"Ini masih sakit nggak?" tanya Mama lirih saat mereka sudah berada di kamar Issam. Putra yang dirindukannya kini telah berada dalam pelukannya, tapi lebam kebiruan di pergelangan tangan Issam membuat Mama salah fokus. Mama menarik tangan Issam perlahan, meniup pelan pergelangan tangan Issam.
"Enggak, gini doang mah nggak sakit."
Mama tersenyum tipis, mengecup pelan kening Issam sembari mengeratkan pelukannya. Wanita itu masih belum puas mengobati rasa rindu dan khawatir. "Mama nggak bisa ngebayangin kalau kamu nggak pulang."
Issam mendongak, menatap mata Mama yang berkaca. Dia usap pipi Mama lembut, membuat pandangan mereka kembali bertemu. "Ma, aku di sini. Adek kan anak Mama, adek nggak akan kemana-mana."
"Uuuuu sayangnya Mama."
Keduanya tertawa sembari mengeratkan pelukan, meski salah satunya masih menyembunyikan kekhawatiran. Issam dan rasa takutnya belum berakhir, berkali-kali dia merasa gelisah dengan tubuh sedikit gemetar. Rasanya tidak nyaman, tapi Issam tidak berani merusak momen haru sekarang. Yang terpenting baginya adalah kembali ke rumah.
Papa dan Ake berada di ruang tamu, keduanya berbincang dengan pengacara yang Seno carikan. Mereka mengusahakan kejelasan untuk status Issam sebab rupanya Rian benar-benar berniat menyabotase semua data.
"Bagaimana bisa rencana dia semulus ini?" geram Seno saat melihat data-data yang Rivan--pengacara mereka-- tunjukkan.
"Bukankah dia memang mengincar Issam sejak lama? Tentunya dia berani melakukan hal nekat setelah semuanya benar-benar tersusun rapi," ujar Rivan yang sama sekali tidak menenangkan, justru membuat tiga orang dewasa di sana menghela napas resah.
"Kita hanya perlu waktu untuk mengembalikan semuanya. Kalian harus bersabar, dan selama waktu jeda itu, kalian harus benar-benar menjaga Issam. Kita perlu banyak bukti untuk bisa menuntut saudara Rian," lanjut Rivan meyakinkan ketiganya. Mungkin ini memang memakan waktu lama, tapi selagi mereka percaya, semua pasti akan baik-baik saja.
***
Issam menatap ke sekitar ketakutan. Dia tidak bisa melakukan apa-apa sebab tangan dan kakinya terikat rantai. Tubuhnya terasa remuk redam, sakit di sekujur badan. Issam dapat merasakan tubuhnya basah sebab keringatnya sendiri. Sekarang yang dia lihat hanyalah kegelapan, setitik pun cahaya tidak ditemukan.
Papa
Mulutnya tidak dibungkam, tapi Issam seolah tidak dapat berbicara sama sekali. Air matanya tidak tertahan sebab rasa takut yang berkuasa. Dia meringis ketika mencoba untuk melepaskan diri.
Tiba-tiba cahaya muncul dari balik pintu yang terbuka, menunjukkan seseorang yang baru saja dia hindari. Rian. Laki-laki itu berdiri di sana, kali ini entah kenapa bagi Issam, tatapannya lebih mengerikan. Aura Rian saat ini lebih mencekam dibanding sebelum-sebelumnya.
Issam mencoba menggeser tubuh, menghindari Rian yang semakin mendekatkan diri.
Jangan
Lagi dan lagi suaranya tidak keluar, pikiran Issam kacau sekarang. Dia menggeleng, menatap Rian penuh permohonan. Firasatnya mengatakan bahwa Rian akan melakukan hal yang tidak diinginkan. Tidak.
Pikiran Issam semakin kacau ketika tangan Rian membelai wajahnya, mengusap setiap tetes keringat di sana. Kepala Issam bergerak brutal, dia merasa merinding hanya karena sentuhan tersebut. Tapi gerakannya terhenti sebab tiba-tiba saja Rian memukul kepalanya.
Entah kenapa pukulan tersebut terasa sangat sakit padahal Rian hanya menggunakan tangannya. Pening rasanya.
"Husssst diam."
KAMU SEDANG MEMBACA
ISSAM (Lee haechan) ✔️
Teen FictionDi dalam hidupnya, Issam selalu menemukan kejutan-kejutan tidak terduga. Namun di antara kejutan itu, kenapa yang datang harus menyakitkan?