Ch. 31

87 26 30
                                    

⚜️ JIYEON⚜️


Aku menyusurkan lidah pada luka dibibirku.

Kedua tanganku terikat di tiang kayu besar. Sedangkan disisi lain ruangan, sehun terkulai dilantai, terikat di tiang yang serupa.

Dia masih terlihat seperti pangeran tampan, bahkan dengan kepala terbaring dikayu yang menyerpih, dan luka melepekkan rambutnya.

Rahangnya berkedut dalam tidur, dan saat matanya bergetar seolah akan terbuka, ada yang tercabik dalam dadaku.

Dia tak siuman.

Napasnya pendek-pendek, tapi aku heran dia bahkan masih bernapas.

Aku mendengar derak ketika tongkat pemukul itu menghantam belakang kepalanya.

Napasku sempat tersekat dan rasa mual terbit diperutku saat melihat darahnya mengalir di dek kapal.

Pukulan itu pengecut.

Sehun sedang unggul, dia bisa saja sudah membunuh xu dante. Dengan tangan kosong kalau perlu. Dan aku pasti akan membantu.

Seandainya laguku masih ada, aku bahkan tak akan menyia-nyiakannya pada orang seperti dante.

Biar saja dia tenggelam sambil mengetahui kengerian kematian, tanpa penghiburan dari kecantikan dan cinta.

Sehun memiliki pasukan dan kami seharusnya memanfaatkannya untuk menyerang dante, tapi Pangeran lebih memilih tipuan daripada perang.

Meloloskan diri dengan bersih, katanya. Sebelum ada yang sadar apa yang kita ambil.

Tak kusangka, dia memiliki belas kasih seperti itu, menghindari pertumpahan darah sebisa mungkin. Dan terpaksa, kalau itu harus.

Sedangkan belas kasih seperti itu adalah hal yang sangat dibenci Ibuku, alasannya juga Ibu membenciku.

Aku penasaran, bagaimana seandainya aku dibesarkan oleh manusia.

Apa mungkin sifat itu bukan menjadi kelemahan melainkan kekuatan?

Apa aku akan menjadi sosok gadis biasa, gadis-gadis lain didunia? Atau mungkin, apa aku tak akan pernah menjadi pembunuh?

Setidaknya saat dihukum menjadi manusia sekarang ini, aku bisa berpura-pura bukan menjadi anak Ibuku, bukan anak Ratu Laut ataupun Penguasa kejam

Seolah aku tak pernah membunuh.

Pemikiran semua itu terkadang seperti mentertawaiku.

Keto menciptakan bangsa kami dalam perang dan kebrutalan, tapi para Ratu Laut lah yang mengambil kebenciannya dan menjadikan itu sebagai warisan kami.

Ratu seperti ibuku, yang mengajarkan anak-anak mereka menjadi kesatria yang hampa dan mematikan.

Keluarga sehun pasti mengajarinya menjadi sesuatu yang lain.

Jenis orang yang rela mendorong gadis asing menjauhi bahaya dan melawan sampah bajak laut kejam, untuk menggantikannya.

Sikap kesatria yang biasa ku ejek telah dua kali menyelamatkan nyawaku.

Itukah artinya menjadi manusia?

Menjauhkan orang lain dari bahaya dan menempatkan diri sendiri menghadang bahaya tersebut?

Setiap kali aku melindungi jieun, Ratu Laut mengecam kelemahanku dan menghukum kami berdua seolah dia bisa memutuskan ikatan diantara kami.

Aku menjalani hidup dengan memikirkan ulang setiap tatapan dan tindakan untuk memastikan tidak ada kasih sayang yang terlihat atau nampak diluar.

Sang Kutukan Pangeran [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang