19. Ayah Rian

817 102 2
                                    

"Aku nggak tahu harus percaya sama siapa."

Rian yang kini duduk di hadapan Issam tersenyum manis, tangannya terulur mengusap puncak kepala remaja itu. Beralih menarik jemari tangan Issam dalam genggamannya, lamat-lamat dia menatap. Tidak, dia tidak ingin menciptakan kesan buruk untuk putranya. Tapi dia sendiri juga tidak bisa terlalu lama berjauhan dengan Issam, tidak lagi.

"Dulu waktu kamu lahir, saya pikir saya akan bisa memulai lembaran baru dengan bahagia. Bersama putra kandung saya. Tapi saat itu saya terlampau takut, saya takut kehilangan untuk ke sekian kali."

Tatapan keduanya bertemu, mencoba saling menyelami dalamnya perasaan masing-masing. Tangan gemetar Issam diusap dengan begitu lembut, mencoba menenangkan. "Saya hanya ingin bahagia dengan kamu, Daru. Apa saya salah?"

Bisingnya pasar malam di sekitar seolah lenyap dan berdengung di telinga Rian, dia menantikan sambutan hangat dari Issam. Sedangkan yang ditunggu merasakan perasaannya hancur begitu saja. Perasaan denial yang selama ini dia rasakan ternyata bersumber dari sini. Dari seseorang di sebelahnya. Remaja itu menunduk, menatap buku album berisi foto-foto bayi yang tidak dia dapatkan dari Adam dan Amara. Ya, pertanyaan mengapa dia tidak memiliki dokumentasi pertumbuhan dari orangtuanya kini menemukan jawabannya.

"Maaf ..."

Bukan. Bukan ini jawaban yang Rian inginkan. "Daru ..."

Setelahnya yang Rian dengar justru isakan, kepala Issam yang tertunduk dalam dan genggaman mereka terlepas. Rian bergegas berpindah posisi ke sebelah Issam, merengkuhnya dalam pelukan paling hangat. "Maafkan Ayah, Daru. Maaf ..."

Meski merasa tersayat sebab suara tangisan Issam, Rian tak memungkiri perasaan senang sebab kini untuk pertama kalinya dia berhasil merengkuh sosok yang dia perjuangkan selama ini. Meski dia cukup sadar bahwa caranya tidaklah benar, bak seorang penguntit yang berambisi mendapatkan targetnya.

Tidak peduli jika beberapa orang menatap ke arah mereka penasaran, Rian tetap memberikan kehangatan pada Issam.  Satu hal yang mereka tidak tahu, ada satu perasaan yang dihancurkan dalam waktu singkat. Adam mengeratkan genggamannya pada setir mobil, wajahnya memerah. Antara menahan amarah dan juga tangis.

"Issam ... Dia Issam, bukan Daru. Dia Issam putraku. Dia Issam."

Adam terus menyebutkan kalimat yang sama dengan tatapan kosong, hancur sudah rencananya untuk membawa Issam pulang. Sebab sudah bisa dipastikan setelah ini, hubungannya dengan Issam tidak akan sama. Adam menatap gantungan foto yang menunjukkan foto keluarga kecilnya. Dia, Amara, Ikhbar, dan juga Issam.

Adam dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam mobilnya. Ake menatap mata Adam penuh amarah. "Aku lihat semuanya, dan dia punya hal yang enggak Papa punya."

"See? Papa sekarang juga diam aja. Kenapa Papa nggak bisa yakinin kita semua tentang status Issam? Atau jangan-jangan ini semua benar?"

"Ake ... diam."

Bukannya diam, Ake justru tertawa kencang. Tawanya mereda seiring dengan air mata yang perlahan menetes. "Issam bukan adik aku?"

Ake pikir dengan mengikuti mereka semua dia akan menemukan Issam kembali padanya. Tapi tidak, dia justru menemukan banyak fakta yang tidak diketahui. Orang itu punya bukti kuat sebagai ayah Issam, sebagai keluarganya. Lantas bagaimana bisa Adam dan Amara menjadikan Issam anak mereka?

"Pa..."

Adam hanya diam, dia memilih untuk melajukan mobilnya menjauh dari keramaian. Meninggalkan Issam bersama Rian yang jika terus diperhatikan justru akan membuat Adam semakin sakit hati. Dia tidak memiliki alibi apapun untuk membawa Issam kembali, dia tidak memiliki kuasa itu.

ISSAM (Lee haechan) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang