18. Tidak ada yang Salah

51 28 4
                                    

Ini adalah hari yang sangat istimewa dan menentukan bagi Akmal. Masa depannya dipertaruhkan di sini. Ia sungguh berharap agar semuanya berjalan dengan baik dan hal-hal buruk yang tidak diinginkan, tidak akan pernah terjadi.

Ia berdiri di depan sebuah cermin besar, merapikan dasinya yang agak sedikit melempem dan juga ia tak lupa merapikan rambutnya dengan sebuah gel. Dengan memakai kemeja hitam dan celana panjang berwarna hitam, Akmal masuk ke dalam mobilnya. Jarak antara sekolah dengan toko swalayan tempat Lira bekerja tidak terlalu jauh, hanya menempuh waktu setengah jam untuk sampai di tujuan. Ia memutuskan untuk menemui Lira di tempatnya bekerja, karena sudah merasa tidak sabar ingin segera bertemu dengannya dan melihat seorang wanita yang kelak menjadi pendamping hidupnya di masa depan.

Sejak keluar dari dalam mobil, Akmal tak bisa berhenti tersenyum. Bahkan ketika masuk ke dalam toko swalayan pun, ia masih tetap mempertahankan senyuman bodohnya. Meski ada beberapa hal yang membuatnya gelisah dan khawatir, perasaan bahagia ketika bertemu dengan Lira mengalahkan semua rasa khawatir dalam dirinya. Rasa-rasanya hormon bahagia dalam dirinya terus meluap hingga tak terkendali, dan dia tidak tahu ke mana lagi harus menampungnya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" bisik Lira pada Akmal yang telah berdiri di hadapannya, suaranya pelan karena  tak ingin mengganggu pelanggan lain. "Kamu bisa menungguku di rumah atau di mobil!"

"Jangan marah-marah, nanti kecantikan kamu hilang loh ... iya meskipun kamu pas marah juga cantik sih." Akmal menghentikan ucapannya begitu seseorang membawa barang ke tempat kasir, dan mempersilahkannya untuk membayar barang belanjaannya. Setelah selesai, dan pelanggan itu berlalu pergi, Akmal kembali menggoda Lira. "Aku tidak ingin menunggu, duduk diam di dalam rumah. Aku tak sabar ingin segera bertemu denganmu."

Entah kenapa hari ini ia merasa begitu bersemangat.

"Iya, iya terserah." Lira mendesah lesu. "Sebentar lagi shift-ku selesai. Tunggulah di dalam mobil. Jangan mengganggu aku ketika sedang bekerja!"

"Tapi aku ingin tetap di sini bersama denganmu," rengek Akmal dengan memasang raut wajah pura-pura sedih yang di mana itu membuat Lira semakin kesal.

Lira menatap Akmal dengan sinis dan hal itu membuat Akmal dengan segera pergi dan menunggu Lira di dalam mobil. Meski enggan, tapi di sini lebih baik daripada melihat Lira marah kepadanya. Marah seorang wanita lebih menyeramkan dari apapun di dunia ini. Tetapi perlu di tanda kutip, bahwa ketika sedang marah sekalipun Lira masihlah tetap menawan.

Tak membutuhkan waktu yang lama bagi Akmal untuk menunggu, Lira telah masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Akmal yang masih tersenyum dengan begitu bodohnya, sampai-sampai Lira sendiri juga merasa keheranan dibuatnya.

"Apa kamu sudah lama menunggu?"

Akmal memutar kunci mobilnya, "Kalau kamu tanya padaku, mungkin itu relatif. Tapi aku akan selalu menunggumu selama apapun itu." Sebelum menancap gas, Akmal memperlihatkan jam di ponselnya pada Lira. "Masih ada sedikit waktu, mau pergi ke suatu tempat dulu?"

Lira tersenyum, "Mau pergi ke mana?" tanyanya seraya melingkarkan sabuk pengaman ke area punggungnya.

"Terserah kamu bebas mau ke mana aja." Akmal juga melingkarkan sabuk pengaman ke area punggungnya. "Aku ngikutin mau kamu aja."

"Lah kok jadi terserah aku? kan kamu yang dari pertama ajak aku buat pergi ke tempat lain dulu," kata Lira dengan suaranya yang terdengar imut di telinga Akmal.

"Ya udah." Akmal menyalakan mesin mobilnya. Sebenarnya dia memang memiliki tempat yang ingin dikunjungi bersama dengan Lira, tempat itu sangatlah indah dan jauh sekali dari keramaian, hanya akan ada mereka berdua di tempat itu. Tapi, karena kebiasaannya selama ini, ia selalu bertanya terlebih dahulu kepada Lira apakah ada tempat yang ingin dikunjungi olehnya. "Kalau kamu gak keberatan, kalau gitu kita pergi ke tempat yang aku ingin saja."

SunflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang