29. Dunia Yang Diimpikan

45 22 0
                                    

"Apa kamu mau masuk ke dalam terlebih dahulu?" Tarani turun dari atas motor, "Ibuku sedang memasak makan malam, kamu bisa ikut makan malam bersama kami," ajaknya, seraya melepaskan helm dari kepalanya.

Vikrama sedikit terkejut dan menaikkan sala satu alisnya, tapi di sisi lain dirinya merasa senang Tarani mengajaknya untuk makan malam bersama, ini mungkin akan menjadi kesempatan sekali seumur hidup baginya. Tapi dia tidak ingin mengganggu waktu Tarani dengan Ibunya, ini adalah momen-momen yang selalu dinantikan oleh Tarani selama ini.

"Terima kasih karena telah mengajakku, tapi aku harus segera pulang." Vikrama menurunkan kaca pada helmnya dan mulai kembali menyalakan mesin motornya. "Sampai jumpa besok di sekolah!"

Tersenyum, kemudian pergi masuk ke dalam rumah begitu Vikrama telah mengemudikan motornya cukup jauh. Lesu, senyum dalam wajahnya turun dan mulai menghela napas, sayang sekali Vikrama menolak ajakannya, padahal dia ingin sekali mengenalkannya pada Ibu.

"Aku pulang!" teriak Tarani dengan riang gembira.

"Dari mana saja kamu jam segini baru pulang?" tanya Ibunya dengan nada yang lembut. Ibunya saat ini sedang memasak makanan untuk makan malam mereka berdua di dapur. Sebelumnya, Ibunya tak sengaja melihat Tarani diantar pulang oleh seorang pria, dan berbicara dengan pria tersebut untuk waktu yang cukup lama. Meskipun tak dapat melihat dengan jelas wajah pria tersebut, Ibunya cukup yakin bahwa pria yang datang bersama dengan Tarani cukuplah tampan.

Tapi Ibunya tidak peduli apakah setiap pria yang dibawa oleh Tarani harus tampan atau tidak. Menurutnya selama pria itu mencintai Tarani, menjaga dan selalu ada untuk Tarani disaat susah maupun senang, itu sudah lebih dari cukup. Selebihnya itu Tarani yang memutuskan, sebagai orang tua ia tidak meminta hal yang muluk-muluk pada menantunya di masa depan.

"Siapa cowok yang tadi datang sama kamu? pacar?"

Baru saja Tarani duduk manis di atas kursi dan sudah diberi pertanyaan seperti itu, "Siapa maksud Ibu?" tanyanya balik seraya membuka layar ponsel barunya, menunggu Ibu menyelesaikan masakannya.

Ibunya tersenyum picik dan berusaha menggoda Tarani lebih jauh. "Kamu suka pura-pura gatau. Itu yang tadi datang sama kamu, itu pacar kamu 'kan? kalian mengobrol cukup lama, dan sepertinya itu cukup menyenangkan."

"Bukan Ibu. Kami cuman teman sekelas, tidak lebih. Kami pulang bersama karena secara kebetulan rumahnya denganku searah." Tarani tengah mengetikan beberapa pesan kepada temannya. Dalam luarnya dia terlihat begitu dingin dan tidak memiliki kepedulian, tapi di dalamnya ia begitu terkejut dengan perkataan Ibunya, seakan-akan membuatnya ingin segera pergi dari ruangan ini, memang pada awalnya dia berniat mengenalkan Vikrama pada Ibunya, tapi setelah Ibunya mengetahui dia terasa begitu malu-malu.

"Masa cuman teman." Ibunya terus memojokkan Tarani dengan senyum piciknya. "Lalu, siapa namanya?"

"Serius Ibu, mana mungkin aku bohong,"

"Iya, iya maaf," goda Ibunya seraya menyimpan beberapa makanan yang telah matang di atas meja. "Habisnya Ibu penasaran, tiba-tiba kamu datang ke rumah bawa cowok. Ibu pikir siapa lagi coba kalau bukan pacar kamu."

"Vikrama denganku tidak memiliki hubungan apa-apa, kami hanya teman tidak lebih." Tarani senang melihat makanan favoritnya di atas meja. Tersenyum, mengingat betapa lamanya dia menantikan hal ini. Mimpi yang sederhana, tapi cukup berarti baginya, meski tidak sesuai yang diharapkan tapi semua ini masih lebih baik dari tidak sama sekali.

"Ibu jadi merasa kasihan sama cowok yang bernama Vikrama itu. Lelah-lelah dia mengantar kamu pulang ke sini, tapi sama kamu cuman dianggap teman doang. Mendengarnya saja membuat Ibu jadi ikut sedih. Seandainya kamu sadar seberapa mahalnya uang jajan yang ia sisihkan untuk membeli bensin, hanya agar dapat mengantarmu pulang."

SunflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang