Setelah mendengar kabar putusnya sang kakak dengan pacarnya, seharian ini Issam uring-uringan. Dia sangat menyayangkan keputusan mereka sebab keluarga sudah saling kenal dan dekat satu sama lain. Issam seringkali menemani Dara ketika Ake tengah berada di kesibukan. Tapi rupanya, kesibukan itulah yang menjadi salah satu penyebab renggangnya mereka.
Keresahan hari Issam menyebabkan kini dia berada di depan kamar Ake, berniat untuk mengecek keadaan kakaknya tersebut. Meski sebelumnya Ake mengatakan bahwa dia baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Namun jelas itu hanya kebohongan belaka dan Issam sangat memahami perasaan kakaknya tersebut.
Tangannya menggantung di udara saat berniat mengetuk pintu, tidak seperti biasanya yang langsung masuk tanpa seizin pemiliknya. Kali ini dia menimbang, sudah cukupkah ruang untuk Ake menenangkan diri?
"ABAAAAAANG!"
Issam menggedor pintu kamar Ake setelah menarik napas panjang, menyiapkan diri jika dia akan mendapatkan omelan nanti. Issam semakin kencang menggedor pintu, bahkan kini dia menggunakan kekuatan kedua tangannya sekaligus.
"ABAAAAAAANG!"
"BANGKEEEEEEE!"
"Ngapain sih tuh anak?"
Di dalam kamar, Ake berdecak sebal. Sejak semalam dia memilih untuk menyibukkan diri dengan banyak hal, berusaha mengalihkan pikirannya dari Dara. Tapi sepertinya sang adik tidak memberinya ruang untuk ketenangan. Anak itu seperti berniat merusak pintu kamar.
"LO BISA BUKA PINTUNYA SENDIRI YA BANGSAT! NGGAK USAH MANCING EMOSI GUE!"
"ABANG BUKAAAAA!"
Seperti menuliskan telinga, Issam tetap berusaha menarik perhatian Ake. Dia justru mengerahkan seluruh tenaganya memukul pintu kamar Ake, meski perih dan pegal terasa bersamaan. "ABAAAANG, TANGAN GUE SAKIT YA GEDOR PINTU LO!"
Ake semakin dibuat kesal, dengan langkah lebar pemuda itu menghampiri pintu. Membukanya secara tiba-tiba sampai membuat Issam tersungkur. Ake menatap adiknya datar, tidak berniat membantu sama sekali.
"Bangun lo!"
Issam meringis, dia memutar tubuhnya sampai terlentang. Menyengir lebar sebab tatapan tajam Ake menghunus padanya. "Enak, Bang. Dingin."
"Gila."
Ake kembali duduk di meja belajar, meninggalkan Issam yang perlahan bangkit. Sebenarnya dia merasa nyeri karena terjatuh cukup kencang, tapi yang pasti adalah melihat keadaan Ake saat ini.
Miris. Issam menggeleng pelan ketika menyadari Ake seperti gelandangan kejrambet. Sudah lusuh, makin lusuh.
"Baru juga sehari, gimana Minggu depan?" gumam Issam lantas berbaring di kasur. Memperhatikan Ake yang kembali fokus pada layar laptopnya.
"Lo ngerjain apa lagi sih? Sibuk banget kayaknya."
"Gue bukan lo yang pengangguran."
"Udah kali galaunya, putus doang tinggal cari yang lain. Cewek banyak, Bang. Sekalipun nggak semua bisa kayak Kak Dara sih, haha." Issam mengakhiri kalimatnya dengan senyuman lebar, memancing emosi Ake yang kini sudah menatapnya tajam.
"Lo ke sini kalau cuman buat ngeledek gue, mending balik. Nggak tahu sikon banget ya? Kurang ajar tahu nggak?"
Entah, mungkin suasana hati Ake benar-benar buruk. Kedua tangannya mengepal, bicaranya pelan tapi urat-uratnya sampai menonjol. Menunjukkan sebuah emosi yang dia redam dalam-dalam. Sebenarnya Issam bukan orang pertama yang menjadi korban kegalauannya.
Belum sempat Ake kembali mengomel, Issam memasukkan permen Yupi ke dalam mulut Ake. Dia menyengir lebar, menepuk bahu Ake guna menenangkan. Meski tatapan yang kakaknya berikan tidak berubah, sekalipun tengah mengunyah Yupi, tapi Issam tetap bersikap santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISSAM (Lee haechan) ✔️
Teen FictionDi dalam hidupnya, Issam selalu menemukan kejutan-kejutan tidak terduga. Namun di antara kejutan itu, kenapa yang datang harus menyakitkan?