9. Malam Petaka

1K 106 4
                                    

"Syamra!"

Issam melompat dari belakang untuk duduk di kursi kantin tempat Syamra duduk, remaja itu menatap sekitar. Banyak orang yang sejak tadi memperhatikan Syamra dan kini justru mereka semakin menjadi pusat perhatian. Issam tersenyum lebar sembari mengedipkan sebelah matanya genit pada semua orang. Melambaikan tangan membuat sebagian orang berdecak, Issam selalu menyebalkan.

"Lo ngapain sih?" sewot Syamra menarik lengan Issam yang melambai dan menyembunyikannya di bawah meja. Dia merasa malu sebab alasan keduanya menjadi pusat perhatian bukan suatu hal yang membanggakan. Melainkan hal yang hanya akan dijadikan bahan gosip semata.

"Mereka kayaknya ngefans sama kita, makanya dilihatin mulu," ujar Issam masih mempertahankan senyumannya. "Temen-temen lo kemana?"

"Kemana-mana. Bacot banget lo, Sam. Pergi sana gih, males banget gue lihat muka lo."

Issam meraup wajah Syamra pelan. "Mulutnya yang baik-baik dong, sensian mulu kalau sama gue kayaknya."

"Bukan kayaknya lagi, tapi emang."

Syamra menyingkirkan tangan Issam dengan wajah merah padam, antara marah dan malu. Meski berusaha untuk tidak menghiraukan mereka, tetapi Syamra juga memiliki telinga dan mata. Dia bisa melirik beberapa pandangan ke arahnya, dan bisik-bisik samar menyebut namanya. Menghela napas panjang, gadis itu mencoba untuk tersenyum terpaksa. Dia tidak ingin terlihat lemah di depan semua orang yang mungkin justru akan semakin gencar menginjak harga dirinya.

"Jangan didengerin."

"Gue punya telinga."

Tiba-tiba Issam mengangkat tangannya tepat di depan wajah Syamra. Membuka telapak tangannya yang menunjukkan sepasang earphone. Melihat wajah bingung Syamra membuatnya berdecak kesal.

"Lemot banget, ambil! Pasang di telinga lo, pakai volume full kalau perlu. Lagipula ngapain sih perkara kita di pinggir jalan doang heboh banget, belum juga jadian."

Syamra mengerjap ketika baru saja mengambil benda tersebut, dia mendengar Issam mengomel panjang dan cepat. Lantas ... apa tadi? Jadian?

"Maksud?"

"Nggak. Pakai tuh, sambungin dulu tapi ke hp lo, jangan nyari penyakit dari omongan orang. Mereka nggak bakal ada abisnya kalau nggak ada topik baru. Entar juga ilang sendiri. Terkecuali buat orang yang dasarnya emang nggak suka lo ataupun gue, topik panas ini nggak bakal berhenti. Sampai kapanpun mereka bakal terus ngungkit, atau malah bakal cocoklogi sama topik tentang kita selanjutnya."

Syamra menghela napas panjang, kedua tangannya terkepal di bawah meja. Menu nasi kuning yang baru saja tiba tidak lagi terlihat menggiurkan. Perutnya seperti sudah kenyang oleh mulut orang-orang. "Tetep aja nggak enak di hati."

"Dilatih dong, entar ke depannya bisa jadi ketemu sama orang-orang yang lebih parah. Nggak ada yang tahu."

Issam benar, tapi untuk menjalankannya pasti akan terasa sulit. Syamra sendiri tidak tahu mengapa dia sangat memikirkan tanggapan orang lain padanya. Tersadar akan sesuatu, Syamra tersenyum tipis. Menatap Issam cukup lama sebelum mengangguk.

"Makasih, Sam. Temen-temen lo dari tadi ngelihatin kita, balik ke sana gih! Gue mau makan. Bentar lagi jam istirahat habis."

"Sekali lagi makasih," lanjut Syamra melebarkan senyumnya.

Hal tersebut membuat Issam terpaku sejenak, mengerjap cepat dengan menunjukkan ekspresi canggung.

"Sama-sama."

***

"Abang kamu kemana?"

Niat hati turun untuk mengambil minum di dapur, tapi Issam langsung diminta Mama untuk menuju ruang tamu. Di sana sudah ada Papa duduk santai, meski Issam yakin suasana tidak sesantai itu. Remaja itu mengambil duduk berhadapan dengan Papa, tersenyum lebar.

ISSAM (Lee haechan) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang