4. Hantu Jalan Kenangan

1.3K 149 4
                                    

"Berangkat sekarang!"

Issam mencebik, menggulingkan tubuhnya ke sisi kasur yang lain dengan masih bergulung pada selimut. Enggan menanggapi sang Mama yang tengah berkacak pinggang di ambang pintu. Menatapnya penuh amarah seperti gunung pada level awas.

"Cari pahala, Issam. Dosa kamu udah banyak."

"Nggak usah bahas dosa Issam, kayak dosa Mama dikit aja."

"Heh!" Mama berjalan penuh ambisi untuk memukul pantat Issam dengan kepalan tangannya. Menimbulkan bunyi cukup kencang dan rasa panas tersisa.

"Mama nggak boleh kasar sama anak sendiri."

"Adek juga nggak boleh durhaka sama orangtua. Kamu tuh susaaaah banget dibilangin. Mama capek lama-lama."

Memiliki dua anak laki-laki memang cukup sulit untuk diatur, terlebih anak bungsunya yang nakalnya minta ampun. Mama menarik napas dalam, mendekati si bungsu yang masih goleran di kasur. Dia menarik selimut yang menutupi tubuh putranya.

"Bangun Nak Ya Allah, kamu suka banget bikin Mama migrain."

Issam menurunkan selimutnya sedikit, menyisakan bagian kepala saja dengan mata mengerjap polos. Dia sendiri tidak tahu setan apa yang ada di dalam tubuhnya sampai malam ini terasa jauh lebih malas di banding hari biasanya. Issam menusuk-nusuk lengan Mama dengan jari telunjuknya.

"Sekali aja ya, Ma? Ya ya ya? Minggu depan berangkat lagi, malam ini aja nggak berangkat. Ya, Ma?"

"Nggak. Berangkat sekarang! Mama siapin bajunya."

"Mamaaa." Issam merajuk, dia beralih memeluk lengan Mama agar luluh dengannya. Namun dia lupa Mama ini sama seperti Abang, galak dan sulit untuk diajak berkompromi. Dia mendongak, menatap Mama yang juga menatapnya galak.

"Kali ini aja. Ya ya ya? Maaa?"

"Terserah. Lakuin apa yang kamu mau, Mama nggak peduli."

Dengan langkah panjang, Mama keluar dari kamar Issam, tidak lupa membanting pintu. Membuat Issam yang tengah di dalam kamar mengusap dada beristighfar. Mama dalam mode marah sangat ampuh membuat rasa malas Issam menghilang. Dia segera beranjak menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.

"Abis dimarahin?"

Sontak Issam kembali beristighfar, menatap Ake tajam. Padahal dia tidak terlalu lama berada di dalam kamar mandi, namun Ake sudah berbaring dengan santai di kasurnya. "Udah tahu masih aja nanya."

"Ya elo sendiri disuruh dateng ke pengajian rutinan malah males-malesan." Ake menuju lemari Issam untuk mengambil baju yang akan dipakai adiknya. "Tuh, baju lo banyak, jangan pakai yang item mulu, kayak nggak pernah dibeliin baju aja."

Issam mendelik tidak suka. "Enakan yang item, bawel."

"Heh mulutnya! Pakai yang itu atau gue aduin Mama, biar double dimarahinnya."

Ake terkikik melihat wajah kusut Issam, namun setelahnya dia mengusap puncak kepala adiknya tersebut. "Mau ke pengajian diniatin yang bagus, jangan karena terpaksa. Dah, pakai wewangian, gue tinggal. Awas lo di rumah bikin masalah lagi."

Meski dongkol, Issam mencium punggung tangan Ake. "Hati-hati di Bogor, awas aja pulang bawa cewek baru."

"Suuzon mulu heran."

Setelahnya, Ake meninggalkan kamar adiknya. Issam menarik napas dalam, dia harus lebih bersabar sekarang sebab keesokan hari akan disibukkan dengan merangkai rayuan maut untuk Mama. Merayu Mama adalah perkara yang cukup sulit, terlebih baginya yang sering membuat perkara. Menyesal, tentu iya. Kapok, jelas tidak. Namanya juga Issam.

ISSAM (Lee haechan) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang