Ch. 6

116 24 15
                                    

⚜️ JIYEON ⚜️

Aku hanya punya waktu satu minggu.

Tujuh hari lagi, aku akan menginjak usia delapan belas tahun dan ibu akan memaksaku mencuri jantung pelaut.

Makhluk yang baik akan menerima hukuman itu dan merasa lega hanya itu yang diputuskan Ratu Laut

Tapi aku bukan makhluk yang baik.

Bodoh apabila aku berpikir untuk tidak mematuhi Ratu lagi, tapi memikirkan didikte mengenai siapa yang boleh dan tidak boleh kubunuh berikutnya membuatku kesal.

Hal itu membuatku merasa seperti anjing gila yang dilepaskan ibuku kepada siapapun yang dia inginkan. Tentu saja, karena membunuh manusia merupakan perintah darinya.

Kurasa memang dari dulu begitu. Aku jadi sangat terbiasa menjadi brutal, sehingga aku hampir lupa itu bukan diawali sebagai pilihan, melainkan tuntutan.

Bunuh manusia. Bantu mengakhiri perang yang mereka mulai ketika mereka membunuh Keto. Jadilah siren sejati.

Aku berpikir sejenak, apakah aku akan menjadi monster seperti ini, seandainya Ibuku dan para ratu sebelumnya menitahkan perdamaian, bukannya perang?

Biarkan kematian Keto menjadi kematian pertempuran kami dan mengubah kebencian menjadi masa lalu.

Kami diajari untuk tidak pernah bertanya atau memikirkan diri kami sebagai sosok selain diri dari kami sekarang, dan mungkin bijaksana untuk mengabaikan pikiran itu.

Lagi pula, hukuman akibat menolak membunuh pastilah tak terbayangkan.

Aku mengepang rambut disatu sisi. Aku berenang ke perbatasan lautku, sejauh-jauhnya dari ibu, tanpa meninggalkan kerajaan.

Aku berbaring didasar lautan dan menyenggol ubur-ubur disebelahku. Tentakelnya mengenai perutku dan aku merasakan semburan rasa sakit yang menyenangkan.

Sakit yang mematikan rasa, menenangkan, dan menjernihkan pikiran. Pelampiasan yang sangat spesial, dan setelah sakitnya mereda, aku mengulanginya lagi.

Kali ini, aku memegangi makhluk itu membiarkan tentakelnya menari-nari dikulitku.

Kilat menyambar naik dari perut ke jantungku yang tak berdetak. Rasanya membakar dan gatal dan kubiarkan benakku buram oleh rasa sakit.

Tidak ada apapun di dunia selain rasa sakit dan momen langka yang ada diantaranya.

"Putri cantik, sangat kesepian" terdengar bisikan dalam bahasa Psariin "Menginginkan rasa sakit, menginginkan tulang"

"Bukan tulang, tapi jantung" ujar yang lain

Ubur-ubur ini kadang merepotkan, dan berisik.

"Putri cantik, ingin bebas" kata salah satu dari mereka

"Bebas dari sang Ratu" sahut rekannya yang sok tau

Aku mendorong ubur-ubur itu menjauh, lalu duduk untuk meratap. Tiba-tiba terlihat kilauan sinar kecil diantara batu.

Aku berenang mendekat, dan itu hanya sebuah bros, bros emas.

Kemudian, sesuatu terlintas dibenakku

Hal yang bisa membuat Ratu senang padaku, memenangkan hatinya. Yaitu satu jantung yang pantas untuk ulang tahun kedelapan belas ku.

Jantung seorang pangeran. Pangeran emas, seterang matahari. Tapi tidak murah hati, tidak bagi bangsa kami, tidak bagi siapapun.

Aku menatap kembali bros emas itu, bros dari Midas, negeri emas yang diperintah oleh raja berdarah.

Sang Kutukan Pangeran [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang