35. PEMILIK KAFE

1.6K 31 1
                                    

_{}_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_{}_

Hartawan, kini terbaring tak berdaya di Paramount Bed. Tubuhnya, penuh saluran infus serta hidungnya yang memakai alat oksigen. Kelopak matanya bahkan tertutup rapat.

Disamping itu, ada seorang istri yang tengah setia mendampingi suaminya yang tergeletak menahan sakit. tiap gerak sang suami, ia selalu perhatikan lekat-lekat.

Matanya tetap terjaga, meski rasa kantuk tak bisa dikalahkan. Dalam heningnya, ia penuh pengharapan. berharap, sang anak mau menampakkan diri di hadapan ayahnya meski hanya sebentar.

Bahkan, ia tampak bingung. Sembari membuat matanya tetap mecicil, ia memainkan handphone. Membuka room chat di telegram.  Berniat ingin mengirimkan pesan kepada Allan. Jari-jemarinya mengetik keyboard pada layar handphone. 

Namun, ia mengurungkan niatnya tersebut–ia hapus semua tulisan yang sudah di-ketik. Tak lama, ia kembali mengulang tulisan yang di ketik nya tadi. Setelahnya, ia hapus kembali. seperti itulah, ia melakukannya berulang-ulang.

Belum sampai terkirim, suara pintu terbuka baru saja ia dengar. namun, Ratih tak membalikkan kepala karena mengira bahwa itu perawat suaminya. Namun, ketika seseorang itu tengah mengeluarkan suara. seketika Ratih, memalingkan pandangannya dari layar handphone.

" Bagaimana kondisinya..? " Sapa Allan, membuka obrolan.

" Allan.. "

" Syukurlah, kamu mau kesini. " senyumnya menyimpul, meraih bahu Allan.

" Papa masih belum sadar dari kemarin. " jelasnya, Allan merengkuh tubuh hartawan.

Rupanya, ucapanku saat itu. Berhasil menyadarkan Allan yang sangat dingin kepada kedua orang tuanya. Kini, meski perlahan. sebisa mungkin Allan berusaha untuk mendekatkan diri kepada kedua orang tuanya.

Meski, hatinya masih terbalut kebencian. Dengan tatapan yang sendu. dalam hati, ia terus meruntuki orang yang terbujur lemas di depannya itu. meski, tubuhnya sedang merengkuh ayahnya. Namun, ia sama sekali tak sudi memegang bahkan memeluk sang ayah.

Menyadari hal itu, Ratih tampaknya mengerti. Dengan begitu, hatinya tetap tenang–mendapati anaknya yang masih memiliki rasa simpati terhadap ayah biologisnya.

" Memangnya ia sakit apa..? " matanya melirik sang ibu.

" Jantungnya kambuh. "

" Saat ia sedang menuruni tangga. papa mendapat telfon dari pegawai nya. Saat mendengar bisnisnya di malaysia sedang mengalami penurunan yang sangat besar. "

" Dan harus membayar pajak yang nominalnya tidak sedikit. "

" Ia langsung pingsan dan terjatuh dari tangga."

" Untungnya, masih bisa tertolong. " imbuhnya, matanya berkaca-kaca.

" Sudah tiga hari papa belum juga siuman. " Lanjutnya, memegangi tangan sang suami.

ARABELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang