Bab 2

7.1K 501 10
                                    

Happy Reading !!!

***

Hari Senin adalah hari yang paling menyebalkan dalam sejarah hidupku, termasuk hari ini, dimana aku nyaris saja terlambat sampai di kantor akibat lama mencari ponsel yang sebelum tidur lupa aku simpan dimana, alhasil waktu berhargaku terbuang sia-sia karena dengan bodohnya aku malah mencari dengan cara menyingkirkan barang ini itu, padahal cukup meminta Sari menghubungi dan benda pintar yang sayangnya kadang menyebalkan akibat hilang-hilangan itu bisa di temukan dengan mudah. Bukan malah memberantakkan kosan yang membuat aku harus rela kembali membereskan. Pagi-pagi saja aku sudah di lelahkan oleh tingkahku sendiri. Apa kabar siang hingga malam nanti? Aku harap akan baik-baik saja.

“Cape banget kayaknya, Cha?” Nara menyapa ketika aku menjatuhkan diri di kursi.

“Bukan lagi,” responsku seraya menarik kipas angin mini milik Nara yang menyembul di balik meja kerjanya yang memang bersampingan dengan meja kerjaku.

“Ish, Cha, itu belum di cas!” protesannya tidak aku pedulikan, membuat teman kerjaku itu mendengus sebal, dengan rajukan yang percis seperti anak kecil yang minta di belikan mainan.

Usia Nara memang tiga tahun di bawahku, tapi tentu saja sikap seperti itu sudah tidak diperuntukkan untuknya.

Sialnya, meskipun kekanakan Nara sudah memiliki gandengan dan siap dibawa ke pelaminan, tidak seperti aku yang pacaran saja belum pernah dilakukan. Entahlah apa kurangnya aku, karena jika di lihat dari fisik aku tidak kalah cantik dengan artis Sandra Dewi meskipun aku memang tidak seanggun dan sekaya dia. Tapi bolehkan jika aku berharap seberuntung dia yang memiliki suami tampan, baik hati dan kaya raya?

“Cha, kamu tahu gak?” Nara mendekatkan tubuhnya ke arahku seolah akan membisikkan sesuatu hal yang rahasia.

“Aku gak tahu, Na,” aku menggeleng polos masih sambil menikmati hembusan angin dari kipas portable milik Nara yang aku pinjam paksa.

Pletak.

“Dengerin dulu, ih!” aku terkekeh geli melihat kekesalannya. “Gosipnya boss kita yang baru masih muda, ganteng,” lanjut Nara dengan suara pelan seperti obrolan ini tidak ingin sampai di dengar orang lain.

“Kamu tau dari siapa?” kerutan di kening memperlihatkan keherananku. Pasalnya mengenai siapa boss baru yang akan menggantikan Pak Kenda yang pensiun belum resmi di umumkan. Jadi dari mana bisa Nara tahu jika orangnya muda dan ganteng?

Ck, gak gaul,” ledeknya seraya menyentil keningku. “Makanya Cha, kamu itu sesekali ikut ngobrol atau nyimak gitu di grup kita. Meskipun isinya gibahan, tapi sedikit banyak ada manfaatnya.”

Aku memang seketinggalan itu mengenai gosip-gosip yang beredar di kantor, karena aku jarang hadir ketika grup divisiku ramai dengan berbagai perbincangan. Jangankan ikut bertanya atau melayangkan komentar, membaca saja aku jarang, karena aku keseringan langsung menghapusnya tanpa melihat isi dari percakapan di sana. Alasanku cuma satu, malas.

“Kapan memangnya boss baru mengisi posisi Pak Kenda?”

“Senin depan. Itu akan menjadi kejutan untuk karyawan, karena Pak Kenda sengaja tidak membocorkan identitas penggantinya,”

“Terus bisa pada tahu kalau dia muda dan ganteng dari mana?” tanyaku masih saja tak paham.

“Pak Kenda yang bilang.”

Akhirnya sekarang aku tidak lagi keheranan dengan gosip yang Nara sampaikan.

Beruntung pekerjaan bisa dengan cepat aku selesaikan, karena dengan begitu aku bisa mampir lebih dulu ke pusat perbelanjaan untuk memberi kebutuhan pribadi yang kemarin sempat tertinggal di rumah, dan aku malas jika harus mengambilnya mengingat jarak rumah dan kos-ku tidak begitu dekat.

Jodoh dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang