Bab 3

6.1K 526 14
                                    

Happy minggu guys !!!

Happy Reading !!!

***

Satu minggu penuh aku benar-benar disibukkan dengan pekerjaan yang cukup memusingkan dan tentunya butuh ketelitian yang tinggi karena Pak Rino bilang bahwa si boss baru begitu apik dalam memeriksa pekerjaan karyawan-karyawannya. Membuatku harus berkali-kali mengecek hasil pekerjaanku karena takut ada kesalahan atau mungkin terlewatkan, karena jika sampai itu terjadi bisa kacau urusannya.

“Sudah siap, Cha?” Pak Rino menghampiri ke mejaku, karena hari ini adalah waktunya aku bertemu si boss baru di ruang meeting dan menyerahkan laporan yang aku kerjakan satu minggu ini sendirian karena Nara sama sekali tidak menepati ucapannya dengan alasan pekerjaannya tak kalah banyak. Benar-benar menyebalkan.

“Siap Pak,” aku bangkit dari duduk dan melangkah mengikuti Pak Rino, yang tak lain ketua divisiku.

“Si bos baru galak gak, Pak?” tanyaku dengan suara pelan, takut orang lain mendengar dan mengadukan pada sosok yang ingin aku bicarakan.

“Gak galak, dia cuma tegas dan tidak bisa mentolelir kesalahan sekecil apa pun itu.”

Aku bergidik ngeri mendengarnya, sudah dapat membayangkan bagaimana kejamnya si bos baru itu.

“Pak Kenda kenapa pensiun segala coba, kenapa gak operasi plastik aja biar awet muda. Kalau gitu ‘kan gak perlu di ganti segala bos-nya.”

Kekehan Pak Rino terdengar akibat keluhanku, tidak lupa pria berusia pertengahan empat puluh itu memberi sentilan di keningku. Pak Rino memang sebaik itu, beliau selalu menjadikan dirinya sebagai ayah, dan kami yang ada di divisi keuangan adalah anak-anaknya. Itulah kenapa aku berani mengeluh di depannya.

Tidak ada lagi obrolan diantara aku dan Pak Rino karena kami memang sudah tiba di ruang meeting yang sudah diisi beberapa orang dari divisi lain. Menunggu si boss yang katanya muda dan ganteng. Tapi bukan itu yang membuatku penasaran, melainkan sikap-nya. Aku sudah terbiasa di kelilingi atasan baik hati seperti Pak Kenda dan Pak Rino, akan seperti apa nanti jika atasan yang baru memiliki sikap otoriter dan menyebalkan. Bisa-bisa aku harus kembali mengundurkan diri dari pekerjaan. Karena sungguh aku selalu tidak tahan dengan atasan seperti itu.

Sekali lagi aku mengecek berkas-berkas yang ada di depanku, takut-takut masih ada kesalahan yang kubuat. Namun di tengah aktivitas itu suara derit pintu yang terbuka membuatku mengangkat pandangan, dan melirik ke arah pintu dimana Pak Kenda datang dengan senyum ramahnya seperti biasa. Pria itu datang bersama sekretarisnya, tapi ada satu sosok lagi yang membuatku membulatkan mata ketika melihatnya.

“Pak, yang di belakang Pak Kenda siapa?” bisikku pada Pak Rino yang memang duduk di sampingku.

“Dia yang menggantikan Pak Kenda.”

Mataku semakin membulat, dengan mulut terbuka lebar, yang cepat-cepat kututup menggunakan telapak tangan, tidak ingin jeritanku mengambil alih perhatian semua orang. Bagaimanapun cerobohnya aku, mempermalukan diri di depan atasan bukanlah hal yang patut dibanggakan. Aku tidak ingin itu sampai terjadi dan semua orang curiga jika aku pernah di ajak kenalan oleh si bos baru beberapa malam lalu. Ya, benar, itu pria di café waktu itu. Naren.

“Sesuai dengan apa yang pernah saya katakan satu bulan lalu, saya akan mengakhiri masa kerja karena sudah terlalu tua,” Pak Kenda mengatakan itu dengan nada gurau yang memang sudah biasa bagi kami sebagai karyawannya, mengingat Pria tua itu memang begitu ramah dan menyenangkan. “Perusahaan kita butuh pemimpin muda yang berbakat, dan inilah pemimpin kita yang baru, yang akan memajukan perusahaan dan membuat gebrakan baru, Narendra Argantara …”

Jodoh dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang