32

659 111 8
                                    

Senin, 14:23 WIB
At Kediaman Asya

Sejak tangan Asya terkena vas bunga, Niki mengurung dirinya di kamar. Anak sulung itu hanya keluar pada saat ingin ke kamar mandi atau makan. Dia juga gak mau terapi dengan psikiater seperti biasanya. Bahkan dia menolak untuk didatangi psikiaternya ke rumah. Tapi Asya enggak pernah kehilangan akal untuk menggali jawaban dari Niki dan membuat Niki keluar kamar. Melakukan dan menanyakan segala hal yang diperintah orang yang telah merawat Niki lebih tiga tahun.

Akibat insiden itu Asya juga menjadi orang yang sering terjaga malam, hanya untuk menjaga tidur Niki yang akhir-akhir ini terus mengigau di sepertiga malam. Entah apa yang dimimpikannya, Asya juga enggak pernah tahu. Karena sekali lagi, Niki begitu bungkam.

Sore ini Asya berniat untuk mengajak Niki berkebun. Kali saja bisa lebih menenangkan cewek itu dan menghindarinya dari kesendirian. Sebab enggak pernah ada yang tahu apa isi hati Niki. Dan Asya harus mawas akan setiap tindakan sang kakak. Takut hal yang enggak diinginkan bisa saja terjadi.

"Mba Niki, boleh tolong gantiin Asa sebentar, gak?" tanya Asya pada Niki yang sibuk menyemprot tanaman gantung.

Niki menghampiri Asya yang asyik mengelap helai demi helai daun aglonema beraneka ragam dengan air susu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Niki menghampiri Asya yang asyik mengelap helai demi helai daun aglonema beraneka ragam dengan air susu. Sebenarnya Asya juga enggak tahu persis apa gunanya susu tersebut, tapi sang bunda bilang itu bagus untuk tanaman. Entah ilmu darimana lagi yang beliau dapatkan, tapi Asya tetap mengikutinya walaupun kebenaran dari fakta tersebut belum dia ketahui. Karena apa yang diucapkan sang bunda pasti ada khasiatnya.

"Mba, Asa masuk sebentar ya. Haus, Mba mau Asa bikinin jus? Kebetulan Bunda baru aja pulang, tuh. Pasti belanja buah juga," panjang Asya tersenyum manis.

Asya melenggang masuk setelah Niki mengangguk sebagai jawaban. Cewek itu menghampiri sang bunda yang tengah merapikan belanjaannya. Mengambil beberapa buah naga untuk ia blender.

"Dek, gimana kabar Abi?" tanya bunda sambil memasukkan kopi ke dalam stoples. Beliau sedang menanyakan Suga. Dia memang punya panggilan khusus buat Suga. Enggak khusus banget sih, karena teman-teman dekat Suga pun memanggil dirinya Abi. Kalau kata bunda mah 'ah, cocokan dipanggil Abi. Lebih Sesundaan gitu, hawa sawah di ftv-ftvnya lebih berasa.' Jangan heran dengan alasan bunda. Karena Asya pun enggak pahan dengan pikiran random nyonya Gumelar ini.

"Terakhir sama Adek sih masih sehat-sehat aja," jawab Asya cuek. Cewek itu terlalu fokus memisahkan daging buah dengan kulitnya.

"Salam dari Bunda, ya." ucap bunda sambil memasukkan makanan ke dalam kulkas. Beliau paham betul dengan hubungan rumit Asya dengan cowok itu. Tapi bunda gak pernah larang apa pun untuk hubungan ini, karena dia tahu Asya sudah cukup menanggung beban atas kakaknya.

"Iya, katanya salam balik," balas Asya asal.

"Kok kamu yang jawab," protes bunda.

"Itu jawaban pasti Kak Suga, Bund,"

"Halah kok kamu soktau sih, Nduk." Protes bunda lagi dengan nada khas wanita jawa.

"Loh, terus dia mau jawab apa lagi, dong? 'Gak terima salam, sorry' atau 'gak mau salamin balik ah gua' masa gitu," jawab Asya sambil menuang jus yang ia buat ke dalam gelas.

"Ketawa ya ketawa aja, jangan pake mukul." Lanjut Asya ketika bundanya tertawa garing dengan lelucon recehnya itu. Padahal, Asya gak ada niat melawak.

"Alah, kamu juga suka begini sama Abi," goda bunda menyenggol pundak Asya.

"Astaga, itu mah beda cerita dong, Bund. Lagian...," Asya menghentikan perkataannya saat suara teriakan terdengar dari luar rumah.

Enggak pakai basa-basi, Asya dan bunda berlari menuju arah suara dengan gegabah. Mereka menemukan sosok Niki dengan aliran darah yang tercecer di rerumputan. Cewek itu bersimpuh dan memegangi pergelangan tangannya yang terus mengucurkan cairan merah.

Begitu terkejut dengan apa yang terpampang, bunda terkulai lemas dan memejamkan matanya di depan pintu. "Bundaa..." Kaget Asya melihat sang bunda terjatuh. Wajah cewek itu mulai pasih. Panik dengan keadaan, namun harus segera bertindak. Niki harus dilarikan ke rumah sakit sekarang juga.

Asya menyuruh Niki untuk menekan lukanya dengan telapak tangan selagi dirinya mengambil sesuatu yang dapat menyumbat pendarahan. Hingga dia lilitkan sebuah slayer biru milik Suga yang sudah lama tinggal di sana pada pergelangan Niki. Enggak lupa juga Asya memanggil 119 sambil memberikan pertolongan pertama pada sang kakak.

Sebagai orang awam yang mengalami hal seperti ini, Asya enggak tahu persis apa yang harus dirinya lakukan. Setelah memberi pertolongan pertama dengan pengetahuan minim, cewek itu sibuk menghubungi orang-orang terdekat yang sekiranya bisa membantu. Namun nihil. Kenapa di setiap terjadi insiden penting para manusia sangat sulit untuk dihubungi.

Rasanya untuk saat ini Asya ingin menjadi orang yang lemah. Dirinya ingin sekali menangis melihat sang bunda yang tak sadarkan diri dan sang kakak kesayangan yang sedari tadi memagangi pergelangannya yang terus mengeluarkan darah.

"Mba Niki hebat, Mba Niki pasti bisa, Asya sayang Mba Niki. Habis ini Asya janji gak akan berhubungan lagi sama Kak Suga. Mba Niki bertahan, ya." Ucap Asya susah payah. Tenggorokannya begitu sakit menahan emosi yang hampir tumpah, namun harus dia tahan. Jangan sampai emosionalnya memperkeruh keadaan.

Suara sirine terdengar mendekat setelah beberapa menit. Niki dan bunda dilarikan ke rumah sakit terdekat. Asya duduk termenung seorang diri di kursi tunggu. Dirinya menganalisis apa yang barusaja terjadi di rumahnya. Bagaimana bisa Niki melukai dirinya sendiri. Rasanya ingin sekali menyesali hal yang menimpa Niki. Harusnya Niki enggak ditinggal seorang diri tadi.

Semua berlalu begitu cepat. Asya bahkan enggak sadar dengan ucapannya tentang Suga ke Niki. Ya benar, Suga. Dirinya enggak tahu apa yang akan terjadi ke depannya, tapi sekarang dia butuh cowok itu.

Asya memutuskan untuk menelepon Suga. Mengacaukan sedikit hari cowok itu dengan bapak. Awalnya Asya enggak ada niat untuk mengeluarkan air mata. Namun ternyata salah, tangisnya pecah begitu suara di seberang sana menyapa.

Dipandanginya gelang pemberian Suga yang bertuliskan parabatai. Sepertinya makna dari kata tersebut akan jungkir balik dengan kisah sejoli itu. Dua orang yang hanya bisa memilih satu partner untuk seumur hidup untuk saling melindungi satu sama lain. Apakah kata itu bisa terwujud saat kondisi hubungannya saja sebentar lagi mungkin akan retak.

Asya merutuki dirinya sendiri. Kenapa dia sangat bodoh. Bisa-bisanya mengkambing hitamkan Suga di hadapan Niki. Kalau sudah begini, kan merepotkan diri sendiri. Harus menyakiti hati dan mengungkapkan hal yang dirinya sendiri bahkan enggak menginginkannya. Padahal, terjadinya insiden tadi juga belum tentu akibat trauma terhadap saudara kandung cowok itu. Tapi apalagi alasan yang tepat.

TO BE CONTINUED

Guyss, aku tuh lupa-lupa inget sama cerita ini sebenernya hehe. Jadi kalo kalian baca terus ganjal dan kok kayanya gak sama. Tegur aja gapapa, nanti aku revisi.

Sumpah banget inimah, kemauan update mah rutin. Tapi... Yaa, otak, pikiran, situasi, kemalasan tuh suka gak memihak aku genggsss. Jadi maafin ya 😢 enjoyy💜💜💜

©fluffyhao
📷Pinterest

KATING || MIN YOONGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang