33. Ketulusan

84 45 70
                                    

Dimas, Pito, Deni, dan Sri telah pergi dan hanya tinggal menyisakan Vikrama dan Rhea yang masih duduk di kursinya. Alasan Vikrama tetap tinggal karena ada beberapa hal yang harus ia lakukan, sementara Rhea tetap diam agar dapat lebih lama bersama dengan Vikrama. Dan Vikrama juga menceritakan bagaimana kondisi Tarani saat ini, dan seperti apa masa lalu yang telah dilaluinya pada Rhea.

Rhea cukup prihatin dengan masa lalu yang dimiliki oleh Tarani. Apalagi melihat seseorang mati di depan kepalanya sendiri, ia dapat membayangkan derita yang sedang dialami oleh Tarani. Dia merasa seperti telah memiliki saudara perempuan yang memiliki nasib yang sama dengannya.

"Menurutmu, siapa pelakunya?" tanya Rhea seraya duduk di sebelah Vikrama, menatap wajah Vikrama yang tengah memandang kosong ke arah jalan di depannya.

Vikrama mengalihkan perhatiannya, memandang wajah Rhea dengan tersenyum. "Entahlah, aku tidak begitu peduli, mencari pelaku untuk disalahkan, tidak akan membuat masalah terselesaikan. Akan lebih baik jika kita mencari sebuah solusi daripada mencari siapa yang salah atau siapa yang harus disalahkan."

"Iya, tetapi menurutku, aku menebak jika pelakunya pasti orang yang paling dekat dengan Tarani."

"Kenapa?"

"Karena kamu tahu, terkadang teman lebih menakutkan ketika berubah menjadi musuh. Dan pikirkan dengan logikamu, menurutmu siapa orang yang dapat membuktikan semua hal buruk yang dikatakan Tarani, yang sebelumnya hanyalah sebuah rumor-rumor saja, selain orang terdekatnya?" 

Benar yang dikatakan Rhea, tidak ada yang lebih menakutkan kecuali seorang teman yang berubah. Tetapi Vikrama tidak bisa menyimpulkannya semudah itu, ia tidak bisa dengan mudahnya menuduh teman-teman Tarani yang tidak ada hubungannya sama sekali. Lalu, prioritas utamanya bukanlah mencari pelaku yang menyebarkan kebenarannya, tetapi mencari sebuah solusi untuk membuat Tarani kembali ceria dan berhenti melakukan hal-hal buruk.

"Setelah mendengar semua hal itu, bagaimana menurutmu mengenai Tarani?" tanya Vikrama. Ia penasaran dengan pendapat Rhea atas semua penderitaan yang dialami oleh Tarani, terlebih sebagai seorang wanita. "Dia sama-sama anak yang menjadi korban ambisi kedua orang tuanya."

Rhea menatap Vikrama dengan tersenyum tipis, "Jika kamu menanyakan pendapatku, sebenarnya aku sendiri tidak tahu harus menjawab seperti apa, karena jelas-jelas aku dengannya memiliki masalah yang berbeda." Rhea menghentikan ucapannya untuk menarik nafas segar. "Tapi, kupikir kondisinya tak jauh berbeda dengan kondisi kita dahulu. Kita sama-sama anak yang ingin membunuh diri kita sendiri, menatap setiap orang dengan senyuman yang membahagiakan."

Di tengah percakapan tiba-tiba Deni berdiri di hadapan mereka berdua, "Bisa kita bicara sebentar?" katanya, melirik ke arah Vikrama dengan sinis.

Rhea pada awalnya ingin menolak ajakan dari Deni, tapi Vikrama memegang pundak Rhea dan menggelengkan pelan kepalanya untuk memberi isyarat agar membiarkan Deni berbicara. Rhea mengerti bahwa mereka membutuhkan privasi untuk membahas masalah mereka, dan memutuskan untuk segera pergi meninggalkan mereka berdua saja, karena kebetulan juga sekarang dia harus membantu kedua orang tuanya di toko.

Setelah bayangan Rhea tak nampak dalam penglihatan keduanya. Vikrama melirik ke arah Deni dengan wajah heran. Apa yang ingin dia bicarakan berdua dengannya? apa untuk mengajaknya berkelahi kembali? atau membicarakan mengenai Tarani seperti yang dilakukan oleh Dimas sebelumnya? atau juga Deni ingin menuduh Vikrama sebagai orang yang menyebarkan kebenaran dari rumor-rumor Tarani di sekolah?

Mereka berdua membisu, suasana menjadi hening dan hanya terdengar suara-suara kendaraan berlalu lalang. Deni berjalan melewati Vikrama untuk duduk pada sebuah kursi, begitupun dengan Vikrama yang mengikutinya. Mereka duduk secara bersebelahan dengan sedikit jarak di antara mereka, karena Kursi yang mereka duduki cukup kecil.

SunflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang