Ch. 11

91 23 28
                                    

⚜️ JIYEON⚜️


Ketika terjaga, aku duduk terikat dipagar kapal.

Tali emas melilit salah satu pergelangan tanganku, yang terhubung ke pembatas kayu yang menghadap dek kapal.

Aku merasakan cairan empedu yang membakar, dan aku kedinginan. Perasaan paling tak alami didunia karena aku menghabiskan seumur hidupku mengagumi es.

Kini, dingin membuatku kebas dan mewarnai kulitku menjadi biru. Tiba-tiba aku mendambakan kehangatan dan cahaya samar matahari di wajahku yang akan terasa nikmat.

Aku mengigit bibir, merasakan gigi tumpul baru. Dengan napas gemetar, aku menatap ke bawah dan melihat sepasang kaki, yang menyilang canggung, dengan jari-jari merah muda akibat dingin.

Siripku lenyap, ibuku telah mengutukku. Aku ingin mati.

"Oh bagus, kau sudah sadar"

Aku melihat seorang laki-laki menunduk menatapku. Laki-laki yang juga seorang pangeran. Yang jantungnya pernah dalam jangkauanku.

Dia mengamatiku dengan sorot penasaran, rambut hitam masih basah diujungnya, menetes-netes dibahunya.

Disebelahnya ada laki-laki berperawakan besar dan sedikit tua daripada yang lain.

Dua orang lainnya; ada gadis dengan tato diwajah dan lengan, memamerkan tatapan curiga. Disamping gadis itu berdiri pemuda berkulit tan yang mengetuk-ngetukan jari pada pisau di sabuknya.

Digeladak bawah, lebih banyak lagi orang yang mendongak menatapku.

Aku melihat wajah-wajah mereka. Pada momen-momen sebelum dunia menggelap. Apa sang Pangeran menyelamatkanku dari tenggelam? Pikiran itu membuatku marah.

Aku membuka mulut untuk mengatakan dia tak berhak menyentuhku, atau dia seharusnya membiarkanku tenggelam dilaut yang kusebut rumah, berharap itu membuat ibuku gusar.

Sebab ibuku pantas mendapatkannya. Biar saja kematianku menjadi pelajaran baginya.

Tetapi aku malah berkata, "Kau jago berenang" dalam bahasa Midas terbaikku

"Dan kau tidak jago" balas pangeran

Dia tampak geli dan sama sekali tak takut pada makhluk mematikan didepannya.

Yang berarti dia idiot atau dia tidak tau siapa aku. Mungkin dua-duanya, walaupun menurutku Pangeran tak akan membuang-buang waktu mengikatku dipagar seandainya berniat membunuhku.

Aku penasaran seberbeda apa penampilanku akibat mantra ibu sehingga membuat dia sepertinya tak mengenaliku.

Aku menatap yang lain. Mereka memperhatikan sang Pangeran dengan saksama.

Menunggu perintah dan keputusannya. Mereka ingin tau apa yang akan dilakukannya terhadapku, dan aku bisa merasakan kecemasan mereka karena identitasku masih misterius.

Mereka tak menyukai orang asing bahkan lebih daripada yang kurasakan, dan saat kuamati wajah-wajah muram mereka, aku tau mereka akan melemparku dari kapal kalau pangeran memerintahkan itu.

Aku mengalihkan pandangan ke Pangeran, berusaha menemukan kata-kata yang tepat dalam bahasa Midas.

Sedikit bahasa Midas yang ku kuasai terasa janggal di lidahku, huruf vokalnya bertaut terlalu perlahan.

Sang Kutukan Pangeran [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang