"Sial."
Dengan menggenggam secarik kertas di tangannya, Vikrama meratapi nilai-nilainya yang bahkan tidak menyentuh angka di atas 80. Semua hasil ujiannya hanya menghasilan rata-rata sekitar 78. Meskipun berada di atas nilai rata-rata yang dibutuhkan, nilai itu masihlah tidak cukup untuk mendapatkan beasiswa. Tetapi Vikrama yang sekarang berbeda dengan ia saat kecil, sekarang ia merasa begitu tenang dan damai, bahkan ia merasa dapat mengalahkan iblis yang paling mengerikan sekalipun.
Karena ia tahu tidak akan pernah ada masa di mana dia akan berkuliah dengan jas almamaternya.
Vikrama mendongakkan kepalanya, bersandar pada sandaran kursi seraya menatap langit-langit kamarnya. Hembusan napas yang keluar dari dalam mulutnya dengan sangat tenang, dan mulai mengangkat telapak tangannya ke atas.
"Kenapa aku harus hidup dengan penuh kekangan, jika Tuhan saja memberiku kebebasan untuk kebahagiaanku?" Vikrama sungguh tidak mengerti mengapa manusia harus terperangkap dalam lingkungan yang menyedihkan seperti kehidupan ini. "Kenapa aku tidak bisa bebas seperti burung yang dapat terbang dengan sayapnya secara bebas?"
Tak lama kemudian Ibu mengetuk pelan pintu kamarnya, sebenarnya Vikrama sudah pasrah jika pada akhirnya Ibu akan memarahinya karena mendapatkan nilai yang hanya mencapai rata-rata saja. Dia sudah tidak peduli sedikitpun dengan hal itu, karena saat ini dia lebih khawatir dengan kondisi Tarani yang sepertinya menjadi lebih buruk dari sebelumnya.
"Vikrama!" panggil Ibunya seraya kembali mengetuk pintu kamarnya yang tertutup rapat. "Vikrama, bisa kita bicara sebentar? ada yang ingin Ibu bicarakan bersama denganmu."
"Sebentar Bu!" jawab Vikrama, dan dengan segera ia bukakan pintu kamarnya yang tidak terkunci. Ia membiarkan kertas-kertas hasil ujiannya tergeletak begitu saja di atas meja, dia sedikit merasa penasaran dengan reaksi yang diberikan oleh Ibu jika melihat hasil nilai ujian Vikrama yang tidak sesuai dengan harapan. "Ada apa Bu?"
Ketika pintunya terbuka, Ibunya dapat melihat dengan jelas kertas-kertas di atas kasur Vikrama. Dia segera masuk ke dalam kamar dan langsung melihat kertas-kertas yang berisi hasil ujian dari Vikrama satu per satu, "Nilaimu sangat buruk ... kamu harus lebih banyak belajar!" kata Ibunya, lalu menyimpan kertas ujian tersebut di atas meja, kemudian melihat barang-barang yang berada di dalam kamar Vikrama.
Vikrama sendiri sedikit terkejut bahwa Ibunya tidak bereaksi seperti yang dia bayangkan. Biasanya Ibu akan memarahinya, menyuruhnya untuk belajar dengan porsi yang mengerikan, dan bahkan memberikannya jadwal les. Ibu membuat kesehariannya hanya dipenuhi dengan belajar, belajar, dan belajar. Hidup yang sangat memuakkan bagi anak-anak.
"Apa kamu tahu di mana Ayahmu di makamkan? tanya Ibunya. "Aku dan Feri berencana untuk pergi berziarah ke makamnya. Apa kamu ingin ikut?"
"Iya." Vikrama lagi-lagi dibuat terkejut oleh Ibunya. Dia sangat tidak menyangka bahwa Ibunya berinisiatif untuk pergi berziarah ke makam Ayah. Meskipun di atas sana Ayah tidak akan senang karena Ibu pergi berziarah ke makamnya seraya membawa Suami selingkuhannya. "Kapan Ibu akan pergi?"
"Besok lusa ... kamu tidak ada acara apa-apa 'kan?"
Vikrama tidak memiliki acara apapun untuk dua hari ke depan. Mungkin tidak akan ada masalah jika dia harus pergi meninggalkan Tarani beberapa hari saja. Dia akan mencoba menitipkan Tarani pada Rhea atau Sri, atau mungkin juga Deni. Setelah melihat sifat aslinya, dia merasa bahwa Deni bukanlah pria yang buruk seperti prasangkanya ketika awal bertemu.
"Iya aku kosong di hari itu."
"Ok kalau gitu sudah diputuskan." Ibu berjalan menuju pintu kamar. "Kalau gitu ibu akan menyelesaikan pekerjaan ibu terlebih dahulu."
Vikrama menghembuskan napas lega, entah sejak kapan dia dapat merasa selega ini di rumahnya sendiri, berpikir bahwa Ibu akan mengajaknya pergi berziarah ke makam Ayah. Seharusnya dia menceritakan ini pada Akmal ... Vikrama melalui jendela dapat melihat Ibunya bersama Feri pergi meninggalkan rumah dengan menggunakan mobil.
Dia memutuskan untuk menghabiskan waktunya dengan menonton siaran televisi, dia sangat bahagia saat ini, dia merasa bahwa kedatangannya kembali ke tempat ini tidaklah salah. Tetapi, ketika dia memikirkan beberapa hal, tiba-tiba terlintas begitu saja keinginannya untuk menemui Tarani.
Dia dengan segera mengenakan celana jeans panjang dan jaket olahraga berwarna merah agar membuatnya terjaga dari rasa dingin. Vikrama mengunci pintu rumahnya, lalu pergi menaiki kendaraan bermotornya yang terparkir di depan rumah, dan setelah itu ia segera pergi meninggalkan rumahnya dengan cepat. Dia sudah tidak sabar ingin segera menemui Tarani, entah sudah berapa lama dia tidak bertemu dengan Tarani.
Satu hari? dua hari? tiga hari? Vikrama tidak mengetahuinya karena dia merasa sudah tidak bertemu dengan Tarani selam bertahun-tahun..
Ketika sampai di depan rumah Tarani, Vikrama tidak dapat melihat sedikitpun penerangan-penerangan di dalam rumah Tarani. Itu sangatlah gelap dan sunyi, seperti sebuah rumah terbengkalai dengan kisah horor di dalamnya. Vikrama menekan tombol bel rumah berulang kali, tetapi tidak terdengar sedikitpun gerakan dari dalam rumah.
"Tara!" teriak Vikrama secara berulang kali.
Tidak ada balasan, Vikrama mencoba memutar pegangan pintu, dan seketika pintu terbuka lebar. Pintu ini tidak terkunci, tapi tidak terlihat sedikitpun ada tanda-tanda kehidupan di dalam rumah, "Permisi!" katanya seraya berjalan masuk ke dalam rumah.
Dia dapat melihat ada banyak sekali piring-piring bekas makanan di atas meja, dan piring-piring yang masih kotor di dalam wastafel. Dia juga merasa rumah Tarani seperti sudah lama tidak dibersihkan, itu terlihat dari banyaknya debu yang menempel pada barang-barang yang ada di dalam rumah.
"Tara!" panggil Vikrama, dan karena kunjung masih tidak ada jawaban, Vikrama mengira bahwa Tarani telah pergi tertidur. Dia memutuskan untuk mencari ke kamar Tarani, dan seketika ia dibuat terkejut ketika melihat kondisi ruangan di dalam ruangan kamar Tarani. "Apa yang telah dia lakukan selama ini? sial."
Dia melihat ada banyak sekali botol, puntung rokok, dan noda-noda darah berserakan pada area lantai kamarnya. Vikrama merasa begitu panik, dan mencoba menelepon Tarani, karena ternyata dia juga tidak ada di dalam kamarnya. Vikrama yang panik dengan segera mencari ke seluruh penjuru rumah seraya memanggil nama-nama Tarani. Tetapi pencariannya berakhir nihil, dia tidak dapat menemukan Tarani di manapun, bahkan di area sekitar rumahnya pun tidak ada.
Dia dengan segera bergegas pergi keluar keluar rumah, dan naik ke atas motornya. Ia sempat berpikir apakah harus mencari ke seluruh wilayah Bandung untuk menemukan keberadaan Tarani yang tidak diketahui olehnya. Vikrama merasa takut jika Tarani bertemu dengan orang-orang mesum atau orang-orang aneh yang mungkin akan merusak tubuhnya.
"Sial!" umpat Vikrama karena Tarani sama sekali tidak menjawab panggilannya. Karena tidak ada panggilan yang terjawab satupun oleh Tarani, Vikrama memutuskan untuk pergi ke sebuah jembatan yang menjadi tempat di mana sebelumnya Tarani membawanya ke sana. Jembatan yang dikatakan bahwa Tarani merasa seperti ingin melompat ke bawahnya.
Meskipun dirinya secara pasti tidak mengetahui apakah Tarani benar-benar ada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunflower
Teen FictionAnak-anak terlahir karena keegoisan orang tua. Mereka tidak pernah meminta untuk dilahirkan, mereka juga tidak bisa memilih oleh siapa mereka dilahirkan. Sangat adil jika kamu terlahir dengan keluarga yang baik, tapi ketika kamu terlahir dengan kelu...