27. Perjalanan Pulang

64 27 1
                                    

Sepanjang perjalanan pulang menuju rumahnya, Vikrama beberapa kali hampir tersungkur di tepi jalan, seluruh badannya terasa lemas. Seharusnya ia tidak terlalu memaksakan dirinya yang perlahan demi perlahan mulai melemah. Kepalanya seperti akan meledak, matanya memerah dan rasa nyeri pada area perutnya terasa begitu menyengat. Rasa kantuk dalam dirinya sudah mulai tak tertahankan.

"Padahal aku tidak pernah merasa sebaik ini sepanjang hidupku," gumamnya seraya terkekeh pelan, menatap dirinya yang sedang diperbudak oleh cinta pada jendela mobil yang tengah terparkir di sisi jalan.

"Vikrama!"

Pada awalnya Vikrama hendak mengeluarkan sesuatu yang mungkin akan membuatnya merasa lebih baik, tetapi setelah terdengar suara yang begitu familiar memanggil namanya, ia mengurungkan niat dan berusaha untuk tetap berperilaku seperti biasanya.

"Apa yang sedang kamu lakukan di tengah malam seperti ini?"

"Seharusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kamu yang merupakan seorang wanita berjalan-jalan ke sana kemari di tengah malam yang mungkin sangat berbahaya untukmu?" tanya Vikrama dengan wajah tegas, tapi sebelum itu ia sadar bahwa Rhea hanya mengenakan sehelai kaos tipis berwarna putih polos dengan celana jeans pendek yang mungkin bukanlah sesuatu yang bagus jika mereka tetap melanjutkan pembicaraan seperti ini. "Mari berbicara sambil berjalan!"

"Iya."

Bulan, bintang, dan beberapa hal tak terlihat di atas sana, menemani langkah mereka pada malam yang dingin ini. Rhea cukup senang dengan kebetulan ini, apalagi ketika ia mulai menggosok-gosokkan kedua tangannya karena kedinginan dan Vikrama segera meminjamkan sweater-nya kepadanya. Sedikit kesal karena dia cukup peka mengenai hal sepele seperti ini, tetapi tidak untuk hal yang lainnya.

"Jadi, apa alasanmu?"

"Alasan apa maksudmu?" tanya Rhea seraya tersenyum heran.

"Jangan berpura-pura Rhea!"

"Aku tidak memiliki alasan, aku juga tidak sedang berpura-pura." Tatapan matanya berubah, kali ini lebih kosong dan ia tersenyum ketika mengingat kilas balik yang selalu menghantuinya. "Aku hanya merasa ingin menyegarkan isi kepalaku."

Setiap hari, ketika di sekolah Rhea selalu melihat Vikrama dan Tarani bersama-sama. Entah saat sedang beristirahat ataupun saat sedang berada di dalam kelas, dan bahkan ketika pulang sekolah sekalipun mereka selalu bersama-sama, seakan-akan tidak ada sedikitpun tempat baginya. Pada awalnya ia tidak merasakan apapun dan berpikir bahwa mereka hanyalah sekedar teman sekelas belaka, tapi hari demi hari berlalu ia mulai memikirkannya. Pertanyaan-pertanyaan kecemburuan yang membuatnya merasa begitu pesimis, dan hal itu membuat produktivitasnya dalam melakukan sesuatu cukup berkurang.

"Jangan berkata seolah-olah kamu memiliki sesuatu di dalam sini," kata Vikrama seraya mengacak-acak rambut Rhea. Ia berniat untuk bercanda, tapi setelah menyadari jika Rhea tidak seperti biasanya dan hanya diam ketika rambutnya di acak-acak olehnya. Ia menarik lengannya, dan menghela napas pendek. "Tapi iya, terkadang beberapa hal memang tidak akan pernah terjadi sesuai dengan apa yang kita inginkan. Mungkin kamu akan merasa kesal karena tak bisa mendapatkannya, tapi begitulah kehidupan."

Logikanya setuju dengan saran yang dikatakan oleh Vikrama, tapi batinnya mengatakan sebaliknya. Ada beberapa hal yang membuatnya cemas, dan itu sangat melelahkan, seandainya Vikrama sadar bahwa ia adalah salah satu alasan dari kekhawatirannya, seandainya Vikrama sadar dengan apa yang dirasakan olehnya, seandainya Vikrama berhenti berbuat baik seperti ini kepadanya. Apa yang selalu dilakukan oleh Vikrama membuat Rhea selalu berharap.

"Turnamen ini, banyak sekali orang yang berekspektasi tinggi kepadaku. Hal itu membuatku merasa begitu gugup karena takut tak bisa menampilkan seperti yang mereka ekspektasikan," ucap Rhea, sedikit menarik bibirnya ke atas. Itu adalah salah satu dari sedikit hal yang membuatnya gelisah. "Aku tahu, semakin tinggi diriku, semakin besar tekanan yang akan aku alami. Tapi aku tidak peduli dengan semua itu, aku hanya ingin bersenang-senang. Aku tidak peduli dengan ambisi dan persaingan orang-orang dewasa tentang masa depan. Aku hanya ingin bermain, tidak lebih."

SunflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang