'Hari ini aku bertemu papa! Papa mentraktir aku makan jadi aku bolos jam tambahan. Semua demi bersama papa. Papa tidak sendiri. Dia membawa anak perempuan yang lucu. . . Menggemaskan...'
Siapa anak itu?
'Matanya berbinar menjabat tanganku. Aku baru tau dia setahun lebih muda dariku. Yerimmie... dia memperkenalkan namanya begitu. Papa cerita kalau dia adikku. Papa bilang ingin aku dan Yerim tinggal bersama tapi tidak mungkin. Mama dan kak Minjae tak akan setuju...'
Kim Minjae mulai berpikiran yang tidak-tidak. Mamanya tak cerita apapun. Bahkan sampa meninggal, tak ada cerita mengenai adik yang lain atau semacamnya.
Tanggal yang berbeda, Minjeong kembali bercerita menggunakan tinta ungu yang cantik. Ya, cantik meski tintanya mulai meluber karena sudah dimakan waktu.
'Papa kembali menemuiku. Sejak papa jarang pulang, papa semakin sering menemuiku dan memanjakanku. Aku tidak kesepian. Ada adikku yang baru-baru ini aku tau namanya Kim Yerim. Cantik kan? Kami akrab dan aku senang. Oh ya, pertemuan ini aku rahasiaka. Hanya Sooyoung yang tau kalau aku pergi dengan papa. Tapi dia juga tidak tau kalau aku pergi dengan adikku juga.
Aku tau. Aku punya mama tiri. Papa sudah mulai cerita. Yey. Papa percaya padaku. Itu artinya aku harus jaga rahasia ini serapat mungkin.
Ada hal lain yang membuatku terkejut. Kakak pertamaku bukan kak Minjae. Papa sudah cerita. Kakak pertamaku anak dari mama tiriku. Tampan katanya. Aku ingin bertemu hehe.'
Kenyataan macam apa ini?! Minjae baru tau. Kakak pertama bukan dirinya, berarti orang itu juga kakaknya? Kakak? Persetan dengan kakak. Ia tak mengenalnya. Bahkan ia tak pernah berurusan dengan anak dari istri papanya yang lain.
Ia meletakkan buku diary dengan begitu keras ke atas meja belajar hingga sesuatu menyembul dari dalam buku diary tersebut.
Amplop berukuran sebesar buku diary. Minjae mengambil amplop tersebut dan mengeluarkan isinya. Ada empat lembar kertas.
"Untuk kakakku yang belum pernah bertemu... kak Tae... hyung?"
*
Pagi hari, Park Sooyoung sudah bingung mencari keberadaan Kim Taehyung. Pria itu melewatkan sarapan. Entah mengapa, sejak Taehyung memberikan izin padanya untuk membantu jika ada masalah atau hal lain, Sooyoung merasa senang. Namun, ketika mendapati Taehyung sudah pergi sejak pagi membuatnya kesal. Apa Taehyung akan menghindarinya?
"Ini sudah mama siapkan," ucap Kim Yoojin. Ia menyerahkan paper bag berisi sarapan pada Sooyoung.
"Mau kemana kak?" Tanya Yerim yang sudah siap untuk pergi bersama Jungkook. Niat Yerim akan melihat-lihat gedung untuk resepsi pernikahannya.
"Mengantar sarapan untuk Taehyung."
"Apa boleh?" Tanya Jungkook yang baru saja menghabiskan sandwichnya.
Sooyoung mengangguk semangat. "Aku sudah telepon dia. Dia mengijinkan."
Jungkook mengernyit heran. "Kok bisa?"
Yerim menepuk lengan Jungkook dan menggelengkan kepala. Kode untuk diam dan tidak bertanya macam-macam.
"Berangkat sama kita ya kak? Searah kok sama rumah yang disewa kakak."
Sooyoung mengangguk. "Berangkat sekarang?"
"Boleh," Jungkook menoleh pada Yoojin. "Ma, ponselnya aku tinggal ya?"
"Nanti kalau ada yang penting bagaimana?"
"Aku hari ini libur. Itu belum penuh soalnya. Jadi biarkan saja ma. Kami keluar juga tidak lama."
Yoojin mengangguk. "Hati-hati ya..."
*
Jung Hoseok mengendarai mobil yang akan membawanya menuju kantor. Di belakang ada Kim Minjae yang terlihat lebih kacau dari biasanya.
"Kita ke tempat Taehyung."
"Ya?"
"Cepat."
"Um... baik, Tuan."
Sialan. Mendadak. Batin Hoseok mulai tidak tenang. Semoga Taehyung tidak ada di rumah itu. Tapi kenapa Minjae ingin ke sana? Mendadak sekali...
.
Taehyung terkejut melihat kehadiran Kim Minjae. Ia sempat berkontak mata dengan Hoseok yang memberi kode seakan semua serba mendadak. Meski begitu, Taehyung terlihat tetap tenang. Berharap bisa mengusir Minjae sebelum Sooyoung datang.
"Saya tunggu di luar, Tuan," pamit Hoseok.
Taehyung mengetikkan sesuatu di ponselnya lalu duduk seolah sedang menerima tamu yang memang diharapkan.
"Ada apa anda repot-repot datang kemari?"
Minjae mengeluarkan sebuah sesuatu dari sakunya. Melemparkan ke arah meja.
"Apa kau tau maksud semua ini?"
Taehyung meraih buku diary dan amplop yang menyembul keluar karena dilempar oleh Minjae. Meneliti isi amplop tersebut. Matanya terbuka lebar. Terkejut.
"Jelaskan. Kau anak sulungnya papa? Si tua sialan yang tak pernah peduli pada keluarganya itu?!"
Taehyung menekan rasa sesak di hatinya. Brengsek Minjae. Papanya tidak sekejam itu.
"Kau anak dari hasil selingkuh? Selingkuhannya papa? Wah... berarti benar, kau itu mencurigakan. Terlalu banyak yang kau tutupi."
"Jangan pernah menjelekkan orang tua saya. Pergilah selagi saya masih bersikap sopan."
"Kau belum menjawab pertanyaanku. Kau anak dari hasil selingkuhan papa kan?!"
"Brengsek kau, Kim Minjae!" Taehyung menggebrak meja. "Jangan pernah berkata buruk tentang orang tuaku! Karena mereka tidak sepeerti yang kau pikirkan!"
Minjae tertawa. Ia merasa sudah mendapatkan jawabannya. Kim Taehyung benar-benar anak dari istri papanya yang lain.
"Dimana si tua itu?"
"Bisakah kau bersikap sopan? Jaga sikapmu! Jangan buat iblis malu karena kalah saing denganmu!"
Minjae menatap tajam ke arah Taehyung. "Kau! Anak hasil selingkuh. Ku pastikan hidupmu akan hancur!"
"Aku yang akan membuatmu hancur terlebih dahulu. Aku akan buat kau," Taehyung menunjuk Minjae. "Kau membayar semuanya. Aku akan membuatmu menyesali perbuatanmu di sisa usiamu."
Minjae merasa kepalanya akan meledak. Ia memilih keluar dari sana. Taehyung meraih ponselnya. Ia berjalan sampai di ambang pintu melihat Minjae yang berhenti di dekat gerbang rumahnya, dan menoleh padanya. Menatapnya dengan tajam sementara Taehyung bersandar dengan bersedekap menatap tanpa minat.
Hoseok menutup pintu mobil begitu Minjae sudah masuk. Ia mengangguk diam-diam pada Taehyung seolah mengatakan 'semangat'.
Baru saja Hoseok akan beranjak, sebuah mobil memasuki area halaman kecil rumah Kim Taehyung. Jelas Taehyung merasa khawatir. Dekapan tangannya terurai begitu saja ketika seorang wanita keluar membawa paper bag dan tersenyum cerah ke arahnya.
**
08 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTLESS -- VJoy ver. ✓
FanfictionHidup seorang gadis hancur karena kesalah pahaman. Sebagai korban keadaan, dunia seolah semakin membuat hidupnya terpuruk. Dunia semakin mencekik baginya. Harapan hidup semakin tipis ... Jiwa maupun raga bagaikan terjatuh ke dalam palung lautan. Nam...