Ch. 40

89 26 19
                                    

⚜️ JIYEON ⚜️


Jalan setapak itu berakhir di air, seperti awalnya.

Dengan Heeyeon sebagai pemandu, dia menunjukkan arah melintasi rute sakralnya, perjalanan kami terpangkas menjadi separuhnya, dari yang butuh berminggu-minggu menjadi hanya beberapa hari, dan tanpa pernah tersesat ataupun ragu.

Dia memimpin kami ke kamp-kamp dengan api yang bisa menghangatkan,

Rute lebih cepat, jalur lebih pendek, jalan yang penuh dengan trik, disertai juga teknologi yang membantu.

Bukan kejutan bila keluarga Kerajaan Pagos mampu selamat dalam pendakian dengan begitu banyak taktik yang mereka miliki.

Walaupun aku cukup tidak menyukainya, tapi aku akui tipuan keluarganya itu cukup cerdik.

Menggunakan semua yang mereka bisa demi melestarikan legenda asal-usul mereka, dan mampu memastikan kesetiaan rakyat

Seperti sehun dengan rumor darah emasnya.

Atau aku dan kekuatan mematikan Keto. Meskipun dalam kasusku, legenda itu memang terbukti benar.

Langkahku mendadak terhenti, tangan Sehun begitu saja membentang dihadapanku.

Awak kapal yang lain pun terdiam disampingku, kami semua menegang.

Didepan sana, ada keajaiban.

Ada istana, diukir dari napas terakhir dewiku, Keto.

Meskipun jarak kami tak sampai dua ratus meter lagi, tapi kami mendapati kami berada didasar jurang yang besar.

Yang dikelilingi curahan air terjun yang menerpa gundukan bebatuan hitam.

Ketika air menghantam bebatuan itu, tercipta gumpalan uap yang mendesis lalu lenyap ke dalam awan.

Cukup ajaib, air itu tidak membeku.

Dengan dikelilingi gunungan salju, ditengahnya, istana itu berdiri.

Sebuah gunung es yang menjulang hingga setinggi air terjun, dengan menara yang berukir.

Badan istana dari salju yang dipahat, benteng miring dan tajam yang membayangi kemegahan Gunung Awan itu sendiri.

Ada jalan setapak es yang retak-retak mengarah ke istana, tapi terlalu rapuh dan labil untuk memastikan rute aman bagi seratus pasukan.

Alih-alih, kami menemukan sekumpulan perahu dayung besar diamankan di tepi parit, yang airnya paling tenang.

Terjauh dari tiga sisi air terjun yang mengelilingi kami.

Kami membagi-bagi perahu, lalu mendayung menuju mulut istana yang dibantu oleh embusan angin kencang.

Ketika kami turun dari perahu, istana menjulang tinggi diatas kami, dan aku harus mengadah agar bisa melihat keseluruhannya.

Bagaimana mungkin istana yang dibangun dari badai salju bisa tampak lebih hangat?

Heeyeon berderap maju penuh tekad dan kami mengikutinya memasuki kedalaman istana es,

Dia menggunakan cahaya obornya untuk membimbing kami saat dia berjalan terlalu cepat untuk bisa kami ikuti.

Dinding-dinding mengkilat mirip terowongan cermin, sehingga jumlah kami mendadak berkali-kali lipat.

Lalu yang kulihat hanya wajah dan gumpalan napas yang membaur bagaikan kabut.

Kami tak bisa menahan diri untuk tidak melambat, berjalan lebih pelan seraya berusaha memastikan mana pantulan dan mana Heeyeon yang asli.

Sang Kutukan Pangeran [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang