_{}_
Keluarga kami cukup sederhana, hanya bisa makan dan kebutuhan rumah tangga terpenuhi saja sudah lebih dari cukup bagi kami.
Ibu membantu ayah, ia bekerja dari pagi sampai menjelang Maghrib. Ia bekerja sebagai asisten rumah tangga di perumahan sebrang jalan, Kira-kira 1 km dari rumah.
Bekerja dari jam tujuh pagi hingga enam sore. Namun, sebelum bekerja ia masih sempatnya mengantarkan anaknya menuju sekolah.
Meski keluarga kami tak bergelimang harta, namun kami bertiga masih bisa merasakan kebahagian. Karena tolak ukur kebahagiaan, bukan terletak pada kekayaan melainkan dari rasa bersyukur kita kepada nikmat yang sudah diberikan oleh Tuhan.
Sedang ayah, ia bekerja di salah satu pabrik sepatu. Meski gajinya yang tidak begitu banyak namun, ia berhasil membahagiakan anak dan istrinya itu.
Ayah sangat mencintai istri dan anaknya, terlihat bagaimana cara ia menunjukkan kasih sayangnya kepada kami. Ia bahkan berjuang, tak kenal waktu tak peduli lelah asal anak dan istrinya tersebut dapat merasa bahagia dan tidak merasa kurang satupun.
Tampak menyejukkan hati bagiku sebagai anak yang melihat pemandangan rukun serta romansanya mereka berdua.
Baktinya seorang istri kepada suaminya, ia masih melayani suaminya dirumah meski ditengah lelah menerkamnya.
" Mas capek ya, ini sudah ku buatkan kopi. " menyodorkan secangkir kopi kepadanya, seraya ayah menerimanya.
" Iya nih hari ini banyak sekali borongan. " Ia menyesap kopi panasnya itu, lalu melanjutkan kembali fokusnya pada koran.
Ibu mendekat, meraih kedua bahu ayah setelah itu dipijatnya perlahan. mendapati dirinya sedang diberikan pijatan, seraya ia menutup korannya itu lalu memejamkan matanya untuk menikmati pijatan dari istri tercintanya.
" Tumben nih, lagi ada yang kamu mau ya? " Ledeknya, ibu meringis dengan menahan mulutnya untuk tidak tertawa.
" Memangnya ada barang yang lagi kamu incar? '' tanyanya, sembari merebahkan punggungnya pada sofa.
" Hmm.. mas hafal sekali ya sama ainun. " Cengirnya, seraya berpindah tempat lebih dekat dengan ayah.
Dengan duduk bersebelahan, ibu kembali memijat kali ini tangan ayah menjadi sasarannya. " Ainun pingin beli mesin cuci mas, lagipula aku capek sekali kalau mencuci baju masih pake tangan. "
Melirik ibu sekilas, lalu matanya kembali memejam. Meski diam, rupanya mesin cuci sudah berhasil menganggu pikirannya.
" Kamu juga gak bantuin aku kalau lagi libur, semuanya aku sendiri yang kerjain. "
" Mas, boleh ya Ainun beli mesin cuci? Supaya bisa meringankan pekerjaanku. "
" Please.. ya mas. " Rayunya, ia mendekatkan wajahnya di dada ayah sembari ia dekap. Seketika ayah, menggapai tubuh istrinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARABELLA
RomanceHANYA BOLEH DIBACA KHUSUS USIA DIATAS 21 TAHUN, KARNA CERITA MENGANDUNG UNSUR VULGAR. TIDAK DISARANKAN UNTUK DIBACA RAME-RAME- Aku seorang wanita yang memiliki profesi yang hanya bermodalkan tubuh saja. Sejak perceraian ayah dan ibu tampaknya hidupk...