_{}_
Aku memberanikan diri untuk mendatangi kediaman rumah erdana, karena entah kenapa sudah seminggu lebih aku tidak mendengar kabarnya. Terlebih lagi aku merasa dirinya juga mulai menghindar dariku, entah hal ini hanya sebatas perasaanku semata saja atau memang benar demikian. Setiap kali aku meminta untuk bertemu, erdana selalu menolak dengan berbagai alasan.
Sejujurnya aku sudah tidak sanggup harus melewati persoalan ini sendirian. Aku mau erdana juga ikut merasakan dan menanggungnya. Di dalam otakku sudah tertanam kata aborsi namun aku berusaha untuk melupakan pikiran-pikiran yang negatif tersebut.
" Aku harus ketemu Erdan. Harus! "
" Aku mau dia tanggung jawab. Jika nanti pihak panti mulai mengetahuinya. Aku harus siap dengan segala konsekuensinya. " Ujarku. Sembari menghadap cermin dengan tanganku yang sedang menyisir rambut.
" Bagaimana pun juga. Ini memang kesalahanku.. maafin ara bu Rossi. "
Aku sengaja mendatangi Erdan di waktu sore, karena setahuku mamanya pasti masih belum pulang. Aku pergi tanpa berpamitan dengan Bu Rossi, yang memang saat itu Bu Rossi juga sedang berada di luar kota dikarenakan urusan yang mendadak. Aku juga sengaja tidak memberitahu erdana kalau aku ingin berkunjung kerumahnya. Aku pasti sudah bisa menebak, dia akan menolak menemuiku dengan alasan yang lain lagi. Aku bergegas menaiki angkutan umum yang kebetulan sedang melintas di jalanan dekat panti asuhan.
" Bang ke perumahan Grandville ya. " Pintaku,
" Iya neng.. "
Disepanjang jalan, aku terus meruntuki diri.. memikirkan nasibku yang sudah menjadi bubur. Aku juga terus menerus merangkai kata-kata untuk nanti saat bertemu erdana. Aku bagaikan wanita yang sudah tidak ada harga dirinya, pergi mendatangi rumah seorang cowok hanya untuk meminta sebuah pertanggungjawaban. Biarlah, biarlah sekali ini saja aku menghilangkan rasa malu serta kehormatan ku. Toh ini juga demi anak yang ada di dalam perutku.
" Keberadaanmu adalah suatu anugerah yang terindah untukku.. namun aku tidak ingin kamu tumbuh menjadi seorang anak dengan label anak diluar nikah. " Batinku, sembari memegangi perutku.
" Aku akan berusaha. Aku akan berjuang demi kamu.. " imbuhku. Tak terasa air mataku menetes, dengan segera aku membasuhnya. Di dalam angkutan umum tersebut, tampak terlihat seorang ibu yang juga tengah hamil tua. Aku melihat dengan jelas, betapa ia menjaga sekali perutnya. Bahkan tangannya pun tak pernah lepas dari perut buncit membesar itu. Aku melihat pemandangan tersebut membuat hatiku tampak tersentuh, dengan reflek tanganku juga memegangi perut sembari aku membelainya.
" Maafkan aku ya.. kalau kamu harus tumbuh ketika aku tidak menginginkanmu.. "
" Maafkan aku.. kalau aku tidak senang dengan kehadiranmu.. "
" Tapi aku akan mencoba yang terbaik.. " batinku
" Sebisaku.. " lanjutku. Tak selang berapa lama bapak supir tersebut menurunkanku tempat berada di depan perumahan Grandville. Tempat dimana erdana tinggal. Memang perumahan Grandville tak begitu terlalu jauh dari rumah, maka dari itu setiap hari ia sering menungguku sepulang sekolah di pinggir jalan yang dekat dengan rumah panti.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARABELLA
RomanceHANYA BOLEH DIBACA KHUSUS USIA DIATAS 21 TAHUN, KARNA CERITA MENGANDUNG UNSUR VULGAR. TIDAK DISARANKAN UNTUK DIBACA RAME-RAME- Aku seorang wanita yang memiliki profesi yang hanya bermodalkan tubuh saja. Sejak perceraian ayah dan ibu tampaknya hidupk...