Bab 9

4.3K 379 4
                                    

Happy Reading !!!

***

“Terima kasih, Pak,” ucapku dengan senyum tulus yang aku rasa baru pertama kali ini aku berikan untuk pria tampan yang menjadi atasan sekaligus kekasihku itu.

“Untuk?” keningnya yang mengerut menandakan bahwa pria itu kebingungan.

“Untuk hari ini,” kataku tanpa menghilangkan senyum manis yang memang sejak tadi sudah terukir.

Aku benar-benar bahagia bertemu dengan kedua orang tua Pak Naren yang ternyata begitu baik dan menerimaku tanpa banyak interogasi ini itu seperti bagaimana calon mertua pada umumnya yang aku bayangkan.

Aku sempat mengkhawatirkan itu jujur saja, mengingat aku bukanlah sosok menyenangkan untuk di ajak bicara, bukan pula sosok yang pandai mendekatkan diri. Tapi apa yang semula aku takutkan tidak satu pun terjadi, ibu Pak Naren malah justru mengajakku membuat kue, dan di sana kami mengobrol banyak mengenai hal-hal yang menyenangkan termasuk menceritakan masa kecil Pak Naren yang membuatku tak hentinya tertawa. Hanya dalam cerita aku sudah dapat membayangkan betapa lucunya sosok menyebalkan yang beberapa minggu ini dekat denganku.

“Kamu senang?” pertanyaan itu tentu saja aku angguki karena memang begitulah pada kenyataannya. Aku merasa nyaman dan bahagia. Walau awalnya canggung tapi kemudian aku bisa menikmati kebersamaan dengan keluarga Pak Naren. Aku merasa begitu akrab dengan wanita paruh baya yang melahirkan Pak Naren itu, dan entah mengapa ada hangat yang menjalar ke seluruh bagian tubuhku.

“Lain kali aku aja lagi ke rumah Mama, mau?” anggukan antusias menjawab kalimat Pak Naren barusan, dan itu aku lakukan refleks tanpa berpikir sedetik pun.

Dapat aku lihat senyum lembut terukir di bibir Pak Naren dan aku benar-benar terpesona, sampai mataku tidak berkedip menatap sosok itu yang juga ikut mengunci pandangan untuk beberapa saat, sampai akhirnya sebuah usapan di kepala menyadarkanku yang malah semakin dalam menatap manik Pak Naren yang seakan memancarkan sesuatu, berupa kerinduan, juga kelegaan yang entah apa artinya. Aku tidak mampu memahami itu.

“Kalau begitu istirahatlah,” kata Pak Naren memutus tatapannya dariku. Membuat aku melakukan hal yang sama dan bergerak siap turun sebelum sebuah tarikan menghentikanku.

Good night,” bisiknya tepat di depan bibirku yang baru saja mendapat kecupan ringan dari bibir tipis Pak Naren yang bertekstur lembut. Aku terkejut tentu saja, tapi kemudian mengatakan hal yang sama dengan pikiran linglung sebelum benar-benar keluar dari mobil Pak Naren yang sudah berhenti di depan kos-ku dari sepuluh menit yang lalu.

Dengan tangan bergetar aku membuka kunci pintu kos dan kembali menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa pria yang menemaniku seharian ini masih berada di sana, di dalam mobil dengan kaca gelap yang membuatku tidak tahu apa yang tengah dilakukan Pak Naren di dalam sana, namun instingku mengatakan bahwa pria itu menatapku, memperhatikan setiap gerakku.

Tapi aku berharap Pak Naren tidak menyadari gemetar tubuhku yang entah karena gugup atau apa. Yang jelas aku merasa lemas dan tubuhku benar-benar terjatuh begitu aku masuk dan menutup pintu kos.

Hatiku menggelepar dengan tubuh meleleh dan rasa panas menyentuh permukaan wajah kala kilasan dimana Pak Naren menciumku melintas dalam benak. Bukan hanya kecupan singkatnya barusan, tapi juga kecupan di beberapa hari lalu dan paling membuatku malu sekaligus bahagia adalah ciuman panjang yang kami lakukan sebelum hubungan ini diresmikan. Di dalam kamar apartemen Pak Naren, ciuman pertamaku terjadi, dan itu tidak mampu aku lupakan bahkan hingga detik ini.

Oh Tuhan, ada apa denganku!” jeritku dalam hati seraya mengusap wajah dengan kasar.

Deru mobil terdengar tak berapa lama kemudian, dan itu membuatku membuka sedikit gorden yang memang sejak pagi tidak aku buka, pun dengan lampunya yang aku biarkan menyala karena seperti kebiasaan, aku selalu melakukan itu ketika akan pulang ke rumah orang tuaku agar yang lain tidak merasa seram saat melihat kos-ku kosong.

Jodoh dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang