_{}_
Aku tersadar selepas terdengar samar-samar suara davidz yang berusaha membangunkanku. Saat hendak bangun, kepala rasanya pening sekali. tubuh entah mengapa terasa begitu panas. Aneh, padahal pagi tadi aku masih baik-baik saja.
Davidz memandangi tubuhku yang tergulai lemas, terlihat raut mukanya begitu gelisah. Niatnya sebelum masuk kamar, ia hendak ingin menanyakan apa penyebabnya aku sampai sebegitu derasnya menangis. namun ia mengurungkan niatnya.
Aku hanya mengerjap-ngerjap. Tidak ada kata yang ingin aku keluarkan.
Masih termenung.
Selanjutnya, davidz memegang dahiku. Ia terkejut mendapati tubuhku yang rupanya sudah demam tinggi. Lantas ia mencari sesuatu di laci meja, ketika sudah menemukan barang tersebut. Langkah selanjutnya yang harus ia lakukan adalah memasangkan alat termometer di sekitar daerah ketiakku.
Aku tak bereaksi apapun. Hanya diam dan memperhatikan gerak-gerik davidz yang sedang menangani kondisiku.
Aku masih terkejut. Bahkan pertanyaan-pertanyaan itu masih berulang-ulang terlintas di benakku. berusaha mencerna pertemuan perdanaku dengan ayah tadi pagi di pasar.
Aku melihat davidz tengah sibuk memainkan ponsel, entah apa yang sedang ia jelajahi.
" Aku mau pulang aja. " Pintaku lirih, seketika davidz berpaling dari ponselnya.
" Kau harus sembuh dulu. Baru kita pulang. " Sahutnya, tangannya yang satu menyibakkan selimut yang aku kenakan.
" Aku belikan bubur ayam. Kau makan dulu ya." aku menggeleng.
Bermaksud ingin menolaknya, karena aku paling tidak suka dengan bubur.
Namun ia tidak melihat gerakan kepalaku.
" Ojek onlinenya sudah datang. Aku tinggal sebentar. " Langkahnya menjauh dari ranjang, dari dalam terdengar suara langkah kakinya saat menuruni tangga.
Selanjutnya, aku membaringkan punggungku untuk duduk. Tak lupa kucabut alat termometer tersebut, melihat bahwa suhu tubuhku sangat tinggi sudah 39°C.
" Tinggi juga.. " gumamku, kuletakkan termometer tersebut di atas meja.
Davidz masuk dengan kedua tangannya yang sibuk membawa nampan.
Ia duduk di sebelahku lalu meletakkan nampan tersebut di atas meja, ia juga melihat termometer nya.
Saat hendak akan menyuapiku, Sontak aku menahan tangannya.
" Aku gak suka bubur om. " Ujarku, ia mendernyitkan dahi sembari tatapannya menajam.
" Om lagi.. om lagi. Kau ini!! "
" Ara gak nyaman kalau manggil nama " Tegasku, aku menatapnya lekat-lekat.
" Kalau saja kau tidak sakit sudah habis kau baby. "
KAMU SEDANG MEMBACA
ARABELLA
RomanceHANYA BOLEH DIBACA KHUSUS USIA DIATAS 21 TAHUN, KARNA CERITA MENGANDUNG UNSUR VULGAR. TIDAK DISARANKAN UNTUK DIBACA RAME-RAME- Aku seorang wanita yang memiliki profesi yang hanya bermodalkan tubuh saja. Sejak perceraian ayah dan ibu tampaknya hidupk...