24. Tidak Memaafkan

45 27 0
                                    

Hidup itu membosankan, tidak ada artinya.

Jika saja Vikrama tidak melihat Tarani saat itu, mungkin saja saat ini ia tetap akan merasa hidup hanyalah sebuah kekosongan, tiada berarti. Cinta mengubah pandangannya pada kehidupan, membuat segala sesuatu yang tidak ada artinya menjadi ada. Apa yang membuatnya mencintai Tarani? itu adalah pertanyaan yang sekarang sedang terngiang-ngiang dalam benaknya. Tidak ada pertanyaan ataupun jawaban yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Tapi setidaknya dia menemukan sebuah arti dari alasan kehidupannya.

Tidak jauh dari rumah Tarani tinggal, Vikrama melihat seorang pria keluar dari dalam rumah Tarani, pria itu membawa sebuah koper besar dengan raut wajah masam. Dengan melihat gelagat dari pria itu, Vikrama menduga bahwa itu adalah Ayah dari Tarani.

"Sepertinya tidak berjalan dengan baik."

Ia hendak berjalan mengetuk pintu masuk ke dalam rumah. Tapi dengan segera Vikrama mengurungkan niatnya, ia merasa itu bukanlah pilihan yang baik. Ia harus menunggu Tarani meneleponnya atau berjalan keluar dari dalam rumah, terlalu ikut campur dalam masalah orang lain bukanlah sesuatu yang baik. Terlebih dia harus menghormati keputusan Tarani sebelumnya, yang mengatakan bahwa ia ingin menyelesaikan masalahnya seorang diri.

"Sebentar lagi kurasa."

Tapi, begitu beberapa jam berlalu, heningnya suasana di malam hari membuat suara pecahan kaca terdengar begitu jelas, dan membangunkan Vikrama yang hampir tertidur lelap dalam lamunannya. Ia melihat asal suara tersebut dari dalam rumah Tarani dan langsung mengambil ponsel dari dalam sakunya, menckba menelepon Tarani seraya memohon padanya untuk segera mengangkat panggilannya.

"Kumohon Tara, angkat teleponnya!"

Kunjung tak ada jawaban, hanya terdengar suara sistem: nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Vikrama mendesah lesu, terus menerus mencoba menelepon Tarani, meskipun ia tahu tidak akan pernah ada jawaban, hingga pada akhirnya, Tarani berjalan keluar dari dalam rumah dengan langkah yang tergesa-gesa. Dilihat dari caranya berjalan, dapat diduga bahwa ia sedang dalam pengaruh alkohol atau ganja, atau mungkin keduanya. Vikrama sendiri merasa bingung, bagaimana Tarani dapat mempunyai barang-barang seperti itu, padahal dia tidak pernah melihat ada seorang kuda (nama kurir yang mengantarkan obat-obatan terlarang) datang ke rumahnya, atau menemuinya di suatu tempat.

Vikrama melihat Tarani keluar dari rumah, hanya beralaskan jaket yang diberikan olehnya dan celana pendek yang berada di atas lututnya. Hal itu membuat Vikrama merasa sedikit khawatir. Takut jika ada pria-pria penuh nafsu akanmelakukan hal buruk kepada Tarani.

"Apa dia tidak kedinginan memakai celana sependek itu?" gumam Vikrama. Ia memijat keningnya, telah mengerti dengan apa yang terjadi. Vikrama bergegas naik ke atas motornya, mengikuti Tarani dari belakang secara diam-diam dari belakang.

Lalu, seperti yang telah kalian ketahui sebelumnya, Vikrama menemukan Tarani tergeletak tak sadarkan diri di tepi jalan. Ia menghela napas panjang begitu melihat senyuman terpancar dalam wajah Tarani. "Lihatlah seberapa menderitanya dirimu. Kamu tersenyum, di saat hatimu sendiri sedang menjerit."

Sedikit mengerti dengan apa yang dirasakan oleh Tarani, mendadak sekujur tubuh Vikrama bergetar hebat. Jika kita berusaha, kita akan berakhir dengan dikecewakan. Jika kita hanya berdiam diri tak melakukan apapun, kita sendiri yang akan tersiksa. Jika kita mengharapkan sesuatu agar berubah, tidak akan ada yang berubah. Itulah yang terjadi jika kita terlalu berharap pada manusia, tidak pernah ada hal baik yang akan terjadi.

Vikrama meletakkan sebuah kain basah di atas dahi Tarani untuk menurunkan suhu tubuhnya. Cukup dipungkiri, keluar dengan pakaian se-terbuka itu di malam yang dingin, sudah pasti akan membuatnya masuk angin dan terkena demam.

SunflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang