"Kasus ditutup."
Kalimat Seno mengalihkan perhatian Adam yang masih menemani Issam. Adam beranjak, mengecup pelan kening putra bungsunya sebelum mengajak Seno ke luar ruangan. Dia menarik tangan Seno menjauh, menuju luar dimana masih ada beberapa aparat di sana.
"Maksudnya?" Kening Adam berkerut, tidak mengerti dengan makna kalimat Seno. Sebab sejak Issam dibawa ke rumah sakit, dia hanya fokus pada putranya dan menyerahkan sisanya kepada Seno. Dia tidak tahu apa-apa mengenai apa yang terjadi di rumah itu. "Kenapa gitu?"
Seno menghela napas, mengusap wajahnya kasar. Jujur saja dia sendiri tidak mengerti dengan pilihan Rian. "Dia bunuh diri."
Mata Adam membulat sempurna, menatap Seno tidak percaya. Tidak. Masih ada hal yang harus dia bicarakan dengan Rian. "Bukannya semua polisi ada di sana? Kenapa bisa?"
"Dia nembak kepalanya sendiri setelah ngerebut senjata aparat. Ke kantor polisi aja, biar kejelasan kasusnya paham."
Setelah mengatakannya, Seno berpamitan untuk pulang. Dia harus menjelaskan semuanya kepada Janu, sebab putranya itu sejak tadi terus merecokinya. Sedangkan Adam masih mencoba mencerna semuanya. Ini terlalu tiba-tiba untuk Rian memutuskan bunuh diri di hadapan polisi.
"Setelah bikin putra saya sakit fisik dan mental, bisa-bisanya kamu memilih mati." Adam menatap langit malam dengan helaan napas panjang. Padahal tadi dia sudah merencanakan untuk membuat Rian dihukum seberat-beratnya. Ini tidak akan sebanding dengan kesakitan yang Issam rasakan.
"Adek gimana, Pa?"
Tiba-tiba Ake datang dengan kondisi berantakan. Dia benar-benar direpotkan sejak sore tadi. Tapi mendengar sang adik dibawa ke rumah sakit dalam kondisi buruk, Ake tidak bisa fokus melakukan apapun. Dia memperhatikan wajah sang ayah. "Kenapa? Ada sesuatu? Adek nggak pa-pa, kan?"
"Alhamdulillah adik kamu baik-baik aja, sekarang ada di ruang intensif. Beruntung tim nggak terlambat. Tapi ..."
"Tapi?"
"Rian bunuh diri."
Tentu saja Ake dibuat terkejut dengan fakta tersebut, padahal dia sudah berencana untuk menghabisi Rian dengan tangannya sendiri. Dia ingin Rian sama tersiksanya dengan adiknya. Adik yang selama ini dia jaga, dia lindungi, dia pastikan bahagianya, justru dihancurkan dalam waktu singkat.
"Dia nggak boleh mati."
Adam menghela napas, memeluk Ake untuk meredam emosi putra sulungnya tersebut. "Yang penting sekarang, adik kamu baik-baik saja. Dan kedepannya nggak akan ada lagi yang ganggu dia."
Dalam pelukan Adam, Ake mengangguk. Berulang kali menarik napas panjang untuk menetralkan emosi dan pikirannya.
"Papa ke kantor polisi dulu, kamu jaga adik kamu ya? Besok pagi gantian Papa yang ke sini sama Mama kamu."
Ake mengangguk, membiarkan Adam menyusul polisi untuk menyelesaikan kasus ini. Mereka memang sengaja untuk tidak mengizinkan Amara datang, sebab kondisi emosi Amara yang tidak stabil dan sulit untuk menetralkannya. Mereka harus memastikan bahwa Issam benar-benar baik-baik saja sebelum mengajak Amara menemani bungsu mereka.
Ake memasuki ruangan intensif yang ditempati Issam, mendekati ranjang untuk duduk di sampingnya. Cukup lama, Ake hanya berdiam diri sembari terus memandangi wajah adiknya. Ake tersenyum tipis.
"Sudah ya masalahnya? Setelah ini, gue bakalan pastiin lo baik-baik saja. Nyawa gue taruhannya."
***
Sejak terbangun, Issam hanya diam saja. Dia tidak mengatakan apa-apa, padahal sudah berjarak setengah hari dari pertama kali dia membuka mata. Remaja itu hanya menatap ke luar jendela, memperhatikan terik matahari yang kian naik.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISSAM (Lee haechan) ✔️
Teen FictionDi dalam hidupnya, Issam selalu menemukan kejutan-kejutan tidak terduga. Namun di antara kejutan itu, kenapa yang datang harus menyakitkan?