Bab 19

3.3K 295 1
                                    

Happy Reading !!!

***

"Aish, nyesel deh kenapa pilih liburan,"

"Heum, tau Pak Naren gak ikut, aku mending pilih kerja yang penting bisa liat dia tiap hari,"

“Gak usah pada ngeluh deh, lagi pula kapan lagi coba kita bisa liburan gratis? Hitung-hitung refreshing. Memangnya kalian gak bosan kerja terus?"

"Ya bosan, tapi ‘kan--"

"Udah, lebih baik cepetan deh, jam istirahat udah mau habis. Kamu mau di marahin lagi karena telat masuk?"

Semua obrolan itu aku dengar dari beberapa suara berbeda yang sama sekali tidak aku ketahui siapa pemiliknya karena selama ini aku memang jarang bergabung dengan karyawan lain selain Maya, Nara dan Nila.

Rekan sedivisi pun tidak semua akrab denganku, karena jujur saja aku adalah orang yang cukup tertutup dan tidak terlalu pandai bergaul. Hanya dengan ketiga temanku sekarang saja aku dekat mengingat saat itu aku dan Nila melamar kerja bersamaan, dan Nara karyawan baru yang kebetulan mengisi meja yang bersebelahan denganku, sedangkan Maya senior yang cukup ramah, dan orang pertama yang menyapaku kala itu.

Kembali pada obrolan orang-orang tadi, aku yang berada di dalam salah satu bilik toilet termenung, memikirkan kebenaran mengenai berita yang baru saja aku dengar. Benakku kini bertanya-tanya mengenai alasan kenapa Pak Naren tidak mengikuti acara liburan yang kantor adakan.

Hal itu sedikit membuatku kesal dan sebelum memutuskan keluar dari toilet aku melayangkan dengusan kasar yang entah di dasari karena apa, yang jelas aku merasa bad mood sekarang.

"Asem banget itu muka, kenapa Cha?" heran Nara, melirik ke arahku yang baru saja mendudukkan diri di kursi.

"Gak apa-apa."

Jawaban singkatku itu membuat Nara merotasikan bola matanya. Tapi jelas saja aku tidak memedulikan itu, memilih menghidupkan komputerku dan mulai menekuni pekerjaan yang ingin segera aku selesaikan agar bisa pulang tepat waktu.

"Pulang kerja nanti temani aku ke Mall ya, Cha?"

"Ngapain?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan sama sekali.

"Nyari bikini," bisiknya dengan tubuh condong ke arahku seolah takut orang lain mendengar kalimatnya.

"Kayak yang berani aja pakenya," cibirku mendelik sekilas.

"Berani dong ‘kan luarannya aku pake kaus over size sama celana pendek," ujar Nara seraya memberikan cengirannya.

"Sama aja bohong, Maemunah!"

"Gak apa-apa dong, yang penting pake,"

"Terserah!"

Setelahnya aku memilih kembali sibuk pada komputer di depan, pun dengan Nara yang sudah kembali menarik diri duduk tegak menatap komputernya yang menyala. Tapi tak begitu lama perempuan berusia tiga tahun di bawahku itu kembali mendekatkan diri dan mengatakan kabar yang sama dengan orang di toilet tadi. Membuatku kehilangan semangat dan merutuki Nara dalam hati.

"Sayang banget dia gak ikut, padahal tadinya aku niat godain dia dengan pakai bikini, siapa tahu 'kan di ajak ke kamar hotelnya,"

Sontak saja aku melayangkan delikan mematikan. "Gak usah macam-macam deh, Na. Ingat udah punya calon suami. Pernikahan kamu juga sebentar lagi!" peringatku tajam. Membuat Nara melempar cengirannya seraya mengacungkan telunjuk dan jari tengahnya.

"Becanda, Cha. Aku gak mungkin khianati bebeb Billy."

Ya, aku tahu, memang secinta itu Nara kepada calon suaminya.

Jodoh dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang