12. Papa dan Usahanya

815 113 3
                                    

Issam melongok ke luar kelas, melihat langit yang mulai menggelap. Dia sangat membenci situasi seperti ini, terlebih jika hujan benar-benar datang. Lantas pandangannya teralih ke seluruh penjuru kelas, semua orang terlihat sibuk dengan kegiatan masing-masing. Meski bukan dari kelas unggulan, tapi rasanya kelasnya jauh lebih berambisi dengan kelas MIPA 1.

Dia kembali duduk dengan sedikit kasar, tapi hal itu tidak menarik perhatian orang-orang. Mereka terlihat sangat tidak peduli dengan apapun. Beberapa fokus pada ponsel, beberapa sibuk dengan buku dan lembaran kertas yang sudah dipastikan berisi latihan soal.

"GUYS! AYOLAH BIKIN KONSER DADAKAN!"

Issam menaikkan salah satu kakinya ke atas meja, kali ini aksinya berhasil menarik perhatian semua orang. Beberapa kembali fokus, sisanya mengumpati Issam yang dianggap mengganggu mereka.

"Nanti ulangan harian kimia, lo nggak takut apa sama Pak Damar?"

"Ngapain takut? Sama-sama manusia."

"Heleh entar depan Pak Damar langsung cengar-cengir lo, Sam."

Issam mencebik, dia tidak suka disudutkan. Lantas dengan bersungut-sungut sembari menghela napas kasar. "Gue nggak takut! Mau Pak Damar kek, Damir kek, Dimar kek, siapapun itu. Gue berani tunjukin, entar kalau Pak Damar dateng, gue bakal--"

"Bakal apa?"

Semua terlihat kembali sibuk, sedangkan Issam dengan gerakan dramatis memutar tubuh. Dia menyengir, melangkah mundur yang lebih dramatis. Orang yang baru disebutkan tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu, menatapnya sembari tersenyum lebar.

"Pagi, Pak."

"Pagi ... siapa nama kamu?"

"Saya?" Issam menunjuk dirinya sendiri dengan sorot mata polos. "Siapa ya, Pak? Lupa, hehe."

"Jangan bercanda terus. Kamu udah mau kelas sebelas, nilai tinggi percuma kalau sikap kamu minus."

"Tapi nilai saya nggak tinggi sih, Pak."

Semua yang ada di kelas hanya mampu geleng-geleng kepala, bagi yang memiliki selera humor rendah pasti tertawa.

"Ya makanya itu, kamu bisa nggak baik kelas kalau--"

"PAK! Lima belas menit habis buat ngeladenin Issam, masih mau dilanjutin?"

Baim. Ketua kelas yang memiliki sikap sangat disiplin menatap Issam tajam, lagi-lagi dibalas dengan cengiran yang membuat si ketua kelas menghela napas panjang. Bukan hal pertama untuknya dibuat lelah dengan sikap Issam.

Issam kembali ke tempat duduknya dengan masih menatap Baim. Memasang wajah paling menyebalkan sampai-sampai Rajendra menepuk wajahnya pelan.

"Nggak usah bikin masalah."

"Emang masalah terbuat dari apa?" Issam menyeret kursinya mendekat ke arah Rajendra, berbisik pelan sesekali menatap Pak Damar yang mulai menjelaskan materi.

"Ngomong apa deh?"

"Masalah terbuat dari apa ya sampai semuanya jadi susah. Kenapa harus ada masalah? Nggak bisa gitu kita hidup santai," ujar Issam sembari menopang dagu. Senyumnya memudar kala mengingat ada banyak hal yang dia pikirkan sekarang. Ada banyak hal yang dia takutkan. Ada banyak orang yang dia curigai.

"Kalau nggak ada masalah, nggak ada lika-liku hidup. Yang ada kita mati rasa." Rajendra melirik Issam,  menepuk bahu remaja itu agar kembali fokus ke pelajaran. "Jangan bikin Pak Damar marah lagi. Nilai C mampus lo."

"Iyaa."

Issam kembali menatap luar jendela, perasaannya mulai gelisah kala hujan semakin deras. Kedua tangannya saling bertaut di bawah meja. "Gue benci situasi ini."

ISSAM (Lee haechan) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang