7

2.5K 348 5
                                    

Senin, di Parikiran Kampus.
08.15.

Hari ini Suga dengan malas harus datang ke kampus. Demi, ngumpulin semua tugas yang dia kerjain mati-matian dari hari jumat. Padahal lagi minggu tenang. Untungnya, Asya mau menemaninya hari ini. Katanya, cewek itu juga mau memberi proposal pada ketua BEM fakultasnya. Entah proposal apa.

"Asya, tumben di parkiran. Bawa motor sendiri sekarang ?"

Itu Joshua, teman seangkatan Asya yang kebetulan anak BEM juga. Tipe cowok idaman semua cewek banget si Joshua ini. Udah baik, ganteng, lembut, bisa main gitar, ahh paket lengkap deh pokoknya. Asya saja sempat naksir. Tapi, pas tahu cowok ini udah punya ekor. Asya mundur.

"Hah, engga. Sama–. tuh orangnya."

Asya nunjuk Suga yang lagi jalan kearahnya. "Ohh, yaudah gua duluan ya." Asya mengangguk sambil tersenyum. Ah Joshua, manisnya cowok itu.

"Siapa sih ? Perasaan nanya mulu."

"Temen jurusan. Ya masa diem-dieman. Ngaco deh." Asya benar juga. Tapi, Suga ngga suka ngeliatnya. Untuk standar teman. Rasanya ngga perlu kepo bertanya Asya pulang sama siapa atau datang sama siapa. Itu menurut Suga. Atau, karena Suga saja yang memang ngga pernah peduli sama teman ceweknya.

"Ah yaudah ayo cari tukang bubur. Laper." Asya ngangguk mengiyakan. Toh dia juga belum sarapan. Suga menggandeng tangan Asya. Kali ini, ngga ada penolakan. Bukannya engga nolak, tapi Asyanya saja yang tablo. Ngga sadar kalau tangannya di gandeng.

Selesai makan, Asya melihat Suga ngeluarin sebungkus rokok + korek dari kantong celana. Ya ampun, ini masih pagi dan Suga udah mau merokok lagi.

"Masih pagi. Udah asem banget ?" Tanya Asya yang mau mengeluarkan batang rokok.

"Ngga juga. Pengen aja, cuci mulut. Hehe." Orang aneh macam apa yang mencuci mulut dengan rokok.

Asya mencabut rokok yang sudah berada di bibir Suga. Membuat sang empunya heran. "Mau ketemu dosen kan ?"  Suga mengangguk. "Nih, Mending makan ini." Asya ngasih sebungkus permen karet yang berisi lima buah. Suga tambah bingung deh.

"Diganti dulu rokoknya sama ini. Ngga sopan, masa mau ketemu dosen tapi bau rokok." Terang Asya sambil tersenyum.

Entah apa yang ada di dalam senyum cewek ini, sampe Suga menurutinya tanpa membantah. Seakan terhipnotis, pokoknya yang di bilang Asya itu benar. Tapi memang begitu kenyataannya.

"Jangan sampe, setiap mau ketemu orang penting tapi bau rokok. Ngga cuma dosen, tapi yang lain juga. Nanti yang ada mereka malah pengen cepet-cepet pergi." Ini dia kehebatan Asya. Cewek itu melarang dengan cara lain. Tanpa harus bilang 'Ngga boleh  atau Jangan'.

Setelah memberikan proposal pada ketua BEM dan sedikit berbincang, Asya menunggu Suga di kafe langganan. Ngga mau buang waktu, seperti biasa Asya membaca novelnya. Sambil sesekali menyeruput vanilla ice yang ia pesan.

"Udah lama ?" Asya menggelengkan kepalanya tanda dia belum menunggu terlalu lama.

Sambil melanjutkan baca bukunya, Asya melirik gerak gerik Suga yang mengeluarin suatu benda dari kantong celana. Lagi, benda itu lagi. Ngga bisa ya sehari tanpa rokok. Untung Asya belum kehabisan cara. "Kak, rasain deh gua beli ini tadi. Rasanya enak bgt, sumpah." Asya ngeluarin permen kojek dari tasnya. Padahal, cuma permen tapi Asya meng-hiperbolakan rasanya. "Nih gua bukain deh sekalian."

Suga natap Asya bingung. Ngga biasanya cewek di depannya mau melakukan hal kecil kaya gini. Bukain permen ? Bukan Asya banget. Suga mulai berlogika, ada apa sebenarnya. Bahkan, cewek yang baru saja memberi permen itu udah sibuk lagi dengan dunianya sendiri.

KATING || MIN YOONGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang