Baru beberapa langkah memasuki area sekolah, Janu memutuskan untuk berhenti. Langkahnya terasa lebih berat sebab tidak juga mendapatkan kejelasan tentang dimana dan bagaimana keadaan Issam. Ini pula yang menjadikannya terpaksa diantar oleh sang ayah. Jika saja dia dibiarkan menaiki kendaraan sendiri, sudah pasti Janu akan diam-diam mencari keberadaan Issam.
Semua terasa lebih sulit karena kedua sahabatnya yang lain hanya mengetahui garis besarnya saja. Dan terus-menerus menerornya dengan banyak pesan meminta penjelasan. Remaja itu menarik napas dalam ketika Rajendra dan Nevan sudah berada di depannya. Mereka seperti sengaja menghadang.
"Lo berdua kesannya kayak mau ngelabrak gue," ujar Janu mencoba untuk mengalihkan topik yang dia hindari. Berjalan mendahului mereka, membuat keduanya berdecak dan menarik bahunya untuk kembali berdiri di tempat semula.
"Jelasin ke kita."
"Gue nggak bisa ngejelasin apa-apa, bukan ranah gue." Janu berbicara dengan sangat pelan, waspada jika apa yang ayahnya katakan semalam benar adanya. Orang-orang terdekat Issam bisa jadi berada dalam pengawasan Rian.
"Jan ..."
"Please, tolong ngertiin gue. Gue lagi nggak mau ngebahas itu juga."
"Terus sekarang Issam gimana?" tanya Rajendra tidak sabar. Jika saja berani, dia akan menonjok wajah Janu sekarang. Padahal sebelumnya dia berpikir bahwa dia yang paling mengenal Issam, tapi kenapa justru Janu yang mengetahui semuanya?
"Nggak tahu. Yang bisa dipastikan dia aman."
"Kenapa lo bisa seyakin itu?" tanya Nevan menelisik, wajahnya terlihat begitu keruh. Antara memikirkan ujian Minggu depan, pun dengan masalah Issam yang tiba-tiba saja mencuat.
"Van ..."
"Kenapa lo bisa yakin kalau dia aman? Kalau dia kenapa-kenapa gimana?"
"Nggak usah mikir aneh-aneh. Ini juga bukan ranah kita buat nyelesaiin semuanya. Kita akan nambah masalah kalau terus-terusan ikut campur. Biar orang-orang dewasa yang bertindak," ujar Janu panjang lebar dan benar-benar mengakhiri topik pagi ini. Dia ingin lekas masuk ke kelas.
Tapi sepertinya dugaannya salah. Menghindar dari Nevan dan Rajendra justru membuatnya menghadapi Syamra yang sudah berada di depan kelasnya. Dia tidak akan menghindar, dia kan menjelaskan pelan-pelan pada Syamra.
"Lo mau tahu soal Issam kan? Ikut gue."
Janu memilih gazebo sebelah ruang seni. Dia pikir di sana adalah tempat ternyaman untuk berbicara serius. Sebab dengan Syamra, dia harus lebih hati-hati dalam berbicara. Dia tahu Syamra sudah tertarik pada Issam, begitu pula sebaliknya. Akan sangat sulit bagi mereka jika keadaan seperti sekarang.
"Gue nggak dapet kabar apa-apa dari Issam. Biasanya dia rusuh spam," keluh Syamra dibalas dengan senyuman tipis.
"Kangen?"
Ragu, Syamra mengangguk. Dia tidak akan berbohong soal perasannya, kecuali pada Issam sendiri. Rasanya dia masih belum sanggup menerima kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Bisa jadi hubungan dekat yang mereka jalani akan berakhir canggung.
"Kalian itu terlalu jelas."
"Emang iya?" tanya Syamra spontan. Janu tersenyum tipis, akhirnya dia bisa sedikit mengalihkan kekhawatiran Syamra sebelum menceritakan garis besar permasalahan Issam.
"Issam emang friendly. Tapi cara dia natap lo, cara dia inget semua tentang lo, dan dia yang selalu cerita tentang lo itu udah ngejelasin semuanya."
"Jangan gitu, Janu."
"Kenapa? Lo takut berharap?"
"Gue cuman--"
KAMU SEDANG MEMBACA
ISSAM (Lee haechan) ✔️
Teen FictionDi dalam hidupnya, Issam selalu menemukan kejutan-kejutan tidak terduga. Namun di antara kejutan itu, kenapa yang datang harus menyakitkan?