"Muka lo kusut banget."
Janu melempar sebotol mineral pada Issam yang sejak selesai jam pelajaran terus saja melamun. Tidak mungkin jika Issam sama seperti Nevan dan Rajendra yang kini sibuk menyiapkan ujian akhir tahun Minggu depan. Mereka berdua berada di tepi lapangan basket, memperhatikan guru mapel bermain tenis lapangan.
"Badan dimana, otak dimana."
Issam hanya meliriknya sekilas, menghela napas panjang sebelum kembali memperhatikan lapangan. Sesekali dia tertawa kencang sebab ulah guru yang cukup menghibur. Lain hal dengan Janu di sebelahnya, remaja itu terkekeh karena hal tertentu.
"Diem bukan berarti menyelesaikan masalah."
"Lo lagi ngomongin siapa sih? Ngajak gue ghibah? Gini ya, kita ini cowok harus lakik, nggak--"
"Bacot."
Issam mengatupkan bibirnya sebab tiba-tiba saja Rajendra memukul kepalanya dengan buku tebal. Issam mencebik, dia merasa ternistakan jika bersama dengan mereka. Issam mengusap kepalanya yang terasa cukup nyeri. Badan Rajendra memang terlihat kecil, tapi jangan ditanya kekuatannya.
"Nevan mana? Lo ninggalin dia di perpus?" tanya Janu menatap sekeliling.
"Lo nanyain Nevan mulu, suka lo?"
"Gue normal."
"Iya deh, lo normal. Sebelah lo yang nggak normal," ujar Rajendra melirik Issam sinis. Sedangkan yang dituju justru menunjukkan tampang bodoh, menunjuk dirinya sendiri sembari memiringkan kepala menatap Rajendra.
"Maksud lo, gue?"
"Bukan. Setan. Lo kan setan. Titisan raja dari raja setan."
"Emosi mulu lo sama gue."
"Siapa juga yang sabar ngadepin lo?"
"Bacot," ucap Janu seraya menabok wajah Rajendra dan Issam bergantian. Dia tidak tahu mengapa dia bertahan berteman dengan mereka berdua yang selalu saja menciptakan keributan. Bahkan dari hal yang sangat sederhana.
"Abang lo dari kemarin nelfon gue," lanjut Janu.
"Gue nggak punya Abang," ujar Rajendra.
"Bukan lo."
"Maksud lo, gue?" Lagi dan lagi Issam menunjuk dirinya sendiri, kali ini tatapannya beralih pada Janu.
Janu memejamkan mata, mengusap dadanya berulang sembari mencoba mempertahankan senyumnya. Harus sesabar apalagi dia menghadapi mereka berdua? Cukup lama akhirnya Janu kembali membuka mata, menoleh ke samping hanya untuk membuatnya terkejut. Sebab Issam dan Rajendra menatapnya dengan pandangan paling menjijikkan.
"Bagi yang ngerasa punya Abang yang namanya Ikhbar aja," ujar Janu tersenyum penuh arti.
"Gini, Sam. Gue nggak tahu apa yang lo rasain sekarang, tapi lo perlu dengerin gue. Percaya sama apa yang pengen lo percaya," lanjut Janu sebab keduanya tidak bersuara sama sekali. Rajendra yang masih kebingungan dan Issam yang mengerti kemana arah pembicaraan Janu. Ya, Janu memang selalu mengetahui segala hal di antara mereka, bahkan yang mereka sendiri tidak ketahui.
Issam menghela napas panjang, mengabaikan colekan Rajendra yang nyatanya tidak mengetahui apa-apa. "Semua fakta ada di depan mata, Nu. Tapi gue sendiri nggak tahu kenapa masih ngerasa ragu."
Janu tersenyum, menepuk pundak Isaam berulang kala pandangannya teralih pada lorong kelas. Membuat Issam dan Rajendra turut menoleh, di sana Syamra berjalan riang ke arah mereka. Ah tidak, tentu saja ke arah Issam.
"Kayaknya mau gue maksain lo cerita, lo nggak bakal cerita kecuali ke dia. Luapin semuanya, Sam. Lo butuh itu."
Janu langsung beranjak menarik tangan Rajendra, sepertinya dia perlu menjelaskan sesuatu agar satu temannya itu tidak salah paham. Sedangkan Issam terlihat sedikit terkejut sekaligus bingung sebab tiga hari terakhir, dia dan Syamra memang tidak berhubungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISSAM (Lee haechan) ✔️
Teen FictionDi dalam hidupnya, Issam selalu menemukan kejutan-kejutan tidak terduga. Namun di antara kejutan itu, kenapa yang datang harus menyakitkan?