Happy Reading !!!
***
“Kemarin ke mana, Cha? Untuk pertama kalinya tumben kamu bolos kerja,” Nara menyambut kedatanganku dengan pertanyaan yang sebelumnya sudah aku perkirakan karena bagaimanapun ini adalah kali pertama aku absen dari pekerjaan.
“Ada urusan,” hanya jawaban singkat itu yang aku berikan seraya mengulurkan kotak makan berisi brownies yang aku buat di rumah Pak Naren kemarin.
Aku memang sengaja membuat banyak dengan niat memberikan itu pada teman kerjaku agar tidak banyak bertanya yang mana itu akan menyulitkanku dalam menjawab.
Sebelum memulai pekerjaan aku sempatkan diri mengirim pesan pada Pak Naren demi memastikan keadaannya karena setelah makan malam semalam aku memutuskan untuk pulang dan hanya sempat berkirim pesan sebentar sebab terlalu lelah dan juga mengantuk.
Mengurusi Pak Naren yang sedang sakit benar-benar menjadi pengalamanku yang pertama, dan entah mengapa aku bersedia melakukannya hingga merelakan seluruh waktuku untuk pria itu. Berperan layaknya seorang istri yang merawat suaminya. Ini benar-benar gila. Seumur hidup, tidak pernah bayanganku sejauh itu, tapi aku malah justru menjalaninya langsung.
“Cha?” panggilan yang dibarengi dengan tepukan di pundak itu membuatku terlonjak kaget dan langsung melayangkan tatapan kesal ke arah Nara yang merupakan pelaku dari keterkejutanku. “Kamu melamun?” dengan kerutan di kening, Nara menatapku curiga.
“Gak kok, aku cuma lagi ingat-ingat aja kunci kos aku simpan dimana,” tentu saja itu adalah kebohongan karena seberapa pun cerobohnya aku, aku tidak pernah melupakan kunci kos. Benda itu selalu aku bawa ke mana pun aku pergi. Jadi, mana mungkin aku lupa.
“Ck, baru nyampe udah mikirin kunci kos aja,” ujarnya memutar bola mata, dan aku bersyukur karena Nara percaya. “Eh, btw Cha ini buat aku semua?” tunjuknya pada kotak yang aku serahkan tadi.
“Di bagi-bagi lah, Na! Rakus banget mau kamu abisin sendiri,” Nara hanya menyengir lalu mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf ‘V’ setelah itu bangkit dari duduknya dan menawarkan brownies yang kubawa pada semua orang yang ada di divisiku termasuk Pak Rino yang baru saja datang dan hendak masuk ke dalam ruangannya.
“Sogokan nih, Cha?” goda Pak Rino, membuatku terkekeh kecil dan menanggapi dengan anggukan yang semua orang di sana anggap sebagai candaan, padahal apa yang Pak Rino katakan memang benar adanya. Tapi ya sudahlah, itu lebih baik dari pada banyak pertanyaan yang akan membuatku pusing nantinya. Terlebih sekarang pekerjaanku cukup menumpuk.
⁂
“Astaga, gila-gila. Kalian tahu gak?”
Aku, Maya, dan Nara kompak menggeleng ketika dengan hebohnya Nila datang dan duduk di kursi sebelahku, di café yang berada tak jauh dari kantor.
“Ish. Ya iya lah orang aku belum selesai bicara,” ujarnya sebal.
“Makanya kalau bicara jangan setengah-setengah. Dan kenapa kalau mau menggosip selalu di awali dengan ‘kalian tahu gak?’ Ck, kenapa gak langsung aja sih!” kesal Nara seraya merotasikan bola matanya. Membuatku menggeleng kecil dan memilih menikmati soto yang satu menit lalu tiba di hadapanku. Aku lebih tertarik dengan makananku dari pada apa yang akan Nila sampaikan.
“Kalau gak gitu gak bikin penasaran, Na,” Maya menimpali, membuat Nila yang hendak menyampaikan kabar berita mengangguk membenarkan.
“Ck, ya udah ada gosip apa?”
“Pak Naren udah punya tunangan!”
Ukhukk … Ukhukk.
Aku sontak tersedak soto yang baru saja aku suapkan. Terkejut dengan kabar yang Nila bawa. Pikiranku kini terlempar pada sosok cantik yang dua hari lalu aku temui di apartemen Pak Naren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh dan Takdir
General FictionDiusianya yang mendekati kepala tiga, Icha nyaris putus asa, mengapa dia tidak juga menemukan pasangan. Celotehan ibunya tak jarang membuat Icha kesal karena jelas saja kesendirian bukan hal yang dirinya inginkan. Namun jodoh yang tak kunjung datang...