Ch. 43

90 26 17
                                    

⚜️ JIYEON ⚜️


Ratu Laut memamerkan ujung taringnya yang berkilat dalam cahaya matahari,

"Kau pikir kau bisa membunuhku, putriku?" tanyanya,
"Sosok yang membawamu ke dunia ini?"

Tidak ada rasa takut, hanya keingintahuan. Diselimuti rasa geli serta ketidakpercayaan.

"Seandainya kita di lautan, Ibu memang memiliki pasukan" kataku

"Tapi ini Gunung Awan, dan kita berada sejauh mungkin dari rumah. Ditempat ini, dengan Sehun dan awaknya, bisa dibilang ibu hanya bangkai"

"Sehun?" gumam Ibuku, "Jadi, kau dan pangeran manusia menjijikkanmu itu menganggap aku butuh lautan untuk pasukanku?"

Sang Ratu Laut menggelak tawa,

"Kemana pun aku pergi, kekuatanku mengikuti dan begitu juga mereka. Kalau kau benar-benar ingin mengakhiri perang ini, aku akan menurutinya. Sebagai seorang ibu, tentu aku harus mengabulkan keinginan putrinya." Ibuku menyeringai

Dia menurunkan trisula jauh kedalam air, dan memperhatikan wajahku berkedut.

Cairan hitam pun mulai menyeruak didalam air, lalu membentuk lingkaran-lingkaran besar dan gelap.

Portal ke Diavolos.

Ada tangan muncul dari portal pertama, terdekat dengan kakiku. Kemudian satu lagi.

Sepasukan tentara akan menyusul, dan air menggeram oleh sihir hitam ini.

Bergetar, ketika satu demi satu siren menerobos memasuki gunung.

Cakar, gigi, sirip, dan mata yang dingin, amat dingin.

Siren semakin banyak,

Ratu Laut membungkuk ke bawah, tentakelnya menyentuh tanganku,

Dan bibir bagaikan kaca pecah ditelingaku berbisik, "Gadis bodoh"

Dan kemudian seolah itu adalah hal terburuk yang bisa diutarakannya, "Gadis manusia bodoh"

"Akan kuberi kau satu kesempatan lagi untuk membuktikan keloyalanmu pada bangsamu"

"Kembali ke istana itu, dan rebut Mata untukku"

Aku menyeringai, "Ibu tahu, aku mulai berpikir, kenapa kau tidak langsung membunuhku saja?"

Ibuku bukanlah orang yang pemaaf atau pemberi kesempatan seperti itu barang gratis. Tapi dia adalah seorang pemimpin yang kejam dan tak kenal ampun.

Dari semua serangan dari yang Ibu berikan, tak ada satupun yang berniat membunuhku, melainkan hanya melukaiku atau ancaman yang biasa dia lakukan.

Ratu Laut bergeming, mempertahankan ekspresi tak tertariknya,

"Apa karena aku putrimu?" tanyaku, "Jika kehilangan, membuat satu lagi, bukan perkara sulit untuk ibu, kan?"

"Kenapa Ibu sangat bermurah hati padaku? Apa Ibu tidak berani membunuhku? Aku mulai berharap itu tanda bahwa Ibu menyayangiku" aku tersenyum, "Aneh, saat Ibu menolak arti cinta, bahkan tidak mempercayainya"

"Cukup!" desis Ibuku, 'topeng wajahnya' perlahan mulai retak

Aku mengeluarkan belati, lalu menggenggamnya dengan erat.

Ratu mendengus senyum, "Apa kau ingin membunuhku dengan benda kecil itu?"

"Aku memang ingin membunuhmu, Ibu. Tapi aku belajar darimu, bahwa kau lebih menyukai siksaan" aku menyeringai

Aku lalu mengangkat pedang itu tinggi-tinggi.

"Membunuhku akan sama seperti membunuhmu bukan, Ibu?"

Sang Kutukan Pangeran [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang