_{}_
Allan kembali duduk termenung sesekali ia menyibakkan rambutnya. Memikirkan apa yang telah terjadi dengan diriku.
Sejak bertemu denganku, pikirannya tidak pernah lepas dariku. Aku tanpa aba-aba masuk begitu saja kedalam hatinya. Namun tidak denganku, aku masih saja berharap dengan pria tua itu. Yang entah bagaimana kabarnya.
Bagi Allan, Aku adalah satu-satunya wanita yang tidak tertarik kepadanya. Dan ia terusik akan hal itu. Sejak kejadian itu. Ia merasa memiliki tanggung jawab untuk melindungiku. Meski aku tidak pernah meminta perlindungan darinya.
" Aku gak mungkin menyukainya. "
" Mungkin saja hanya sebatas peduli. "
" Entahlah.. biarkan saja. " Kicaunya sembari mengambil air dingin di lemari pendingin. Mulutnya meneguk, namun otaknya masih dipenuhi oleh diriku.
Kemudian ia berlalu menuju ke suatu ruangan yang menjadi tempatnya untuk mengungkapkan perasaanya. Tampak dari dalam, ruangan tersebut dipenuhi oleh banyak lukisan yang tergantung di dinding. Juga beberapa lukisan tersebut berserakan di lantai.
Ia mengambil posisi duduk sembari tangannya yang memegangi sebuah kuas. Ia melanjutkan kembali lukisannya yang belum sepenuhnya jadi. Jari jemarinya terlihat begitu lihai dalam memainkan kuasnya. Beberapa kali pun ia mencoba memejamkan matanya sembari mengingat sesuatu dengan kuasnya yang masih berkuasa di atas kertas.
Dari dalam saku, tampak terdengar suara bunyi ponselnya yang berdering. Namun ia mengabaikannya, dan tetap fokus kepada lukisannya. Tidak lama ponselnya kembali berdering. Tangannya merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya tersebut yang sedari tadi berbunyi, Tentu saja benar benar mengganggunya.
" Allan pulang sekarang ya?. Papamu ada perlu denganmu. " Suara serak itu Allan sangat mengenalnya.
" Kenapa?. Apa gak bisa dibicarakan lewat sini saja. Aku sibuk. "
" Sekali saja turuti permintaannya lla. Ya.. "
" Bilang saja kepadanya. Aku sibuk!!. " Ia seketika menutup telfonnya dan memasukkan kembali kedalam saku celana.
Ia melanjutkan kembali lukisannya, Dengan mengambil kuas yang diselipkan ke telinganya. Namun ia tidak bisa kembali berkonsentrasi pada lukisannya karena teralihkan oleh panggilan telfon ibu tirinya.
" Ah sial!!!. " Makinya, ia beranjak berdiri dengan meninggalkan kertas lukisannya. Dan bergegas untuk menemui ayahnya di rumah.
" Awas aja kalau sampai gak penting. " Ujarnya sembari menyalakan mesin motornya.
* Breemmmm....bremmmmmm.. bremmmmbemm..
*****************************************
KAMU SEDANG MEMBACA
ARABELLA
RomanceHANYA BOLEH DIBACA KHUSUS USIA DIATAS 21 TAHUN, KARNA CERITA MENGANDUNG UNSUR VULGAR. TIDAK DISARANKAN UNTUK DIBACA RAME-RAME- Aku seorang wanita yang memiliki profesi yang hanya bermodalkan tubuh saja. Sejak perceraian ayah dan ibu tampaknya hidupk...