Happy Reading !!!
***
Kabar mengenai hubunganku dengan Pak Naren tersebar begitu cepat di kantor, terlebih pagi ini aku turun dari kendaraan yang sama dan berjalan bersisian masuk ke lobi yang cukup ramai mengingat para karyawan mulai berdatangan. Jika biasanya aku selalu menunggu sampai keadaan sepi, berbeda dengan pagi ini yang sepertinya Pak Naren sudah benar-benar yakin dengan keputusannya untuk mempublikasikan hubungannya denganku.
Tentu saja banyak pasang mata yang memperhatikan, karena sebelum melihat kedatanganku bersama bos mereka pagi ini ada beberapa foto beredar di grup, dimana Potretku dengan Pak Naren terlihat begitu serasi di acara pernikahan Nara. Tangan Pak Naren yang berada di pinggangku yang membuat mereka heboh.
Bagai artis papan atas yang terciduk tengah berkencan, fotoku diambil diam-diam dengan berbagai kondisi, bahkan ada satu foto yang memperlihatkan Pak Naren mencium pelipisku.
Aku yang biasanya tidak tertarik dengan gosip di grup mendadak tidak bisa tidur karena terus menyimak obrolan mereka di sana, takut ada yang benar-benar membenciku. Tapi ternyata tidak. Mereka hanya mengutarakan kekecewaannya dan membahas betapa beruntungnya aku. Marah mereka tidak benar-benar menjurus pada kebencian yang selama ini aku khawatirkan. Tapi tetap saja itu membuatku canggung hari ini.
“Seharusnya kamu berjalan lebih percaya diri lagi, Cha. Kamu yang aku pilih jadi pedampingku, bukan mereka,” kata Pak Naren sukses membuatku mengangkat kepala, melirik ke arah pria itu dengan satu alis terangkat. Dan melihat bagaimana pria itu mengulas senyum sombongnya membuat aku sontak memutar bola mata.
“Kamu bukan memilihku dari pada mereka, tapi kamu aja yang gak pernah bisa move on dari aku. Andai kamu bisa, aku yakin tiga anak sekarang sudah menjadi ekor kamu.”
Pria itu malah tertawa mendengar kalimatku dan hal itu membuat sosok di sekitar mereka semakin menjadikan kami atensi. Selama ini Pak Narena tidak pernah menunjukkan tawanya, bahkan senyum pun tidak pernah. Pak Naren sudah seperti bos-bos dingin dan arogan di dalam novel-novel. Wajar jika sekarang mereka semakin menjadi perhatian. Tapi aku takut karena hal sepele ini malah membuat penggemar Pak Naren semakin banyak. Bisa kerepotan aku jika seperti itu.
Rasanya ngeri jika gara-gara tawa merdu nan indah pria itu menjadikan perempuan yang sekarang tengah menyaksikannya berubah menjadi psikopat dan tiba-tiba makin terobsesi pada kekasihku. Ck, haluku sudah sejauh itu. Benar-benar mengerikan.
“Memangnya kamu rela?” langkah mereka kini terhenti di depan lift yang masih tertutup, bersama beberapa karyawan yang terlihat penasaran tapi terlalu segan untuk menegur. Pak Naren juga terlihat tidak berniat beramah tamah dengan bawahannya. Pria itu sepenuhnya memberikan perhatian kepadaku menganggap bahwa di dunia ini hanya ada dia dan aku. Tipe-tipe pria bucin di novel fiksi.
“Kenapa tidak. Lagi pula aku kan hilang ingatan selama sepuluh tahun ini. Aku gak akan ingat jika kamu gak hadir dan mengingatkan,” bahuku mengedik santai. Itu memang benar ‘kan? Memoriku yang hilang tidak akan kembali jika tidak berusaha di pancing kembali.
“Tapi perasaannya gak pernah hilang ‘kan?” godanya mengedipkan sebelah mata, yang sontak membuatku melayangkan cubitan di pinggangnya dengan senyum yang perlahan terukir.
Aku akui itu memang benar. Meski ingatanku lama hilang, tidak membuat perasaan ini hilang meskipun aku tidak pernah sadar pada awalnya. Tapi yang aku rasakan selama ini hatiku seolah tahu bahwa Pak Naren lah sosok yang tepat. Aku bagai pulang ke rumah dengan kenyamanan yang pria itu berikan. Sampai pada ingatan itu kembali, hatiku semakin dibuat yakin bahwa itulah tempatku menetap. Pak Naren.
“Ah, ya, Afril mengajakku makan siang nanti,” katanya ketika kami sudah mulai masuk ke dalam lift yang juga di isi beberapa karyawan lain yang masih saja mencuri dengar obrolanku dengan Pak Naren. Sepertinya begitu penasaran pada hubunganku dengan bos mereka itu. Namun aku tidak memedulikan mereka dulu, aku lebih tertarik dengan kalimat kekasihku, terlebih dengan nama perempuan yang sebagian orang kantor kenal sebagai tunangan Pak Naren, karena Afril sudah tiga kali menyambangi kantor demi menemui Pak Naren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh dan Takdir
General FictionDiusianya yang mendekati kepala tiga, Icha nyaris putus asa, mengapa dia tidak juga menemukan pasangan. Celotehan ibunya tak jarang membuat Icha kesal karena jelas saja kesendirian bukan hal yang dirinya inginkan. Namun jodoh yang tak kunjung datang...