"Nanti kalau udah balik, pipi lo harus tembem lagi."
Malam ini, sepasang kakak adik duduk bercengkerama di teras. Keduanya sama-sama menikmati bulan purnama seperti malam-malam sebelumnya, sebelum banyak masalahnya yang datang. Namun, kali ini ada sedikit nyeri di hati keduanya. Sebab mereka juga tengah menghitung hari sebelum perpisahan.
"Lo juga harus tambah tinggi, jangan segini mulu."
Sejak tadi, Ake tidak berhenti berbicara. Mengomentari ini-itu dari fisik Issam, padahal sebenarnya dia sedang menahan kesal. Dia sering dibuat kesal dengan Issam, tapi jika harus berpisah dengan adiknya itu, dia tidak rela.
"Nggak usah kangen lo entar sama gue," ujar Issam diakhiri kekehan ringan. Sejak tadi dia terus diam, mengamati bulan purnama dengan perasaan gamang.
"Idih! Hidup gue damai sentosa kalau nggak ada lo."
"Preet--AWW!"
Issam meringis kala Ake mencubit lengannya, dia menatap mata kakaknya tajam. Sembari bersungut-sungut sebal, Issam menarik napas dalam. "MAMAAAAAAA! ABANG CUBIT TANGAN ADEEK!"
Detik itu pula Ake menyumpal mulut Issam dengan gorengan. "Tukang ngadu!"
"Biarin!" Sembari mengunyah, Issam terus saja memelototi kakaknya tersebut. Kedua pipinya menggembung sebab memakan satu gorengan dalam satu suapan. "Lagi aaaaaaa--"
Tidak ingin berhenti membuat Ake kesal, Issam justru mencondongkan wajahnya dengan mulut terbuka. Meminta untuk disuapi sekali lagi. Sedangkan Ake sontak mundur, menabok pelan kening Issam.
"Udah sembuh lo? Udah mulai nyebelin aja."
"Yeee gue mah nggak pernah sakit."
Ake tersenyum tipis, mengambil satu gorengan lagi untuk Issam. Mengamati wajah adiknya yang terlihat lucu ketika makan, terlebih jika makanan itu lebih besar dibanding mulutnya. Lantas Ake mengacak rambut Issam gemas.
"Baik-baik di Bali. Jangan lama-lama di sana," ujarnya seraya mencubit pipi Issam. "Gemes banget gue!"
"Yeee gue emang gemesin! Produknya siapa dulu?"
Keduanya lantas tertawa. Ya, lusa Issam akan berangkat ke Bali untuk pemulihan mentalnya. Dia ingin pulih sepenuhnya agar di masa depan tidak ada luka yang tertinggal. Meski dia mengambil keputusan ini dengan berat sebab harus meninggalkan sekolahnya sementara, pun dengan keluarganya. Dia hanya akan bersama Amara di sana. Pun itu, Amara akan bolak-balik Jakarta-Bali.
"Songong! Gantengan juga gue."
"Enak aja!" Issam bersungut sebal dengan alis menukik tajam. "Gantengan gue lah! Lo mah kayak kelinci!"
"Makan dulu yang bener! Kuah lo kemana-mana!" Ake meraup wajah Issam gemas, ingin sekali menabok adiknya berulang kali.
Niat Ake mengajak Issam berdua di teras untuk memanfaatkan kesempatan bersama. Dia berpikir malam ini akan berakhir sendu, tapi melihat tingkah Issam yang tidak henti-hentinya membuatnya kesal. Ake justru berpikir malam ini akan berakhir pertikaian.
"Besok pamitan gih sama temen-temen lo, sama Syamra juga."
Ah, Ake baru teringat dengan remaja perempuan itu. Syamra yang katanya akhir-akhir ini menarik perhatian Issam. Jika saja tidak ada peristiwa itu, mungkin masa remaja Issam akan dipenuhi kisah cinta monyet. Lucu sekali membayangkan jika Issam dan Syamra benar-benar menjalin asmara.
"Iya-iya, dari tadi juga udah dispam anak-anak." Issam melirik ponselnya sekilas, ratusan notifikasi berasal dari grup berisi orang-orangan sawah. Siapa lagi kalau bukan Janu, Nevan, dan Rajendra. Dia menatap Ake yang masih terdiam. "Lo juga, sering-sering ke Bali. Awas aja kalau cari adik baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
ISSAM (Lee haechan) ✔️
Teen FictionDi dalam hidupnya, Issam selalu menemukan kejutan-kejutan tidak terduga. Namun di antara kejutan itu, kenapa yang datang harus menyakitkan?