Sudah satu jam dia duduk di pos sekolah, menunggu jemputan dari Ake yang katanya masih ada kelas di kampus. Entah jujur atau memang sengaja membuat Issam menunggu, sebab Issam jarang sekali berprasangka baik pada kakaknya sendiri. Dia di sini sendirian, sedangkan yang lain menunggu di mushola.
"Kalau tahu bakal hujan, mending tadi nebeng Janu," gumam pemuda itu dengan kaki yang dia gesekkan pada lantai, sebagai bentuk kekesalan meski menciptakan becekan baru di sana.
Jika bosan, biasanya Issam akan menonton Doraemon. Baik melalui televisi ataupun ponsel. Namun karena hujan, dia takut jika ponselnya tersambar petir. Lalu membuatnya turut tersambar dengan rambut berdiri seperti di serial televisi yang biasa Mama tonton. Dia tidak tahu menahu tentang acara tersebut, rasanya membosankan.
"MAMAAAAA!"
Sebuah kilatan disusul suara gemuruh membuat Issam menutup telinganya dan berteriak memanggil Mama. Dia meringkuk ketakutan, takut jika Ake kesal dengannya dan tidak ingin menjemput. Lalu dia akan sendirian sampai besok pagi. Tidak. Itu tidak boleh terjadi.
Issam berdiri, mengangkat ranselnya untuk menutupi kepala. Dia sudah berada di pinggir pos, berniat untuk menyeberang menuju mushola. Baru saja ingin melangkah, kilatan kembali terlihat. Cahaya tersebut tampak menakutkan, gemuruh yang terdengar pun membuat Issam beringsut mundur. Tidak berani.
"Mama."
Issam menggigit bibir bawahnya, kembali duduk merapat pada tembok. Tidak menyadari bahwa ada seseorang yang memperhatikannya dari aula. Syamra. Gadis itu baru saja dari kamar mandi. Memilih untuk merapat di aula karena hujan turun jauh lebih deras. Dia hampir mengumpat karena terjebak sendirian, namun ketika melihat Issam, sontak saja kedua sudut bibirnya tertarik. Membentuk senyuman tipis.
"Banyak bacot doang, sama hujan aja takut."
Gadis itu melepas sepatunya, membiarkan kakinya menginjak lantai dingin tanpa alas. Dia tidak ingin sepatu tersebut basah, apalagi besok masih ada jam sekolah. Memasukkannya ke dalam tas, Syamra berlari menerobos hujan. Alih-alih langsung menuju mushola, dia memilih untuk menghampiri Issam.
"Oy!"
Issam yang semula menunduk sontak menoleh, dia terkejut saat Syamra sudah tersenyum lebar menuju ke arahnya. Pemuda itu langsung saja menegakkan tubuh, memasang wajah datar seolah tidak terjadi apa-apa. Padahal dia sejak tadi ketakutan setengah mati, hampir saja menangis.
"Ngapain lo ke sini?"
Syamra mengernyit, suara hujan seperti menenggelamkan suara Issam. Dia tidak bisa membaca pergerakan bibir pemuda tersebut. "NGOMONG APA SIH LO? GAK DENGER!"
Issam menarik napas panjang, dia berdiri dan berjalan mendekati Syamra. "NGAPAIN LO KE SINI?"
"NGGAK USAH TERIAK-TERIAK BEGO! TELINGA GUE SAKIT!"
"LO JUGA TERIAK!"
"LAH IYA." Bukannya memelankan suara, Syamra masih membalasnya dengan teriakan. Dia berdecak kala mendapatkan jitakan gratis di keningnya. Tidak terlalu kencang, namun dapat meninggalkan rasa mengganjal.
"Suka-suka gue dong, mau di sini kek, mau di mana kek. Emang pos ini punya lo?"
Issam mencebik, tidak percaya dengan alibi Syamra. "Lo pasti modus kan sama gue? Hujan-hujan gini emang sih paling pas buat romantis-romantisan."
Sang gadis pun bergidik, membentang jarak langsung, terlebih ketika melihat tatapan Issam seperti pedofil di luar sana. "Geer. Gue tadi abis dari aula, te--"
"Gue nggak nanya."
"Tapi gue mau cerita."
"Gue nggak mau denger," sahut Issam tidak ingin kalah. Dia memejamkan mata kala kilatan kembali datang. Meski tidak setakut sebelumnya, sebab dia tidak sendirian sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISSAM (Lee haechan) ✔️
Teen FictionDi dalam hidupnya, Issam selalu menemukan kejutan-kejutan tidak terduga. Namun di antara kejutan itu, kenapa yang datang harus menyakitkan?