Tarani berjalan di bawah panas terik matahari tanpa sebuah tujuan, tidak tahu sudah berapa lama ia berjalan, sudah berapa banyak keringat bercucuran membasahi seluruh tubuhnya, tidak ada yang ia pedulikan bahkan ketika dirinya sudah merasa ini diluar kendalinya.
Pikirannya hampa, dadanya terasa sangat sesak, pertanyaan-pertanyaan yang hanya sekilas muncul dalam pikirannya. Kenapa dia harus terlahir ke dunia yang kejam ini? kenapa harus dia yang merasakan perihnya hidup? bisakah sekali saja ia merasakan apa itu kebahagiaan? setiap pertanyaan itu muncul, entah mengapa itu terasa sakit dan menusuknya begitu dalam. Tidak ada darah dalam rasa sakit ini, tidak ada yang tahu tentang luka ini, dan tidak ada obat untuk menyembuhkan penderitaan ini.
Tak sengaja ia melihat seorang anak yang sedang merayakan ulang tahun bersama dengan kedua orang tua mereka dari balik jendela restoran. Itu terlihat sederhana dan menyenangkan, suara tawa dan kegembiraan yang tak pernah ia dapati dari siapapun. Tidak pernah sekalipun, hanya kekecewaan yang selama ini selalu ia dapatkan dan rasakan. Tidak ada satu hal pun yang ia dapatkan dari manusia selain kekecewaan dan kekecewaan.
Tarani hanya tersenyum dan kembali melanjutkan perjalanannya. Terus melihat sesuatu yang tidak akan pernah bisa ia dapatkan hanya akan membuat dirinya semakin jauh tenggelam ke dalam penderitaan.
Terkadang dia merasa depresi dengan kondisi hidupnya yang runyam, terkadang juga ia merasa cemas dengan masa depannya yang penuh dengan tanda tanya. Namun, bagaimana rasanya merasakan kedua hal itu dalam waktu yang sama? apakah kalian tahu sebagaimana menyakitkannya sebuah neraka? ketika orang mengatakan bahwa neraka itu ada 7, maka kita menyadari bahwa dunia ini yang pertama.
Kacau, merasa hilang arah dan tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan semua ini, bahkan untuk lari saja itu terasa sulit. Apapun jalan yang ia pilih tidak akan pernah ada yang berhasil. Di sekitar jalannya banyak sekali orang-orang dengan wajah senyum, datar, dan berbagai ekspresi yang tak dapat dimengerti olehnya. Namun, dari mereka semua tidak ada yang terlihat begitu sedih, bahkan ketika dirinya berkaca pada sebuah kaca gedung di sebelahnya, ia tidak tahu kenapa dia terlihat begitu datar. Entah karena manusia telah diprogram seperti itu atau memang beginilah cara dunia bekerja.
Perjalanan yang panjang, rumah yang terlihat kumuh ini sekarang entah kenapa terlihat lebih indah daripada orang-orang yang penuh dengan nafsu, mengotori dunia ini dengan ambisi mereka yang murahan. Mereka menganggap jika kehidupan ini tentang untung dan rugi, bahkan ketika mereka memiliki sebuah anak atau sedang melakukan sesuatu dan menganggap itu sebagai investasi, itu gila. Apakah tidak ada yang dipikirkan dalam pikiran mereka selain keserakahan? hingga menjadikan anak-anak yang polos dan tidak tahu apapun dijadikan sebuah alat investasi.
Tarani membuka pintu dengan perlahan, pintu kayu yang sudah rapuh habis dimakan rayap-rayap kecil sehingga ketika membukanya seringkali terdengar suara-suara decitan yang membuat pintu itu seperti akan terlepas dari pegangannya. Ia berjalan naik ke atas tangga, perlahan demi perlahan, hingga melihat sebuah pintu yang keadaannya sedikit lebih baik dari pintu sebelumnya, pintu di ruangan ini kondisinya seperti baru saja diperbaiki.
Ruangan di dalamnya terlihat begitu gelap dan dingin, tidak ada sedikitpun penerangan-penerangan cahaya masuk ke dalamnya, tapi Tarani tak begitu memperdulikannya, kegelapan ini sudah menjadi sahabat baiknya dan membuatnya sedikit merasa lebih nyaman. Sepi, tidak ada satupun orang di dalamnya, kesendirian ini akan terasa menenangkan bila dalam suasana hati yang baik.
Tarani menyulut api pada sebatang rokok lintingan yang telah ia campurkan dengan ganja di sela jari telunjuk dan tengah miliknya, ia menghisapnya dengan cepat secara berulang, lalu kemudian melepaskannya dengan perlahan. Setiap hembusan asap yang keluar dari mulutnya entah kenapa itu terasa begitu menenangkan, semua pikiran yang kacau dalam dirinya kembali berjalan sesuai dengan aliran sungai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunflower
Teen FictionAnak-anak terlahir karena keegoisan orang tua. Mereka tidak pernah meminta untuk dilahirkan, mereka juga tidak bisa memilih oleh siapa mereka dilahirkan. Sangat adil jika kamu terlahir dengan keluarga yang baik, tapi ketika kamu terlahir dengan kelu...