Ch. 35

84 24 15
                                    

⚔️ SEHUN ⚔️


Pagos semakin dekat. Dan semakin dekatnya jarak, udara kian tipis.

Kami merasakannya setiap malam, tulang-tulang kami berderak seirama dengan kapal yang meluncur menembus air yang tak lama akan berubah menjadi es.

Pagos menjulang di suatu tempat yang jauh. Bagian final misi kami, tempat Kristal Keto menunggu dibebaskan.

Aku jadi teringat jiyeon. Kapan dia akan siuman? Hari-hari yang berlalu tanpanya terasa hampa dan monoton.

"Rencanamu cukup sukses"

Aku mendongak, terlihat jiyeon duduk di anak tangga atas

Aku mencoba menyembunyikan rasa terkejutku, dan lega, "Kau sudah sadar?"

"Aku cukup yakin, terakhir kulihat matamu masih baik-baik saja" balasnya, dan sudut bibirku pun terangkat

"Kau seharusnya tetap istirahat, Pagos akan menjadi perjalanan melelahkan" ucapku

"Kau menyuruhku istirahat, ketika aku sudah tertidur berhari-hari?" sahut jiyeon

Selimut tersampir longgar dibahunya, dan saat selimut itu tergelincir, jiyeon mengangkatnya lebih tinggi.

Aku berusaha tak memperhatikan ringisannya sewaktu dia menggerakan lengan terlalu cepat, dan menyentak lukanya.

Dari bawah, aku mengulurkan tangan untuk membantunya bangkit, dan tatapan yang dilontarkan jiyeon ke arahku seperti beracun,

"Kau mau aku memotongnya?" dia bertanya

Tanganku tetap melayang diruang diantara kami, "Tidak juga"

"Kalau begitu singkirkan tanganmu dari wajahku"

Jiyeon bangkit dan duduk di sebelahku. Ujung selimutnya menyentuh lenganku.

Beberapa malam terakhir sangat dingin. Namun, berada disini, dengan bintang dan rembulan akan lebih menghangatkan. Juga ditambah dengan gadis disebelahku.

"Aku tidak cacat" kata jiyeon

"Sedikit"

Aku tidak perlu menghadapnya agar bisa melihat matanya berkobar-kobar menembus udara diantara kami.

Kalau mata jiyeon tidak sebiru menakjubkan itu, aku berani sumpah mata itu tak lebih dari batu bara panas dengan api didalamnya.

Aku meraba kalung Pagos, yang menggantung dileherku seperti cangkang kerang Jiyeon menjuntai dilehernya.

Kunci untuk segala-galanya. Untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama bergenerasi-generasi.

"Kalau kau tertembak" kata jiyeon, "Aku akan memperlakukanmu seolah kau tidak mampu melakukan pekerjaan termudah sekalipun"

Aku nyaris tersenyum, dia bahkan tetap memikat seperti biasanya.

Dia melingkarkan lengan dilutut untuk mengusir dingin, "Lihat saja, apa kau senang kalau aku mengulurkan tangan untuk membantumu berjalan, padahal bukan kakimu yang tertembak"

"Aku akan tersanjung" ucapku, "Karena kau mencari-cari alasan hanya demi memegang tanganku"

Jiyeon menatapku dan menarik sudut bibirnya, "Oh, jadi kau sangat ingin memegang tanganku?" tanyanya

Aku berdeham, "Aku lebih suka melihatmu tertidur"

"Mesum" balas jiyeon, aku mendengus senyum

"Katakan apa yang kau pikirkan?" tanyanya

Sang Kutukan Pangeran [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang