunga tulip merah muda ini untuk aku simpan di kamar sebagai penghargaan pada diriku sendiri yang baru pertama kali mendapatkannya. Lebay memang, tapi bagaimana lagi, aku yang baru pertama kali mendapat kiriman bunga tentu saja senang meskipun tidak tahu jelas siapa yang memberikannya. Tapi jika tebakanku benar, apa yang harus aku lakukan? Berterima kasih kah, atau biasa saja? Ah, entahlah. Itu biar nanti saja aku pikirkan.

“Cha laporan bulanan di minta Pak Rino siang ini, bisa ‘kan?”

“Tumben lebih cepat?” heranku menatap asisten dari Pak Rino.

“Gak tahu juga, katanya sih permintaan dari atas,” jawabnya dengan kedikan bahu singkat, membuatku mengangguk paham.

Atasan kami sudah bukan Pak Kenda yang santai lagi, dan sejak awal Pak Naren sudah terlihat disiplin dan tegas. Bos baruku itu juga menjanjikan akan membuat perubahan, dan sepertinya perubahan itu diawali dari ini, laporan yang selesai lebih cepat dari biasanya. Aku sebagai karyawan bisa apa selain patuh.

Jodoh dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang