15. Kamu Milik Saya

942 116 8
                                    

Lampu-lampu di tiap sudut ruangan menyala, suara pintu terkunci disusul dengan helaan napas panjang menjadi pembuka ruangan ini diperkenalkan. Salah satu ruangan tersembunyi di dalam rumah yang tidak diketahui siapa-siapa kecuali dirinya. Ruangan yang sengaja dia tutup dengan bagian yang tidak akan diprediksi orang-orang disekitarnya.

Ruangan ini tidak terlalu luas. Tapi cukup membawa hawa dingin yang membuat siapapun bergidik memasukinya. Ah, tidak ada yang berani dan boleh memasukinya. Sosok laki-laki berjalan perlahan dengan tali kamera yang menyapu meja. Menuju area yang ditemukan banyak sekali foto hasil jepretannya. Meski beberapa terlihat buram, tapi dia tidak peduli, itu tetap hasilnya.

Dia mengambil satu foto yang akan dipajang, menatapnya lamat seiring senyuman mengembang. Dia usap foto tersebut dengan sangat lembut, seolah takut jika akan menyakitinya.

"Manis sekali putraku."

Lantas pandangannya beralih pada barisan foto lain yang terpajang. Memilih posisi paling tepat untuk memasang foto terbaru. Dia berdecak. "Terlalu penuh, tapi saya tidak ingin melepasnya. Secepatnya kamu harus bersama saya, Nak. Kamu punya saya. Bukan mereka."

Hanya dengan kata 'mereka' saja sudah membuatnya merasa kesal sekarang. Sebab kini tangannya tanpa sadar meremat foto dalam genggaman, seolah membayangkan satu per satu figur yang menghalangi langkahnya.

"Kamu punya saya. Bukan mereka."

***

Sepanjang berjalan menuju kelas, Issam terus saja dipandangi orang-orang. Mereka menatapnya dengan sorot mata bertanya-tanya dan aneh, membuat Issam merasa sedikit heran tapi dia tidak peduli. Dia tetap berjalan dengan senyuman lebar dan kini justru melambaikan tangan, mengundang gelengan heran sekaligus tawa kecil. Lumayan, pagi-pagi membuat orang tertawa kan pahala, begitu pikirnya.

Ketika hampir saja dia sampai ke kelas, dari arah berlawanan, Rajendra datang. Mereka berdua sama-sama berhenti, memasang kuda-kuda, bersiap untuk berlari. Meski dari jarak cukup jauh, keduanya tetap saling melempar tatapan permusuhan. Seolah memiliki ikatan batin, keduanya berlari secara bersamaan tanpa hitungan. Berlari sekuat tenaga sampai akhirnya bertemu di depan pintu kelas.

"Gue duluan."

"Gue duluan."

Keduanya saling bertatapan, jika saja berada di sebuah film, mata mereka akan sama-sama mengeluarkan laser merah. Rajendra merentangkan tangannya lebih lebar, agar Issam tidak memiliki celah manapun untuk bisa masuk ke dalam kelas.

"Gue bilang gue duluan."

"Siapapun lo tanya, gue yang duluan."

"Gue."

"Gue."

Issam mengerutkan hidungnya, dia kesal bukan main. Jarang sekali keduanya datang di waktu bersamaan, tapi sekalinya bertemu, pasti ada yang diperebutkan di pagi hari. Membuat Janu dan Nevan yang tidak satu kelas dengan mereka kebingungan. Pertengkaran apa lagi yang terjadi?

"MINGGIR LO BERDUA!"

Mereka menoleh bersama, menemukan seorang siswi yang tengah berdiri dengan tatapan jengah. Syamra. Cewek itu mencubit pinggang keduanya kesal. "Gue bilang minggir, bukan bengong."

"Suruh aja dia!" Rajendra menuding Issam yang tentunya dibalas dengan tatapan tidak terima.

"Enak aja, lo suruh aja dia! Gue duluan yang sampai sini. Gue duluan lah yang masuk. Or--"

"Ussst!"

Syamra memotong kalimat Issam dengan jari telunjuk yang dia lekatkan pada bibir cowok tersebut. Gemas sekali rasanya melihat bibir Issam yang entah sengaja atau tidak seperti dimaju-majukan, memintanya untuk segera mengikat bibir itu dengan benang jahit.

ISSAM (Lee haechan) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang